Adriani Sukmoro

Self-Leadership

Saat berolahraga pagi dan menapaki jembatan kayu yang dibangun di tepi laut Jakarta, di Taman Impian Jaya Ancol, terlihat papan tulisan yang ditempel sepanjang jembatan. Tulisan di papan itu berbunyi: “Dilarang memancing/mencari ikan di dermaga”. Tak jauh dari papan tulisan itu terlihat pemandangan unik. Seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh tahunan sedang memancing sambil merokok dengan santainya. Dari alat pancing yang digunakan serta keharusan membayar biaya masuk Taman Impian Jaya Ancol, terlihat orang tersebut memang berniat memancing ikan di area terlarang, suatu kesengajaan dan ketidakpedulian.

Melawan Arah

Bukan pemandangan baru melihat motor yang sering bergerak melawan arah, baik di jalan searah maupun di jalan dua arah yang punya pembatas jalan. Tanpa peduli motor masuk ke jalur yang berlawanan sambil menghidupkan lampunya, seolah mengatakan “saya sudah memberitahu kehadiran motor saya di jalur ini, harap memberi jalan”.

Berbagai alasan membuat motor dikendarai melawan arah. Ada yang sedang terburu-buru, ada yang malas mengikuti jalan memutar, ada yang ingin menghemat bensin dengan mengambil rute lebih singkat, ada yang menghindar antri di jalan macet.

Apa pun alasannya, mengendarai motor melawan arah menyalahi peraturan. Dan mengendarai motor melawan arah membahayakan diri sendiri. Seperti kecelakaan yang terjadi di jalan layang non-tol (JLNT) Casablanca. Jalan ini menjadi jalan pintas yang menghubungkan Kampung Melayu dan Tanah Abang. Sepasang suami dan istri yang sedang hamil mengendarai sepeda motor, datang dari arah Kampung Melayu, bergerak melawan arah di JLNT. Mobil dari arah berlawanan tak melihat motor itu, mungkin karena bentuk jalan layang yang menanjak menghalangi pandangan di balik tanjakan. Mungkin juga karena kecepatan mobil di jalan searah cenderung lebih tinggi dari jalan dua arah. Akibatnya kecelakaan terjadi, penumpang sepeda motor terpental, dan ibu hamil itu meninggal di tempat.

Dilarang Membuang Sampah

Pemandangan unik terlihat ketika beredar gambar orang yang mengendarai mobil keluar dari mobilnya, lalu membuang beberapa plastik berisi sampah di tepi jalan raya. Orang yang mampu memiliki mobil pada umumnya berada di kelas ekonomi menengah. Orang-orang di kelas ekonomi menengah dianggap mengerti peraturan, karena itu mereka akan mematuhi peraturan. Namun gambar di atas menunjukkan bahwa ada individu yang membiarkan dirinya bertindak tidak sesuai dengan etika, tak mengindahkan lingkungan.

Gambar lainnya menunjukkan orang yang membuang sampah di tempat yang bertuliskan “Dilarang membuang sampah di sini”. Beberapa sampah lain sudah ada di tempat itu, sehingga papan larangan dan kenyataan sampah teronggok menjadi pemandangan unik.

Kepedulian

Stasiun Tokyo Metro terkenal dengan kesibukannya. Stasiun yang berada di ibukota Jepang ini menghubungkan rute perjalanan dari berbagai kota ke Tokyo. Keberadaan kereta cepat shinkansen (bullet train) memungkinkan mereka yang tinggal di luar kota, bekerja di ibukota Tokyo. Dengan mengendarai shinkansen, penduduk luar kota Tokyo dapat mencapai kantor sesuai jam kerja perusahaan.

Tak heran keramaian pun terjadi di pagi hari, saat para pegawai dari luar kota datang ke Tokyo untuk bekerja. Lalu stasiun Tokyo Metro kembali ramai di sore/malam hari saat pegawai pulang ke kotanya. Ketika saya sedang berada di Tokyo dan menaiki tangga berjalan di stasiun itu, tak ada orang yang berdesakan. Secara otomatis semua orang berdiri di sebelah kiri. Setelah diperhatikan, berdiri di sebelah kiri itu ternyata untuk memberi jalan bagi orang yang ingin berjalan cepat menaiki tangga, tak menunggu tangga berjalan membawanya ke atas.

Situasi di tangga berjalan itu memberi gambaran akan kepedulian terhadap lingkungan. Tak ada dua, tiga, atau empat orang yang menutupi tangga berjalan, yang menyebabkan orang lain tak dapat melintas mendahului. Seperti yang terlihat di tangga berjalan gedung kantor, pusat perbelanjaan, bandara, dan stasiun kereta di tanah air.

Self-Leadership

Melanggar aturan memancing, melawan arah lalu lintas, membuang sampah sembarangan, tak memberi jalan pada orang lain; merupakan refleksi dari bagaimana seseorang membiarkan dirinya mengambil tindakan yang bertentangan dengan etika atau aturan.

Jika dibiarkan terus, kebiasaan seperti itu akan berdampak pada perilaku di berbagai situasi lainnya, termasuk terbawa dalam dunia kerja. Selalu ada saja pegawai yang bermasalah dengan kehadiran. Kebiasaan datang terlambat atau tidak masuk kantor karena sakit secara berkala ditemukan dalam kasus kepegawaian.

Perilaku seseorang dikontrol oleh pikiran orang tersebut. Tindakan apa yang diambil merupakan hasil proses pemikiran dan pertimbangan di otak. Karena itu segala tindakan yang diambil menjadi tanggung jawab orang tersebut.

Perilaku positif sesuai etika dan norma-norma dapat dibangun melalui kebiasaan-kebiasaan sejak kecil. Orang dapat mengembangkan perilaku positif ini dengan memimpin diri sendiri (self-leadership). Self-leadership mencakup:

  • Percaya pada kemampuan diri
  • Memilih bertindak sesuai dengan etika dan aturan yang berlaku sehingga melatih diri dan terbiasa berperilaku positif
  • Mengembangkan potensi diri dan meningkatkan kompetensi
  • Bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambil
  • Mampu mengelola dan mengontrol emosi diri serta orang lain di sekitarnya

Self-leadership membentuk karakter seseorang, mendasari tindakan yang dilakukannya, dan membawa orang itu menjadi seperti apa pada akhirnya.