Wabah Covid-19 mengangkat platform Zoom ke permukaan. Korporasi, lembaga, instansi, serta berbagai kelompok lainnya menggunakan fitur dan alat yang disediakan platform Zoom untuk rapat virtual, kolaborasi, dan komunikasi jarak jauh. Tantangan Covid-19 yang memaksa manusia menjaga jarak dapat diatasi melalui pemanfaatan platform Zoom.
Pelatihan Virtual
Proses belajar tak perlu berhenti di masa Covid-19 melanda. Pelatihan tetap bisa dilangsungkan melalui fasilitas Zoom. Daftar kehadiran atau absensi cukup diedarkan secara elektronik, peserta tinggal mengisi dan menandatangani secara elektronik juga.
Kemudahan teknologi tersebut membawa banyak manfaat dalam mengelola pelatihan:
- Perusahaan yang mempunyai cabang di berbagai kota dan pulau, dapat menghemat biaya pelatihan. Tak perlu lagi mendatangkan karyawan yang bekerja di luar kota ke tempat pelatihan dilangsungkan, sehingga perusahaan tak perlu menyediakan dana transportasi dan akomodasi bagi mereka.
- Karyawan dapat mengikuti pelatihan dari mana saja selama ada koneksi internet, sehingga ada fleksibilitas terhadap tempat kepesertaan. Karyawan yang berada dalam perjalanan dapat mengikuti pelatihan, tak terhambat oleh kondisi keberadaannya saat itu.
- Diskusi dan sesi tanya jawab tetap dapat dilakukan karena platform Zoom menyediakan fitur-fitur kolaborasi yang memungkinkan peserta berbagi layar, menampilkan presentasi atau materi lainnya dengan mudah. Polling juga bisa dilakukan dalam Zoom sehingga fasilitator bisa memancing reaksi atau tanggapan atas pertanyaan yang terkandung dalam polling.
- Kualitas audio dan video platform Zoom cukup baik, sehingga fasilitator dan peserta pelatihan dapat berkomunikasi dengan jelas, informasi dapat disampaikan sesuai tujuan.
Fasilitator pelatihan biasanya senang diberi kesempatan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan orang-orang yang ingin belajar atau membutuhkan keahlian tertentu.
Di masa ketika pelatihan dilakukan secara tatap muka di dalam ruang kelas atau tempat lainnya, fasilitator mempunyai keleluasaan untuk mendapatkan perhatian penuh dari peserta pelatihan. Tatap muka langsung membantu terjadinya interaksi antara fasilitator dan peserta pelatihan, sehingga materi yang disampaikan semakin mudah dicerna peserta. Hal-hal mengganggu bisa diatasi, seperti misalnya telepon genggam yang diminta disimpan selama sesi pelatihan, percakapan yang sepenuhnya terpusat pada materi pelatihan, kehadiran fisik yang terpantau, dan lain-lain.
Ketika pelatihan dilakukan secara virtual, beberapa tantangan bisa terjadi. Seperti yang dialami seorang fasilitator yang menyampaikan materi pembelajaran yang dianggap “garing”, pelatihan bertopik Anti Korupsi. Ditambah lagi dengan kondisi, fasilitator itu dijadwalkan menyampaikan materi pembelajaran setelah jam makan siang. Setelah makan siang, tubuh cenderung mengalami peningkatan aliran darah ke sistem pencernaan untuk mencerna makanan. Hal ini bisa membuat peserta pelatihan merasa mengantuk atau kurang energik, yang dapat memengaruhi konsentrasi dan membuat peserta kurang fokus selama pelatihan.
Dalam sesi pelatihan secara tatap muka, fasilitator bisa menyiasati keadaan di atas dengan meminta peserta melakukan beberapa gerakan fisik ringan. Hal itu guna membantu meningkatkan sirkulasi darah dan mengatasi perasaan kantuk. Fasilitator juga bisa menyelipkan aktivitas yang melibatkan partisipasi aktif peserta, biasanya melalui permainan (game).
Dalam sesi pelatihan secara virtual, aktivitas selingan seperti di atas tak mungkin dilakukan. Bahkan yang terjadi dalam pelatihan Anti Korupsi secara virtual tersebut, yang dihadiri hampir seratus peserta, fasilitator berhadapan dengan layar peserta yang hanya menampilkan nama, atau foto diri; tak ada tampilan peserta yang terlihat secara fisik sedang menyimak fasilitator. Ketika fasilitator sengaja mengajukan pertanyaan dan memanggil beberapa nama peserta secara acak untuk menguji kehadiran mereka, tak ada wajah maupun jawaban yang muncul. Lebih miris lagi, ketika fasilitator tersebut memanggil nama moderator pelatihan untuk meminta bantuannya, layar moderator juga hanya menampilkan foto dan nama diri; tak ada tanggapan terhadap panggilan fasilitator. Fasilitator itu pun berpikir, ada kemungkinan ia berbicara hanya dengan dirinya sendiri, tak ada peserta yang menyimak, walau mereka “hadir secara virtual”. Ia juga berpikir, mungkin saja peserta pelatihan itu hadir hanya karena keharusan dari instansi atau perusahaan, sehingga sifatnya melengkapi data pelatihan karyawan (DONE checklist).
Rapat Virtual
Walau wabah Covid-19 telah berlalu dan kondisi dinyatakan normal, kemudahan rapat secara virtual melalui platform Zoom terus dilanjutkan berbagai korporasi, lembaga, instansi, serta berbagai kelompok lainnya.
Rapat virtual mempunyai banyak manfaat. Informasi penting dapat segera disebarluaskan melalui media itu; informasi yang dapat menjangkau ratusan orang karena platform Zoom bisa mengakomodasi banyak peserta, tergantung pada jenis akun atau rencana langganan Zoom yang dimiliki host.
Mereka yang tak dapat mengikuti rapat virtual karena alasan tertentu, bisa melihat rekaman dan mendapatkan inti rapat melalui rekaman rapat virtual. Sementara di masa lampau, mereka yang tidak hadir hanya menerima inti sari pembahasan melalui notulen rapat yang biasanya ditulis secara singkat, tidak mencakup dinamika rapat yang bisa mengandung pandangan pro dan kontra berbagai peserta rapat terhadap proyek atau usulan tertentu.
Namun dibalik kemudahan itu, kemudahan mengikuti rapat secara virtual menjadi kebiasaan yang membuat beberapa orang menjadi “malas” menghadiri rapat tatap muka. Mereka mempertanyakan keharusan hadir secara fisik dalam rapat, sementara segala pesan atau diskusi yang perlu dibicarakan dapat dibahas melalui rapat virtual. Alhasil, di suatu instansi pemerintah, bagian yang mengkoordinir rapat menjadi repot beberapa saat sebelum Rapat Pimpinan (Rapim). Mereka harus menghubungi Kepala Biro, Kepala Pusat, dan petinggi lainnya yang diundang untuk memastikan kehadiran mereka secara fisik dalam ruang rapat.
Rapat tatap muka biasanya berlangsung beberapa jam saja, dan selalu dilakukan pagi hari atau siang hari. Dengan kemudahan mengumpulkan peserta melalui rapat virtual, ada kecenderungan mengadakan rapat virtual kapan saja, termasuk rapat di malam hari. Berpartisipasi dalam pertemuan virtual berkepanjangan dapat menyebabkan zoom fatigue, kelelahan mental dan fisik akibat rapat virtual.
Sidang Pengadilan Virtual
Sidang pengadilan virtual dimungkinkan sejak wabah Covid-19 melanda. Sidang pengadilan virtual menjadi praktik yang semakin umum di banyak yurisdiksi di seluruh dunia. Di tanah air, Mahkamah Konstitusi memungkinkan persidangan jarak jauh. Hal itu diatur di Peraturan MK No.18/2009, khususnya untuk perkara-perkara sengketa pemilu ataupun pilkada dengan saksi-saksi dari luar Jakarta.
Dalam sidang pengadilan virtual, peserta sidang, termasuk hakim, pengacara, saksi, dan pihak terkait, menghadiri sidang melalui platform komunikasi dan kolaborasi online, seperti Zoom, Microsoft Teams, atau platform khusus untuk sidang virtual.
Sidang pengadilan virtual dapat menghemat waktu dan biaya perjalanan bagi semua pihak yang terlibat. Para pengacara dan saksi tidak perlu berpergian ke pengadilan, sehingga dapat mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan. Kendala geografis dan jarak pun menjadi teratasi.
Namun tetap saja banyak orang yang lebih suka mengikuti jalannya persidangan secara tatap muka karena tak ada tantangan keterbatasan interaksi, tanya jawab, pembahasan argumentasi masing-masing pihak, dan proses bukti materi yang harus dilihat secara langsung.
Di suatu sidang Pengadilan Negeri, seorang hakim menegur kuasa hukum pemohon yang hadir hanya secara daring, padahal yang bersangkutan berada di Jakarta, tempat persidangan dilangsungkan. Berbagai alasan diberikan kuasa hukum pemohon tersebut. Hakim menegur karena pihak berkepentingan lainnya, termasuk para hakim, hadir secara fisik, hanya kuasa hukum pemohon yang hadir secara daring.
Kemudahan teknologi patut dimanfaatkan dalam berbagai kesempatan. Namun pelatihan offline dan rapat tatap muka tetap penting untuk dilakukan guna mengakomodasi kebutuhan dan tujuan tertentu, serta memberikan pengalaman yang lebih kaya dan interaktif dalam beberapa konteks. Kombinasi antara pertemuan tatap muka dan daring dapat membantu mencapai hasil yang optimal sesuai dengan kebutuhan dan sifat kegiatan yang dilakukan.