Adriani Sukmoro

Paris

Olimpiade 2024 telah dibuka 26 Juli lalu. Paris menjadi tuan rumah ajang pertandingan olahraga dunia yang bergengsi itu. Bukan pertama kali ini Paris menjadi tuan rumah Olimpiade. Tahun 1900 dan tahun 1924 Paris juga terpilih menjadi tempat Olimpiade diselenggarakan.

Keramaian pesta olahraga dunia seakbar Olimpiade bisa membawa manfaat ekonomi bagi negara penyelenggara. Negara itu akan menata infrastruktur demi kesuksesan penyelenggaraan Olimpiade, kota akan dipenuhi pendatang yang ingin menonton pertandingan Olimpiade, sekaligus menyempatkan waktu mengunjungi berbagai pusat wisata di negara itu. Peluang usaha pun bermunculan, kesempatan kerja bagi penduduk setempat merebak. Banyak negara yang tertarik menjadi tuan rumah Olimpiade menimbang manfaat ekonomi yang bisa dipetik. Tak semua mendapat peluang. Seleksi pemilihan dan keputusan negara penyelenggara Olimpiade dilakukan oleh Komite Olimpiade Internasional (the International Olympic Committee).

Kabaret

Di masa libur kenaikan kelas sekolah, saya dan keluarga mendaftar mengikuti tur Eropa Barat di biro perjalanan. Paris salah satu kota yang tertulis di itinerary perjalanan tur itu, menjadi daya tarik tersendiri. Walau belum pernah ke sana, Paris sudah tak asing bagi saya sejak masa kecil; banyak buku, film, dan berita yang menceritakan tentang keindahannya.

Peserta tur dibawa mengunjungi tempat-tempat andalan (iconic places) kota Paris: Menara Eiffel, Museum Louvre, Gereja Katedral Notre-Dame, Arc de Triomphe, Istana Versailles, Place de la Concorde, bahkan hingga Disneyland. Tapi pengalaman unik justru saya dapatkan di Lido de Paris. Peserta tur dibawa menonton Lido de Paris Cabaret Show di area Champs-Élysées di malam hari. Jika bukan karena ikut tur biro perjananan, sepertinya tak terpikir nonton kabaret ala Paris.

Kabaret yang dianggap berasal dari Perancis, berisi pementasan seni musik dan tari. Sajian tontonan kabaret itu disertai makan malam dengan suguhan makanan lokal. Penonton duduk di meja sesuai nomor tiket yang dibeli. Ada rasa canggung. Saya dan peserta tur lainnya mengenakan pakaian santai, dengan dandanan ala kadar akibat bangun pagi dan mengikuti perjalanan tur sepanjang hari. Sementara penonton lokal tampak berdandan khusus, mengenakan pakaian malam yang modis, busana gala dinner. Tempat duduk mereka pun lebih strategis dibandingkan meja peserta tur yang berada di belakang.

Ruang pertunjukan kabaret luas, memuat puluhan meja tempat makan malam penonton dan panggung yang besar. Suasana pertunjukan mewah, lampu panggung terang benderang, menyinari para penari kabaret yang kompak dalam gerakannya. Lumayan terpukau menonton kabaret selama dua jam, memuaskan rasa ingin tahu.

Lido de Paris Cabaret Show sudah ditutup sekarang ini. Manajemen tempat itu mengganti konsep pertunjukan, konsep baru yang mungkin dianggap lebih kekinian.

Salad

Di suatu kesempatan, lebih dari sepuluh tahun setelah liburan kerluarga mengunjungi Paris, suami dijadwalkan melakukan kunjungan ke Grenoble di Perancis. Grenoble pusat perkeretaapian di Perancis, berhubungan dengan bidang manajemen transportasi tempat suami bekerja. Saya langsung menyambar tawaran mendampingi beliau dalam kunjungan ke Perancis itu, kesempatan untuk menginjakkan kaki lagi di Paris.

Saya berhasil menghubungi Annette, teman kuliah yang menikah dengan seorang pria Perancis dan menetap di Paris. Mumpung berada di Paris, segera saja jadwal ketemu dengan Annette diatur. Kebetulan ada hari dimana ia hanya bekerja setengah hari, membuat waktu makan siang bersama menjadi mungkin di hari itu.

Jadwal ketemu sengaja dibuat saat suami mengunjungi Grenoble, saya punya waktu sendiri. Bermodalkan peta yang diberikan concierge hotel, saya melangkah ke stasiun Mass Rapid Transport (MRT) terdekat. Proses pembelian tiket berjalan dengan lancar, MRT muncul tepat waktu.

Peta dari hotel tadi sangat informatif dan akurat. Kekhawatiran tersesat, terutama karena orang Perancis terkenal tak suka menjawab turis yang menggunakan bahasa Inggris, segera sirna melihat plang setiap stasiun yang bisa terbaca dengan jelas. Saya turun di stasiun yang tak jauh dari lokasi pertemuan dengan Annette.

Merasa lega bisa mencapai restoran tempat bertemu sebelum Annette tiba di sana. Restoran itu terletak di lantai dua. Saya melewati beberapa penduduk lokal, kebanyakan perempuan, yang duduk minum teh atau kopi sambil membaca buku di lantai dasar. Ada rak buku di sebelah kanan, dan ada counter barista di salah satu sudut. Sepertinya lantai bawah itu restoran yang menyediakan buku bacaan bagi pelanggannya. Suasana rileks terasa sekali, lumayan sepi, tak ada suara musik.

Saya naik ke lantai dua, memesan minuman juice segar. Tak lama kemudian Annette muncul. Ia menekankan pola makan sehat, restoran tempat ketemu itu sengaja dipilih karena menyajikan berbagai pilihan menu salad.

Makan siang diisi berbagai cerita tentang bagaimana Annette menikah dengan pria Perancis dan menetap di Paris, juga pengalaman unik saat Annette bepergian ke berbagai tempat di masa mudanya.

Shakespeare and Company

Tanpa sengaja, saat saya di Paris, seorang teman kuliah lainnya sedang berada di Paris juga. Ari, teman kuliah itu, bekerja di perusahaan minyak Perancis yang beroperasi di Balikpapan. Ia sedang melakukan perjalanan dinas (business trip) ke kantor pusat perusahaan di Paris.

Annette mengatur janji ketemu Ari pada hari itu, namun di malam hari. Saya tak punya agenda kegiatan di sisa hari itu. Tanpa ragu saya menyatakan mau ikut ketemu Ari. Ketemu teman kuliah di Paris, padahal keduanya berdomisili di Jakarta!

Sambil menunggu waktu ketemu dengan Ari, Annette membawa saya berkeliling ke taman, mengagumi karya seni yang ada di seputar taman. Juga menelusuri jalan sambil menikmati es krim lokal.

Tempat ketemuan dengan Ari malam itu cukup unik: di lapangan terbuka yang diisi beragam manusia, dalam cahaya temaram. Dalam hati saya surprise, Annete bisa mengenali Ari yang dibalut jaket hitam dan mengenakan topi (udara malam agak dingin di musim gugur itu); sementara saya tak mengenalinya.

Dengan berjalan kaki, Annette membawa saya dan Ari ke toko buku Shakespeare and Company di Rue de la Bûcherie, area sisi kiri Sungai Seine. Toko berlantai dua itu menjual buku baru dan buku bekas. Pengunjungnya bebas membaca buku yang ada di toko tanpa bayaran, bahkan toko itu menyediakan tempat tidur praktis yang tersimpan di antara rak buku. Pengunjung bisa leyeh-leyeh membaca buku, atau beristirahat di tempat tidur bila mengantuk.

Shakespeare and Company pernah menjadi penerbit buku dan majalah sastra. Juga menyelenggarakan diskusi sastra, dan pembacaan buku sastra oleh pengarangnya. Ernest Hemingway, Paul Sartre, dan Simone de Beauvior pernah membacakan karya mereka di toko itu. Tak heran toko buku itu sangat populer di Perancis. Saking populernya, film Hollywood Julie & Julia dan Midnight in Paris menampilkan adegan berlatar Shakespeare and Company.

Waktu kunjungan yang singkat membuat saya tak membeli buku di Shakespeare & Company. Mungkin lain kali, jika ada rezeki dan kesempatan kembali ke Paris.

Sudah lumayan malam ketika makan malam dengan Annette dan Ari berakhir. Tapi tak perlu khawatir pulang ke hotel dengan naik MRT. Ari berbaik hati menemani hingga saya turun di stasiun dekat hotel. Ari dan keluarganya pernah tinggal di Paris selama beberapa tahun, membuat kota itu tak asing baginya.

Menara Eiffel

Beruntung sekali hotel tempat menginap tak jauh dari Menara Eiffel yang kesohor. Menara Eiffel bisa dicapai dengan berjalan kaki dari hotel dalam delapan menit. Walau dulu sudah pernah mengunjungi menara tersebut, tetap saja suatu keharusan melihat Menara Eiffel lagi saat kaki menginjak kota pusat mode dunia itu.

Keberuntungan lainnya, kunjungan kedua itu bukan di masa liburan musim panas (peak season). Kerumunan padat turis tak terlihat di seputar Menara Eiffel; membuat lebih bebas mengambil foto berlatar Menara Eiffel sepuasnya.

Sebelum kembali ke tanah air, saya dan suami menyempatkan jalan-jalan ke Menara Eiffel lagi di sore menjelang malam hari. Menara itu terlihat penuh cahaya. Keseluruhan kota Paris memang dipenuhi cahaya lampu, banyak tempat hiburan yang buka hingga tengah malam. Pantas jika Paris disebut sebagai the City of Lights.

Taman Square Jean XXIII

Sebelum kembali ke tanah air, saya dan suami menyempatkan waktu ke taman Square Jean XXIII yang terletak di belakang gereja Notre-Dame Cathedral yang terkenal. Terkenal karena rancangan arsitektur dan besarnya gereja itu (panjangnya hingga 130 meter, lebarnya mencapai 48 meter, sementara ketinggiannya 35 meter). Gereja itu memberi inspirasi pada Victor Hugo, sastrawan dan penyair ternama Perancis. Ia menulis karya sastra The Hunchback of Notre-Dame yang berlatar Notre-Dame Cathedral.

Taman Square Jean XXIII di musim gugur menyuguhkan pemandangan tersendiri. Daun menguning bertengger di dahan pohon, sementara daun-daun kuning yang gugur menutupi tanah. Foto yang dihasilkan dengan warna-warna daun kuning itu mengesankan, khas musim gugur. Udara tak terlalu dingin di pagi itu, saya dan suami berlama-lama duduk menikmati pemandangan air mancur dan keseluruhan taman.

Puas duduk di taman, saya dan suami menelusuri Notre-Dame Cathedral, lalu berjalan kaki ke Museum Louvre dalam beberapa menit. Jalan-jalan hari itu diakhiri dengan menelusuri tepi Sungai Seine. Tampak kapal yang membawa turis mengarungi Sungai Seine, beberapa turis di kapal melambaikan tangan kepada orang-orang yang berada di tepi sungai. Saya dan keluarga dulu juga seperti para turis itu, mengarungi Sungai Seine bersama peserta tur lainnya. Sungai Seine seperti jantung kota Paris, saat melintasinya turis bisa melihat berbagai monumen dan gedung terkenal: Menara Eiffel, Museum Louvre, taman Place de la Concorde, dan lain-lain.

Olimpiade 2024 masih berlangsung di Paris saat ini. Rakyat Indonesia menantikan keberhasilan para atlet negeri menyumbangkan medali dan mengibarkan Sang Saka Merah Putih di ajang akbar Olimpiade.

Sungai Seine menjadi bagian sejarah Olimpiade. Untuk pertama kalinya, pembukaan Olimpiade diselenggarakan di luar stadion. Presiden Perancis, Emmanuel Macron dan Ibu Negara, serta para tamu undangan, duduk di panggung khusus yang dibangun di tepi Sungai Seine. Defile para atlet dilakukan di Sungai Seine, mereka berlayar di atas kapal, mengarungi sungai itu dengan bendera negara masing-masing. Para atlet dunia yang mengarungi Sungai Seine itu pasti bangga mewakili negara, dan berkesempatan mengharumkan nama bangsa.

Ada rasa haru melihat upacara pembukaan Olimpiade 2024. Bersyukur saya dan keluarga diberi kesempatan yang sama, pernah mengarungi Sungai Seine.