Adriani Sukmoro

Gadget Distancing

Di suatu pagi, restoran hotel dipenuhi tamu yang menginap di hotel itu. Mereka menikmati sarapan pagi. Seorang bapak dan anaknya yang kira-kira berumur delapan tahun memasuki ruang restoran hotel. Mereka mengambil meja untuk dua orang dan duduk. Anak langsung mengeluarkan telepon genggamnya, dan bapak juga membuka telepon genggamnya. Masing-masing mengamati telepon genggam. Beberapa saat kemudian bapak mengambil makanan dan minuman prasmanan yang disediakan restoran. Sementara anak tetap duduk, mengamati layar telepon genggam, ia asyik menonton sesuatu. Setelah bapaknya kembali ke meja dan menegur, barulah anak mengambil makanan dan minuman. Kegiatan sarapan bapak dan anak berlangsung dalam diam, tak ada pembicaraan. Bapak sibuk membaca telepon genggam, anak sibuk menonton di telepon genggam.

Pemandangan Umum

Di suatu mal ibukota, sepasang suami istri dan tiga orang anak duduk di meja restoran menunggu makanan yang telah dipesan. Ketiga anak menatap tablet masing-masing, mungkin main game, mungkin menonton film. Orangtua mereka membuka telepon genggam, mungkin membaca WhatsApp, mungkin mengakses aplikasi lainnya. Waktu kumpul keluarga dan makan siang bersama tak diisi dengan pembicaraan, masing-masing berbicara dengan gadget-nya.

Di dalam transportasi umum, seorang penumpang kereta mengakses video dan mendengarkan pembicaraan dalam video. Ia tak memakai headset, volume suara sengaja dibuat keras agar pembicaraan video bisa didengar dengan jelas. Tak ada kesan peduli pada penumpang lain, yang pasti terganggu dengan suara video tersebut. Selain tak bisa menikmati tontonan di telepon genggam penumpang tersebut, penumpang lain mungkin ingin beristirahat dalam perjalanan kereta yang memakan waktu beberapa jam. Ketika penumpang di belakangnya menepuk punggung bapak tersebut, dan memintanya mematikan suara video yang mengganggu, penumpang itu menurut tetapi dengan wajah yang terlihat terganggu.

Pegawai kantor pun kerap membawa telepon genggamnya dalam meeting. Acap kali pegawai mengakses telepon genggam saat meeting berlangsung. Hal ini bisa mengganggu jika pembicara merasa kurang didengar, dan mungkin diminta mengulang penjelasan penting karena ada yang kurang menyimak.

Situasi seperti di atas menjadi pemandangan umum sehari-hari, bisa ditemukan di mana saja. Keinginan untuk selalu mengecek gadget tak mengenal usia.

Manfaat Teknologi

Virus Corona mewabah di saat dunia sudah menikmati kemudahan-kemudahan akibat kemajuan teknologi. Demi pencegahan penyebaran Covid-19, pegawai kantor dianjurkan untuk bekerja dari rumah, working from home (WFH), sementara murid sekolah terpaksa belajar dari rumah. Hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Komunikasi tetap dapat dilakukan, proses belajar siswa dan proses bekerja pegawai kantor disiasati dengan media digital agar tidak terhambat oleh virus Corona.

Kemajuan teknologi juga memudahkan pembelajaran. Siapa pun yang ingin memperluas wawasannya atau meningkatkan pengetahuannya, bisa membuat riset kecil dengan memanfaatkan informasi di berbagai sumber yang bisa diakses melalui gadget elektronik. Murid, mahasiswa, pengajar, peneliti, reporter, dan banyak profesi lainnya yang terbantu oleh kemajuan teknologi. Seminar, webinar, pelatihan pun tak berhenti, bisa dilakukan melalui media digital.

Jika dulu komunikasi dengan kerabat yang tinggal jauh harus dilakukan melalui surat yang perjalanannya memakan waktu beberapa hari hingga beberapa minggu, kemajuan teknologi masa kini membuat seseorang yang tinggal di Pontianak bisa menghubungi putranya yang belajar di Amsterdam setiap saat dan tanpa biaya. Tak perlu lagi membayar long distance call seperti jaman dulu, yang biayanya mahal.

Dalam kehidupan korporasi, tingkat produksi dapat ditingkatkan sementara biaya produksi dapat diturunkan melalui pemanfaatan teknologi. Perusahaan pun dapat mengharapkan laba lebih besar.

Pandemi Covid-19 membuat perilaku manusia berubah, mereka menyesuaikan diri dengan ‘normal baru’, yang membuat kegiatan menggunakan teknologi semakin meningkat. Manusia banyak menghabiskan waktu di rumah, menjadi terbiasa belanja secara daring dari rumah.

Keuntungan nyata lainnya dialami pegawai yang terpaksa pindah mengikuti pasangan hidup ke kota lain. Kompetensi dan keahlian pegawai itu dibutuhkan perusahaan. Jika dulu pegawai dalam situasi seperti itu terpaksa mengundurkan diri, kini mereka dapat ‘membawa‘ pekerjaannya ke kota baru. Tak perlu lagi berada di kota yang sama dengan lokasi kantor. Komunikasi dan pelaksanaan pekerjaan tak berhenti, interaksi secara daring serta penyelesaian tugas secara elektronik menjadi sesuatu hal yang biasa.

Teknologi membuat manusia menghemat waktu dan uang. Teknologi juga membangkitkan kreativititas manusia. Banyak yang memulai bisnis secara daring baik secara perorangan maupun secara kelompok (membentuk perusahaan bersama). Mereka yang tahu memanfaatkan kemajuan teknologi, akan menggali kesempatan bisnis di platform digital tanpa batas (borderless).

Merugikan Diri Sendiri

Seorang pengendara mobil di jalan tol mendengar dering telepon genggam dan mengangkatnya. Ia tidak mengenakan headset, berbicara sambil menyetir mobil. Di satu titik, pengendara tak mampu mengendalikan setir mobil yang melaju dengan kecepatan tertentu. Mobil melengser ke kanan, menabrak pembatas jalan tol. Mobil terbalik dan rusak. Pengendara luka parah, meninggal beberapa waktu kemudian.

Sebuah berita hilangnya seorang anak berusia tiga belas tahun tersebar luas. Tiga hari kemudian anak tersebut ditemukan berdiri di pinggir jalan. Anak tersebut menceritakan, ia diculik saat pulang sekolah. Namun beberapa waktu kemudian, tersiar berita bahwa anak tersebut tidak diculik. Ternyata anak tersebut sengaja tidak pulang ke rumah demi bermain game di warung internet (warnet), bermain game tanpa henti selama menghilang. Kondisi anak yang memilih tidak pulang ke rumah dan nekat bolos sekolah demi online game menunjukkan ketagihan, memanfaatkan wadah teknologi dalam konteks yang berlawanan dengan harapan orangtua.

Di suatu perusahaan, seorang pegawai yang ketagihan bermain game, tak mampu bangun pagi karena sibuk terus dengan game hingga dini hari. Kebiasaannya datang terlambat ke kantor, tiba antara pukul sepuluh dan sebelas pagi, lalu pulang pukul lima sore, membuat pegawai itu mendapat teguran. Mula-mula teguran verbal, lalu berubah menjadi teguran tertulis. Kinerjanya juga terganggu, tak memenuhi standar perusahaan. Di ujung kisahnya, pegawai tersebut diminta mengundurkan diri dari perusahaan. Kesempatan berkarier yang ada di tangannya lepas karena pegawai menjadi tidak bisa mengendalikan diri menghadapi wadah teknologi.

Beberapa aplikasi teknologi mengakomodasi kebutuhan manusia untuk tampil eksis. Banyak yang memanfaatkan Facebook, Instagram, Twitter, Pinterest, Tik Tok. Sebagian penggunaan media sosial itu bertujuan positif, untuk wadah komunikasi dengan berbagai pihak. Namun ada yang menyebabkan ketergantungan. Setiap hari orang tersebut harus menampilkan sesuatu di media sosialnya. Batas antara hal-hal pribadi dan hal-hal yang layak ditampilkan pada publik menjadi kabur. Alhasil, ada yang mengambil kesempatan untuk menggunakan informasi pribadi orang tersebut untuk mengeruk keuntungan. Bahkan ada yang menjadi korban bully yang bisa mengganggu kesehatan mental orang tersebut.

Pas vs Berlebihan

Seseorang yang melihat bagaimana gadget bisa mengambil alih kebiasaan-kebiasaan positif dalam keluarga menulis: “Your cellphone has already replaced your camera, your calendar, and your alarm clock. Don’t let it replace your family.”

Segala sesuatu yang berlebihan memang bisa merugikan. Gadget membantu kehidupan manusia jika digunakan secara tepat (pas). Perlu mengontrol diri, memastikan gadget tak membuat ketergantungan, tak mengganggu kegiatan sehari-hari, dan tak menyita kualitas waktu bersama keluarga maupun relasi sosial. Bagaimana melakukannya?

Salah satunya dengan gadget distancing – tidak mengakses gadget saat makan bersama kerabat, acara kumpul keluarga, saat mengikuti meeting kantor, saat mengikuti pembelajaran daring, dan lain-lain.

Apakah hal itu bisa dilakukan di zaman sekarang? Bisa. Tinggal mendisiplinkan diri. Sekelompok orang dalam pertemanan, membuat aturan, mengumpulkan gadget di ujung meja selama acara kumpul. Tak satu pun boleh menyentuh gadget itu. Cara tersebut ampuh, semua orang yang duduk di meja menjadi saling berinteraksi, pembicaraan hangat pun terjadi. Memberi perhatian, mendengarkan, menyimak dimungkinkan bila mata dan pikiran terpusat pada lawan bicara dan orang-orang di sekitar, tidak terpaku pada gadget di depan kita.