Kebutuhan dihargai, memiliki prestise atau status sosial, dan pencapaian tertentu adalah kebutuhan manusiawi. Abraham Maslow, psikolog dari Amerika Serikat, menggambarkan kebutuhan tersebut dalam teori motivasinya. Berbagai cara dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk dihargai. Sebagian melakukan dengan cara-cara positif, membangun penghargaan terhadap dirinya melalui karya yang diakui orang lain. Sementara ada yang cenderung membesarkan diri atau membesarkan karyanya demi menggapai penghargaan yang diinginkannya.
Tentang Sepatu
Phil Knight dilahirkan dan dibesarkan di Portland, di negara bagian Oregon. Ketika kuliah di University of Oregon, ia terpilih menjadi anggota tim pelari universitas tersebut. Kecintaannya pada olahraga lari berkembang, ditambah dengan suasana seputar kampus dan kediaman keluarganya yang mendukung untuk lari sambil menikmati keindahan alam.
Berdasarkan pengalamannya berlari, Phil Knight menyadari pengaruh sepatu yang dipakai dengan kenyamanan pelari dalam melakukan aktivitasnya.
Menyediakan sepatu yang nyaman dan membantu atlet lari lebih cepat menjadi motivasi Phil Knight untuk fokus pada industri sepatu atletik. Ketika sedang mengambil program Master of Business Administration (MBA) di Stanford University, sebagai bagian dari tugas perkuliahan, ia menulis tentang potensi bisnis impor sepatu Jepang yang berkualitas tinggi namun berbiaya rendah. Walaupun tulisannya tak mendapat tanggapan positif saat itu, namun ia percaya, ia dapat membangun bisnis sepatu olahraga di Amerika Serikat. Tentunya sepatu olahraga yang menawarkan harga yang dapat dijangkau masyarakat, nyaman dipakai, dan membantu kecepatan langkah pemakainya.
Jalan panjang dilalui Phil Knight. Dimulai dari menjadi distributor sepatu Onitsuka Tiger (sekarang menjadi ASICS) di Amerika. Ketika hubungannya dengan Onitsuka menjadi kompleks karena persaingan dengan distributor lainnya yang mencari peluang yang sama: memasarkan produk Onitsuka di Amerika; Phil Knight memutuskan mendirikan perusahaan Blue Ribbon Sports (yang kemudian menjadi Nike). Ia mengambil risiko, membangun produk sepatu karya perusahaannya. Modal pengetahuan dasarnya hanya pengetahuan tentang kebutuhan sepatu yang nyaman bagi atlet, dan pentingnya memiliki pabrik yang dapat memproduksi sepatu berkualitas dengan biaya rendah.
Keberhasilan Nike diakui dunia. Nike dikenal dengan pemanfaatan teknologi yang menghasilkan sepatu yang sesuai dengan kebutuhan atlet. Di antaranya kemampuan Nike memasukkan bantalan udara (air cushioning) dan sol wafel (waffle soul) dalam produk sepatunya. Sol wafel adalah sol sepatu yang terbuat dari bahan karet yang fleksibel, elastis, dan ringan.
Berbagai penghargaan diterima Phil Knight atas keberhasilan bisnis sepatu Nike. Ia mendapatkan prestise terhormat setelah berpuluh tahun berkarya membangun bisnis Nike. Perusahaan itu secara konsisten menjadi perusahaan sepatu terbesar di dunia. Logonya saja membawa keuntungan, dikenal secara internasional. Nike menjadi perusahaan sepatu yang paling banyak mendapat endorsement dari para atlet dunia.
Strategi Pemasaran
Seorang anggota grup WhatsApp mengunggah foto sebuah buku. Buku fiksi hasil karyanya. Cover depan buku itu terlihat jelas, menampilkan judul buku dan penulisnya. Namun ada tulisan lain di cover buku yang menarik perhatian. “Best Seller”, demikian tulisan dalam ukuran lumayan besar tertera di sana.
Langsung saja pertanyaan muncul di pikiran: bagaimana bisa menjadi best seller jika buku itu baru dipasarkan? Bahkan buku itu tak ditemukan di toko buku besar yang ada di mal.
“Ah, itu hanya strategi pemasaran,” demikian jawaban dari penulis buku tadi ketika diberi selamat atas pencapaian bukunya menjadi best seller.
Terdengar ringan, namun bisa saja menjadi dilema antara the Do’s dan the Don’ts dalam melakukan sesuatu. Apakah pantas mencantumkan tulisan best seller di cover buku demi menarik pembaca atau pembeli? Bukan karena banyaknya jumlah pembeli buku itu sehingga berhak mendapatkan predikat best seller?
Di era teknologi yang memberi kemudahan akses informasi, pembaca akan tertarik membeli sebuah buku jika mereka melihat ulasan yang bagus tentang buku itu. Karena itu, seorang penulis tak perlu membohongi diri sendiri, buku laris ditentukan oleh orang yang membaca dan memberi penilaian terhadap buku itu. Pengakuan akan hasil karya yang baik dengan sendirinya membuat karya itu dihargai, dan penulisnya mendapat prestise tertentu di bidangnya.
Pelatihan Online
Di suatu kesempatan, beberapa pembicara menjadi narasumber pelatihan yang dilakukan melalui platform zoom. Narasumber atau fasilitator yang dipilih adalah orang-orang yang ahli dalam topik yang diangkat.
Pelatihan setengah hari itu berjalan lancar. Selain topik yang menarik, pelatihan dibuat interaktif, sehingga peserta mendapat kesempatan untuk bertanya dan menggali pengetahuan sesuai kebutuhan masing-masing.
Pertanyaan peserta diajukan melalui wadah chat dalam zoom. Pertanyaan yang diajukan peserta beragam dan relevan dengan situasi masa kini. Pertanyaan yang sudah dijawab umumnya mendapat ucapan terima kasih dari penanya.
Namun, di antara pertanyaan yang banyak dan beragam itu, ada peserta yang tidak mengajukan pertanyaan, beliau justru menuliskan pernyataan. Isinya memuji salah satu fasilitator dalam pelatihan itu. “Bravo! Luar biasa presentasinya! Mantaaaap!” Pujian itu disertai dengan penyebutan nama sang fasilitator. Tak lama kemudian, muncul satu lagi pernyataan berisi pujian bernada sama di antara pertanyaan dari peserta lainnya. Lagi-lagi pujian ditujukan kepada fasilitator yang sama.
Memuji dengan ketulusan adalah hal yang positif. Namun pujian dalam sesi pelatihan itu terlihat unik, dan bisa saja mengganggu karena lepas dari konteks wadah chat yang menampung pertanyaan. Pujian itu ditujukan hanya ke satu narasumber, dengan kata-kata yang ekstra mendukung, seperti memberi kredit poin dalam suatu kompetisi. Sementara pelatihan dengan beberapa narasumber atau fasilitator ditujukan untuk memperkaya wawasan tentang topik yang diangkat, bukan kompetisi kehebatan fasilitator.
Orang bisa saja menduga, peserta yang memberi pujian itu mungkin anak buah fasilitator tersebut, atau anggota keluarganya. Jika memang itu yang terjadi, dilema antara the Do’s dan the Don’ts dalam melakukan sesuatu kembali muncul. Jika seseorang memang fasilitator yang hebat, tak perlu membuat hal-hal yang tujuannya meyakinkan orang lain tentang kepiawaiannya. Pengakuan sebagai fasilitator yang bagus bisa saja dalam bentuk banyaknya undangan kepada orang tersebut untuk menjadi narasumber di berbagai ajang pelatihan.
Girl You Know It’s True
Di era 1990an, duo Milli Vanilli yang terdiri dari Fab Morvan dan Rob Pilatus sangat terkenal. Duo dari Eropa itu mendapatkan kesuksesan dalam sekejap melalui album Girl You Know It’s True. Dalam jangka waktu kurang dari setahun, duo itu mendapat 6 platinum album, dan Grammy Award untuk artis pendatang baru. Grammy Award merupakan penghargaan bergengsi yang diidam-idamkan para penyanyi dan pekerja musik di Amerika, penghargaan yang menjadi pengakuan akan prestasi luar biasa dalam industri musik negeri Paman Sam.
Ketenaran itu membuat mereka sering diwawancara media cetak maupun media audiovisual. Aksen Fab Morvan yang berasal dari Perancis dan aksen Rob Pilatus yang berasal dari Jerman terdengar cukup kental. Akibatnya timbul pertanyaan wartawan dan pemirsa: bagaimana duo itu bisa menyanyikan lagu berbahasa Inggris tanpa aksen?
Pertanyaan itu berkembang menjadi kecurigaan. Wartawan pun ‘mengejar’ duo Milli Vanili, berusaha mencari tahu kebenaran dari kesuksesan mereka.
Tak tahan akan tekanan, akhirnya Fab Morvan dan Rob Pilatus mengadakan konferensi pers, mengakui kebohongan yang mereka lakukan. Mereka tidak pernah menyanyi, baik di panggung maupun dapur rekaman. Mereka melakukan lip sync saat menyanyi. Lagu itu dinyanyikan orang lain, yang tak pernah disebut namanya dan tak pernah muncul ke permukaan. Produser album mereka, Frank Farian, yang mendalangi semua kebohongan itu. Sebagai penyanyi yang ditampilkan dengan nama duo Milli Vanilli, peran mereka dalam pembohongan tersebut sama besarnya dengan sang dalang.
Kebohongan Milli Vanilli menjadi skandal terbesar dalam industri musik. Menyusul pengakuan tersebut, banyak tuntutan yang muncul terhadap Milli Vanilli dan produsernya. The Recording Academy yang menetapkan pemenang Grammy Award, mencabut penghargaan Grammy yang diberikan kepada Milli Vanilli. Sejauh ini kejadian pencabutan Grammy Award Milli Vanilli menjadi satu-satunya dalam sejarah perhelatan penghargaan musik Amerika Serikat.
Pada akhirnya Milli Vanilli tidak dihargai dan kehilangan prestise. Mereka memang tak pernah berkarya.
Menjadi Diri Sendiri
Orang yang paling gampang untuk dibohongi adalah diri sendiri. Begitu kutipan tulisan Sir Edward Bulwer-Lytton, seorang politikus, penyair, pengarang lakon, dan novelis dari Inggris.
Mengapa ada kecenderungan orang membohongi diri sendiri? Ada berbagai alasan, di antaranya untuk membangun citra diri (self-image). Lebih jauh lagi, seseorang yang menciptakan kebohongan tentang dirinya atau karyanya, bisa saja memengaruhi orang lain untuk memercayai kebohongan itu.
Fyodor Dostoevsky, seorang jurnalis dari Rusia, mengatakan, membohongi diri sendiri bisa menjebak diri memercayai kebohongan itu, sehingga menjadi tak mampu lagi membedakan kebenaran dan kebohongan. Ia akan selalu khawatir pada pandangan orang terhadap dirinya, sehinga sulit menjadi dirinya sendiri.
Seseorang akan merasakan kepuasan pribadi yang sesungguhnya jika ia berhasil memenuhi kebutuhan dihargai, memiliki prestise, dan pencapaian tertentu melalui karya-karyanya.