Adriani Sukmoro

Kolaborasi

Suatu karya selalu dimulai dengan ide. Ide yang muncul di kepala seseorang, lalu dikembangkan, dituangkan dalam proses kerja, dan dikemas. Karya bisa dikerjakan secara individual. Tapi karya juga bisa dikerjakan melalui kolaborasi, melibatkan beberapa orang yang mempunyai ketertarikan yang sama dalam materi atau bidang tersebut. Karya hasil kolaborasi itu bisa menjadi gemilang karena latar belakang dan pemikiran beragam dari para kontributornya membuat karya itu tajam dan berkualitas.

Perjalanan Bekasi-Jakarta

Siang itu, di pertengahan September 2021, mobil yang membawa saya kembali dari Bekasi menuju Jakarta terkena macet di satu titik. Suara Shakira yang merdu menemani di radio, membantu pendengarnya lebih menerima kemacetan jalan tol. Dia bilang: “When you fall get up, and if you fall get up. If you get down get up, when you get down get up.”

Beberapa tahun lampau, Human Resources Directors Forum (HRDF), forum pimpinan Sumber Daya Manusia (SDM), pernah sepakat untuk menerbitkan buku. Tujuannya mulia, buku yang diterbitkan akan menjadi warisan (legacy) bagi generasi penerus. Anggota HRDF ini terdiri dari pimpinan SDM yang kaya pengalaman, berpuluh tahun bekerja sama dengan manajemen di perusahaan masing-masing dalam mengelola organisasi dengan mengasah kekuatan SDM-nya.

Proses yang tidak mulus membuat proyek pembuatan buku terhenti. Kejadian itu menghentikan ide penerbitan buku HRDF, urusan meninggalkan legacy pada generasi penerus pun menguap.

Saya termasuk anggota HRDF. Saat mendengar Shakira berdendang, pembelajaran bergema di kepala saya. Ada orang yang mundur teratur setelah gagal, melupakan ide yang sempat tercetus. Ada orang yang bangkit berdiri setelah gagal, belajar dari kegagalan itu dan mengembangkan ide dengan pendekatan berbeda. Tinggal memilih: gagal dan terpuruk, atau gagal dan bangkit kembali.

Kerja Sama

Di kemacetan tol itu saya teringat percakapan di grup WhatsApp HRDF tanggal 9 bulan 9 tahun 2021. Pak Pambudi, salah seorang kolega yang sama-sama tergabung dalam HRDF, mengatakan beliau menerbitkan buku barunya yang bertema seputar SDM, bersama beberapa penulis lain. Penulis yang mungkin lebih junior dari anggota HRDF. Walau lebih junior, mereka punya kemauan dan keberanian untuk berbagi. Terjadilah percakapan di sarana komunikasi HRDF saat itu.

Adriani: “Congrats pak Pam, namanya di depan, top deh…”

Pambudi: “Terima kasih ibu.”

Adriani: “Kita dulu rame2 mau nulis buku malah nggak jadi.”

Pambudi: “Yuk kita wujudkan ya?”

Adriani: “Siapa takut!”

Kalau dibiarkan, percakapan di grup WhatsApp itu sampai di situ saja. Tapi… Shakira di radio bilang: “The pressure is on you feel it. But you’ve got it all, believe it!”

Iya, kemacetan membuat pikiran melayang. Apa yang dikatakan Shakira memberi motivasi tersendiri. Ada yang menggelitik di kepala. We’ve got it all. Anggota HRDF ini mencatat pengalaman di berbagai organisasi yang beragam, kesemuanya perusahaan ternama: perusahaan lokal atau multinasional, perusahaan keluarga, dan lembaga pemerintah. Pengalaman mereka cukup luas karena dibina di industri beragam: transportasi, telekomunikasi, teknologi informasi, perbankan, asuransi, industri barang bergerak cepat (FMCG), pemerintahan, dan lain-lain. 

Bukan hanya itu saja. Beberapa anggota HRDF sudah menerbitkan buku non-fiksi maupun fiksi. Ada anggota HRDF yang aktif terlibat di komunitas SDM. Mereka juga membagi pengetahuan dan pengalaman dalam bentuk workshop pelatihan pada staf perusahaan tempat anggota HRDF bekerja.

Jadi, kenapa anggota HRDF tidak membangun rasa percaya diri untuk menciptakan legacy bagi generasi penerus dalam bentuk buku yang terdokumentasi dengan baik? Buku itu juga akan bermanfaat bagi para pimpinan bisnis yang membutuhkan referensi penanganan SDM.

Setelah tiba di rumah, saya menghubungi Pak Pambudi. Beliau menyambut ide dengan frekuensi yang sama: percaya proyek penerbitan buku bisa dilakukan!

Percakapan menjadi produktif. Bergulirlah rencana proyek pembuatan buku HRDF, upaya kedua dengan pendekatan berbeda. Buku akan ditangani dan dikerjakan sendiri. Dari hasil pembicaraan, ditetapkan buku perdana HRDF akan berbicara tentang pembelajaran memimpin transformasi budaya organisasi (leading culture transformation in an organization). Pak Pambudi yang sudah menerbitkan beberapa buku, menggulirkan ide agar buku HRDF berbentuk story telling.

Komunikasi menjadi alat penting untuk menarik minat anggota HRDF, menggalang kesediaan mereka menjadi penulis naskah (contributor). Buku HRDF hanya bisa terbit jika anggotanya mau ikut dalam proyek tersebut.

Dukungan Moral

“Ayo kita teruskan niat menerbitkan buku HRDF. Buku perdana ini akan menjadi legacy HRDF. Kita pernah gagal, tapi pepatah mengatakan: Kenapa kita terjatuh? Agar kita belajar untuk bangkit dan berdiri. It’s not how far you fall, but how high you bounce that counts. Kapan lagi kalau bukan sekarang…”

Pesan itu dikirim ke grup WhatsApp HRDF 22 September 2021. Ada perasaan was-was, kegagalan masa lalu bisa saja membuat anggota HRDF pesimis akan keberhasilan proyek pembuatan buku. Daftar kesediaan pun dibuat. Tim penggerak yang sudah dibentuk terlebih dulu menjadi semacam pendorong kolega-kolega lain. Mungkin karena melihat ada kolega yang mendaftar, mungkin karena memang ingin berbuat sesuatu untuk meninggalkan legacy, mungkin karena mau belajar menulis dalam kesempatan proyek itu, dan berbagai kemungkinan lain membuat tiga belas nama mendaftar. Kesediaan mendaftar menjadi indikasi bahwa ketiga belas anggota HRDF itu percaya upaya kedua ini akan menjadi kenyataan. Ini adalah awal keberhasilan yang diraih.

Tim penggerak menjadi motor dari penerbitan buku. Tim penggerak juga berfungsi sebagai Editor amatir. Di dalam tim penggerak ini, ada pak Josef, yang tulisannya pernah dibukukan dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas (PBK). Pengalaman beliau sangat bermanfaat, menjadi jembatan penghubung HRDF dengan PBK. Dan saya berperan mendorong, membakar semangat, mengingatkan, dan mengomunikasikan dengan baik ke semua pihak terkait, termasuk pihak penerbit. Dibutuhkan kebersamaan tim penggerak HRDF dalam menjual ide kepada PBK, penerbit besar dan berkualitas.

Bola bergulir. Tak mau berlama-lama, para penulis HRDF wajib menyelesaikan naskah masing-masing dalam waktu tiga minggu. Memang bisa? Ternyata bisa… Seluruh naskah terkumpul dalam tenggat waktu yang telah ditetapkan. Dorongan moral menjadi kunci keberhasilan proses: Yes, We Can Do It.

Berubah Atau Punah

Ada kurir pengantar yang mengirim paket dari PBK hari Sabtu, 8 Januari 2022. Paket berisi buku Berubah Atau Punah. Itu judul yang dipilih untuk buku perdana HRDF.

Melihat ke belakang, kolaborasi tiga belas orang anggota HRDF sungguh luar biasa. Dalam waktu kurang dari empat bulan, buku Berubah Atau Punah telah tercetak. Kini, buku itu telah hadir di toko buku Gramedia dan Tokopedia.

Seperti pesan pepatah lama: Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Rubuh. Begitulah yang terjadi dalam penerbitan buku Berubah Atau Punah. Jika ada kontributor penulis yang mundur di tengah jalan, buku itu mungkin tak jadi. Jika ada yang terbawa emosi karena ketersinggungan selama proses edit-mengedit, buku itu mungkin tak jadi. Jika ada yang merasa lebih hebat dari yang lain, buku itu mungkin tak jadi. Jika menulis sendiri dan bekerja secara individual, belum tentu karya tulis itu dihargai penerbit seperti karya kolaborasi anggota HRDF.

Pada akhirnya semua tantangan yang ada menjadi pembelajaran: bagaimana mengerjakan proyek berdasarkan kolaborasi antar kolega yang bukan anak buah, bukan atasan, bukan pemberi gaji, bukan penentu promosi jabatan.

Semuanya menjadi indah pada waktunya. Terima kasih tim penulis HRDF, Penerbit Buku Kompas, dan para pembaca buku Berubah Atau Punah. Kita memulai 2022 dengan semangat berkarya, mengukir legacy dari hari ke hari.