Adriani Sukmoro

Papal

Minggu lalu, media diisi berita kunjungan Sri Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik dunia, ke tanah air. Di usianya yang menginjak 87 tahun, Paus Fransiskus menjalani kegiatan yang padat di Jakarta. Setiap kali ia berkendaraan menuju tempat kegiatan, banyak orang berdesakan di tepi jalan, berusaha menyapa dan mendapat berkat dari Paus Fransiskus.

Terowongan Silaturahmi

There is a light at the end of the tunnel. Pepatah itu digunakan untuk menggambarkan, selalu ada harapan saat seseorang melalui masa sulit, seperti cahaya yang ada di akhir terowongan. Setiap terowongan ada ujungnya.

Terowongan Silaturahmi menjadi contoh dari terowongan yang tak berarti gelap. Terowongan Silaturahmi menghubungkan dua rumah ibadah: Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, di pusat kota Jakarta. Terowongan itu menjadi simbol kerukunan antar umat beragama umumnya; umat Islam dan umat Katolik khususnya.

Dalam kunjungannya ke Indonesia, Paus Fransiskus bertemu dengan Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal, Kamis 5 September lalu. Nasaruddin Umar meminta Paus Fransiskus untuk menjadi saksi dari fungsi Terowongan Silaturahmi.

Pertemuan antara pemimpin Gereja Katolik dunia dengan Imam Besar Masjid Istiqlal penuh makna; simbolik dari bagaimana memelihara kasih, toleransi, dan persatuan. Seperti pesan Paus Fransiskus dalam acara itu: kaum beriman yang berasal dari tradisi keagamaan yang berbeda-beda, memiliki tugas membantu semua orang untuk melewati terowongan dengan pandangan yang diarahkan menuju terang. Terowongan Silaturahmi akan menjadi tempat dialogis antar umat beragama.

Misa Umat

Seperti kunjungannya di berbagai negara lain, puncak kegiatan Paus Fransiskus diisi dengan memimpin misa bagi umat Katolik di Gelora Bung Karno (GBK). Sekitar 84.000 umat Katolik berdatangan ke GBK beberapa jam sebelum misa dimulai.

Misa di GBK membawa ingatan pada pengalaman bulan September tahun 1987, tiga puluh tujuh tahun lalu, saat Paus mengunjungi Amerika Serikat. Saat itu Paus Yohannes Paulus II yang menjadi Pemimpin Gereja Katolik dunia. Ada beberapa kota yang dikunjungi selama di Amerika Serikat, salah satunya kota New Orleans. Suatu keberuntungan bagi saya pribadi, saat itu saya menetap di New Orleans.

Sambutan atas kedatangan Paus Yohannes Paulus II membuat kegiatan rutin penduduk New Orleans seolah terhenti. Semuanya berusaha mengikuti kegiatan Paus, maklum mayoritas penduduk kota itu beragama Katolik. Hingga puncaknya saat Paus Yohannes Paulus II memimpin misa bagi umat Katolik di lapangan University of New Orleans (UNO) Lakefront. Diperkirakan sekitar 130.000 umat hadir; saya dan suami berada di antara para umat itu.

Jika misa di GBK menyediakan tiket gratis masuk bagi umat namun terbatas sehingga hanya yang beruntung yang mendapatkannya, misa di UNO Lakefront terbuka tanpa batas. Hal itu mungkin dilakukan karena tempatnya memang lapangan terbuka yang luas, dengan hamparan rumput hijau, dan pemandangan Danau Ponchartrain di kejauhan.

Misa di UNO Lakefront dilakukan siang hari. Namun saya dan suami berangkat pagi hari, mengikuti saran suratkabar, guna mendapatkan tempat di bagian depan lapangan. Hari itu semua sarana transportasi publik gratis, tak mengenakan biaya. Setiap beberapa menit bus siap mengangkut penumpang, seolah persediaan bus tak ada habisnya. Lebih hebat lagi, rute bus dari downtown ke UNO Lakefront yang biasanya tidak ada, khusus diadakan hari itu untuk mengangkut umat ke kegiatan misa.

Tak sia-sia sudah berada di tempat misa sejak pagi. Saya dan suami mendapat tempat menghadap altar misa. Matahari bersinar terang, membuat hawa agak panas. Secara perlahan awan menutupi matahari yang tadi bersinar terang. Tiba-tiba hujan deras turun, sungguh deras, disertai angin. Walau banyak yang membawa payung, tetap basah kehujanan karena angin yang bertiup membuat diri tak bisa berlindung di balik payung.

Secepat mendung dan hujan datang, secepat itu pula hujan berhenti. Dan terdengar pengumuman, Paus sudah tiba. Saya dan suami tambah terkejut, ketika umat di sekitar berteriak senang. Mobil Paus ternyata melewati lorong tempat saya dan suami duduk, membuat saya bisa melihat Paus dengan jelas. Walau mobilnya berjalan dengan pelan dan berjarak dekat, tak ada yang mampu menjabat tangannya. Peristiwa tertembaknya Paus Yohannes Paulus II pada 13 Mei 1981 membuat petugas keamanan mengharuskannya mengendarai mobil berkaca anti peluru. Beliau pun jadi tak bebas menyalami umat seperti sebelum penembakan itu.

Umat khusyuk mengikuti misa walau tubuh basah kehujanan. Seperti misa yang teratur di GBK baik sebelum, saat, dan sesudah misa; misa di UNO Lakefront juga berjalan dengan kedisiplinan umat yang tinggi. Tak ada sampah berserakan, tak ada yang menyerobot antrian.

Audiensi Kepausan

Keberuntungan kedua saya alami bulan Desember 2017. Bapak Ignatius Jonan menawarkan suami dan saya ikut rombongan beliau ke Vatikan. Rombongan akan menjalani misa audiensi dengan Sri Paus di Vatikan.

Paus biasanya mengadakan audiensi dengan peziarah iman di Lapangan Santo Petrus (St Peter’s Square), Vatikan, setiap Rabu pagi. Lapangan itu bisa memuat sekitar 10.000 orang. Dalam audiensi, para peziarah bisa berdoa bersama Sri Paus. Di musim panas (jika suhu tinggi) dan musim dingin, audiensi dengan Paus dilakukan di dalam ruangan, di Aula Paul VI. Aula itu bisa memuat 6.000 peziarah iman.

Audiensi Sri Paus di bulan Desember 2017 itu diadakan di Aula Paul VI. Keluarga Bapak Ignatius Jonan berada di barisan tempat duduk paling depan, sementara rombongannya mendapat tempat duduk biasa. Sekali lagi saya dan suami berkesempatan melihat Paus dari dekat, kali ini dengan Paus Fransiskus yang menduduki posisi Pemimpin Gereja Katolik dunia sejak Maret 2013 hingga sekarang.

Suami lebih beruntung lagi. Ia kembali mengikuti misa audiensi Sri Paus di bulan Januari 2019. Tak dinyana, ia dipilih untuk duduk di barisan paling depan. Paus Fransiskus menyalami umat yang duduk di kursi paling depan, membuat suami mendapat berkat langsung dari Sri Paus. Ia sangat bahagia dengan kesempatan itu. Fotonya saat diberkati Paus Fransiskus diperbesar, dibingkai, dipajang di rumah dan di kantornya!

Kunjungan Paus selalu disebut sebagai Papal Visit. Panitia yang mengurus kunjungan Sri Paus juga menyebut timnya sebagai Papal Visit Committee. Kata Papal berhubungan dengan posisi tertinggi dalam Gereja Katolik.

Kunjungan Paus Fransiskus meninggalkan banyak kesan: damai, saling menghargai, saling menyayangi. Orang akan mengingat pesannya: bangsa besar seperti Indonesia akan semakin besar jika mampu menjaga keberagaman, dan menjadi bagian dari upaya menciptakan kedamaian dunia. Paus juga menekankan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan demi kehidupan di masa depan.

Bagi saya pribadi, saya mengingat ucapan Paus Fransiskus tentang berkat dan kesusahan: focus on your blessings, not your misfortunes. Hidup perlu bersyukur, jangan hanya mengeluh atas keadaan. Saya juga mengingat pendapat seseorang yang mengatakan, hal menonjol dari Paus Fransiskus adalah his act is genuine. Terlihat keselarasan antara perkataan dan perbuatannya.