Hari ini, 8 Maret, perempuan di seluruh dunia merayakan Hari Perempuan Internasional. Gaung tentang hari khusus untuk perempuan ini tak terlalu terdengar di tanah air, bisa jadi gaungnya terbatas di kota-kota besar saja. Mungkin disebabkan karena penetapan hari ini lebih banyak berlatar belakang gerakan perempuan di negara Eropa dan Amerika Serikat. Perempuan di tanah air lebih mengenal Hari Kartini, pahlawan perempuan yang dikenal menjadi penggerak pendidikan kaumnya di negeri ini. Terlepas dari tahu atau tidaknya perempuan Indonesia tentang hari istimewa ini, pada tahun 1975 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional demi menghargai kontribusi kaum perempuan dalam masyarakat.
Kesetaraan Gender
PBB mengangkat tema “Kesetaraan gender hari ini untuk masa depan yang berkelanjutan” untuk Hari Perempuan Internasional 2022. Tema seputar kesetaraan gender ini senada dengan tema yang ditetapkan tahun 2021, tentang peran kepemimpinan perempuan dalam mencapai masa depan yang setara di dunia Covid-19, dan juga tahun 2020 tentang generasi setara yang menyadari hak perempuan.
Isu kesetaraan gender memang tetap hangat. Di kota-kota besar, orangtua umumnya tak membedakan anak laki-laki dan perempuan, keduanya mendapatkan kesempatan yang dapat memajukan mereka, termasuk kesempatan mendapatkan pendidikan. Namun di daerah, terutama daerah yang tingkat ekonominya masih rendah, kesempatan biasanya diberikan pada anak laki-laki, mereka mendapatkan prioritas dalam keluarga. Hal ini sedikit banyak didasari sistem patriarki yang berlaku di masyarakat.
Sistem patriarki menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan, sehingga kaum laki-laki mendominasi peran kepemimpinan dalam hak sosial, moral, otoritas, penguasaan properti, bahkan dalam kepemimpinan politik. Keadaan ini menciptakan budaya patriarki yang membuat berbagai kekerasan kepada perempuan bisa terjadi. Ada semacam hak yang dimiliki laki-laki untuk bertindak bebas mengikuti kemauannya terhadap perempuan.
Venus
Gerakan perempuan menuntut kesetaraan gender dimulai di awal tahun 1900an. Pada awalnya Partai Sosialis yang berperan menuntut kesetaraan. Di masa itu industri garmen di Amerika Serikat mempekerjakan mayoritas pekerja perempuan. Kondisi kerja di perusahaan-perusahaan garmen sangat buruk, mendorong Partai Sosialis melakukan aksi turun ke jalan, menuntut perhatian pemilik, manajemen perusahaan, dan pemerintah untuk memperbaiki kondisi kerja. Partai Sosialis di negara-negara Eropa juga melakukan gerakan yang sama, dan mulailah tuntutan untuk memberikan perempuan hak mendapatkan pendidikan, hak pilih, perwakilan, hak pekerja perempuan, dan hak-hak lain yang dinikmati laki-laki.
Dimulai dari ketimpangan di dunia kerja, tuntutan untuk perbaikan perlakuan terhadap perempuan semakin berkembang. Perhatian terhadap kesetaraan gender pun akhirnya sampai ke meja badan internasional PBB, hingga keluar lah keputusan adanya Hari Perempuan Internasional. Panah yang melingkar dengan simbol gender perempuan (Venus) di bagian dalam dipilih sebagai logo Hari Perempuan Internasional. Dari tahun 1975 hingga sekarang, program-program pengembangan perempuan terus dilakukan, mulai dari program perempuan dan kesehatan, perempuan dan kemajuan teknologi, perempuan penggerak industri rumah, dan lain-lain.
Hakim Pendobrak Tradisi
Kesempatan bagi perempuan terus membaik di berbagai penjuru dunia. Ayesha Malik, seorang perempuan yang lahir di Karachi 55 tahun lalu, menjadi pendobrak sejarah peradilan Pakistan. Pakistan dikenal sebagai negara patriarki, kesempatan pada perempuan dalam banyak hal terbatas. Ayesha Malik diangkat sebagai Hakim perempuan pertama oleh Mahkamah Agung Pakistan tanggal 24 Januari 2021.
Ayesha Malik memang beruntung mengecap pendidikan dasar di Paris dan New York, kemudian menyelesaikan pendidilan Level A (setara dengan kuliah tahun pertama/kedua) di London. Ia bahkan menyelesaikan gelar Magister Hukum dari Harvard Law School. Pendidikan di luar negeri itu tentu memberi wawasan luas baginya. Selama karirnya di bidang hukum, Ayesha telah memperjuangkan hak-hak perempuan. Yang paling menonjol, ia berhasil melarang tes keperawanan pada korban perempuan yang diperkosa atau diserang secara seksual.
Keberhasilan Ayesha Malik menjadi Hakim perempuan di antara kelompok Hakim Mahkamah Agung yang seluruhnya laki-laki, membangkitkan semangat kaum perempuan di negerinya. Ia menjadi contoh bahwa perempuan bisa mendapat kesempatan di bidang apa saja selama mereka menunjukkan kompetensi dan kemampuan yang lebih.
“Kawin Tangkap”
“Kawin Tangkap” merupakan tradisi yang dilakukan di Sumba, Nusa Tenggara Timur, di mana penculikan perempuan dilakukan untuk sebuah perkawinan. Tindakan ini disebut penculikan karena dilakukan tanpa kemauan perempuan yang menjadi korban, dan biasanya tanpa persetujuan orangtua korban. Kasus ‘Kawin Tangkap’ dikatakan merupakan bagian dari adat di daerah tertentu di Sumba, biasanya banyak terjadi di Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah.
Sungguh memprihatinkan bahwa masih ada yang mempraktikkan ‘Kawin Tangkap’ di masa kini. Dan lebih memprihatinkan lagi, perempuan yang berhasil melarikan diri setelah diculik dalam usaha ‘Kawin Tangkap’, justru dianggap tidak menghormati adat. Stigma seperti itu menyesatkan, perempuan yang sebenarnya korban malah disudutkan.
Praktik ini merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan dengan mengatasnamakan budaya. Sebagian pejuang perempuan mengatakan bahwa ‘Kawin Tangkap’ merendahkan martabat perempuan. Di jaman lampau ‘Kawin Tangkap’ mungkin bagian dari adat yang dipraktikkan nenek moyang. Namun manusia perlu memperbaiki hal-hal yang merugikan. ‘Kawin Tangkap’ sudah tak sesuai dengan kemajuan zaman, sudah sepatutnya dihentikan dan dihapus.
Topik mengenai pentingnya memajukan kaum perempuan di semua bidang tetap hidup hingga sekarang. Indira Gandhi, Perdana Menteri perempuan pertama dan hingga kini menjadi satu-satunya di India, mengajarkan, “There are two kinds of people: those who do the work, and those who take the credit. Try to be in the first group, there is less competition there.” Perempuan bisa mengikuti pesan tersebut. Bekerja dan menghasilkan akan membawa perempuan berkontribusi dalam lingkup kehidupannya. Bisa dalam lingkungan keluarga, masyarakat sekeliling, atau dalam skala nasional. Selamat Hari Perempuan Internasional!