Adriani Sukmoro

Kebyar Kebyar

Virus Corona menimbulkan keterbatasan. Walau keterbatasan yang diakibatkan virus itu berkepanjangan, banyak orang yang tak mau menjadi tak berdaya, terhalang menggunakan waktunya. Ada yang memulai bisnis online memanfaatkan kemajuan teknologi, ada yang menjadi narasumber di berbagai webinar karena punya waktu untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, ada yang menerbitkan buku karena menjadi punya waktu untuk menulis.

Video Kolase

Menjelang bulan Agustus tahun 2021, Chandra, salah seorang anggota grup alumni suatu Sekolah Menengah Atas (SMA), membuka hari dengan ajakan. “Yuk kita bikin video alumni. Kita nyanyi rame-rame, dalam rangka merayakan kemerdekaan Republik Indonesia.”

Reaksi langsung bermunculan, “Mau nyanyi di mana? Ini kan lagi Covid!”

Yang benar saja, berani-beraninya mengajak nyanyi bareng di saat Covid sedang di puncak pengaruhnya. Sudah terlalu banyak korban terdampak virus mematikan itu.

“Kita bikin video kolase. Nyanyi sendiri-sendiri, direkam, terus dikirim ke panitia. Nanti kita bentuk panitia. Panitia akan meramu rekaman nyanyi setiap orang ke dalam satu video kolase,” Chandra menjelaskan.

“Lagu apa? Gimana caranya merekam video nyanyi?” Pertanyaan pun bermunculan.

“Kita bentuk panitia dulu. Nanti cara dan aturan perekaman video akan diumumkan panitia. Kita akan nyanyi Kebyar Kebyar, ciptaan Gombloh.”

Sebagian berpikir, lagu Kebyar Kebyar kurang bernada pop. Apakah tak kesulitan nanti menyanyikannya? Ada yang meragukan diri, kurang mengetahui lagu itu.

Panitia yang dibentuk pun bergerak. Dicari video karaoke yang memudahkan alumni mempelajari lagu Kebyar Kebyar. Teks lagu ada dalam video karaoke, tak perlu menghapal kata-kata lagu, akan sangat memudahkan alumni. Contoh video yang bisa dipelajari itu pun disebarkan di grup WhatsApp.

Kerja Bersama

Pembuatan video kolase adalah kerja bersama, bukan kerja perorangan. Tak ada yang perlu menunjukkan kelebihan bisa menyanyi sendiri, semuanya saling membantu, dan mendorong teman-teman alumni untuk ikut proyek nyanyi bersama tanpa pernah secara fisik menyanyi bersama-sama.

Ketua kelompok dari tiap kelas pun ditunjuk. Ketua kelompok bertugas menghimpun teman-teman sekelasnya untuk berpartisipasi dalam pembuatan video kolase. Ada lima kelas di SMA mereka dulu, sehingga ada lima ketua kelompok yang ditunjuk panitia.

Grup per kelas segera mengadakan meeting. Covid-19 tak menjadi penghalang, mereka memanfaatkan kemajuan teknologi. Untuk pertama kalinya sejak lulus dari sekolah, para alumni duduk di depan komputer masing-masing, saling menyapa dan bertatap muka melalui zoom meeting. Kelucuan pun muncul, ramai-ramai mengenang masa ketika masih menjadi siswa SMA, dan tak lupa mengenang para guru dengan gaya mengajar masing-masing.

Penunjukkan ketua kelompok ini cukup efektif. Semakin efektif lagi saat panitia sengaja mengumumkan jumlah kepesertaan per kelas secara berkala, membuat setiap kelas berusaha menjadi peserta terbanyak. Animo yang lumayan, terlihat dari jumlah alumni yang berpartisipasi, termasuk alumni yang menetap di luar negeri. Enam puluh dua alumni mengirimkan video rekaman mereka kepada panitia.

Di Belakang Layar

Beberapa teaser di-posting panitia untuk mengabarkan sudah sampai di mana proses sinkronisasi video kolase. Hingga tibalah saatnya di suatu malam di bulan Agustus, video kolase ditampilkan di grup alumni.

Segera saja masing-masing mengecek tampilan diri. Tak ada yang kecewa karena semua peserta yang berpartisipasi tampil dalam video kolase itu. Kostum merah putih, pernak pernik merah putih, bendera merah putih, membuat video kolase alumni terlihat semarak. Walau hanya penyanyi amatir, namun suara gabungan para alumni dalam video tak terlalu memalukan, lumayan layak didengar untuk kelas amatir.

Usaha para alumni ini mendapat pujian dari angkatan lain SMA tersebut. Memang tak mudah membuat video kolase nyanyi bersama. Di belakang layar ada orang yang melontarkan ide. Lalu dibutuhkan orang yang berminat mengerjakan ramuan musik dan mengedit video. Juga dibutuhkan komunikator, orang yang rajin menyemangati agar proyek pembuatan video kolase itu menarik kepesertaan dan semua mengikuti tenggat waktu yang ditentukan.

Di belakang layar ada juga orang-orang yang bekerja sama membuat variasi suara sopran, alto, tenor, dan bas. Walau penyanyi amatir, walau sedang pandemi Covid-19, walau ada kesibukan kantor, mereka mengatasi kendala dengan latihan melalui zoom. Not lagu dan denting piano menuntun mereka berlatih, mendapatkan nada suara yang tepat. Timbul, Elly, Parulian, Chandra, Maria, Legiman, Felix, dan tak luput saya sendiri, menguatkan variasi paduan suara amatir dalam video kolase.

Di belakang layar ada juga orang-orang yang meluangkan waktu membuat rekaman singkat menggambarkan diri dan kegiatannya. Sang pegolf andal Robert Lie memukul bola di lapangan golf, musikus Irvan Adenin dan Fie Fie mendentingkan piano, pelukis Grace memamerkan karya lukisannya, pemilik bakery Susana membuat adonan kue dan memasaknya, Elly dan Edigia yang energik bersemangat mengibarkan bendera merah putih. Kesemuanya ditampilkan dalam video kolase, mewakili para alumni lain yang tentunya punya kegiatan masing-masing dalam kehidupan post high school.

Merdeka!

Setelah hasil video kolase ditampilkan, selama lebih dari seminggu grup WhatsApp alumni dipenuhi perbincangan tentang proyek nyanyi bersama itu. Terasa kegembiraan melihat hasilnya, menjadi kenangan bagi setiap orang yang terlibat.

Video kolase itu tak hanya tersimpan dalam dokumen pribadi masing-masing alumni. Video kolase itu telah di-posting di YouTube, membuat kapan saja, di mana saja, siapa saja, dapat menonton dan mendengarnya.

Seperti pada hari ini. Di hari kemerdekaan Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus, saya kembali memutar video kolase alumni. Merdeka, dirgahayu Republik Indonesia!

Indonesia

Merah darahku, putih tulangku

Bersatu dalam semangatku

Indonesia

Debar jantungku, getar nadiku

Berbaur dalam angan-anganku

Kebyar-kebyar pelangi jingga