Adriani Sukmoro

Barisan Berkebaya

Di Minggu pagi, 6 November 2022 lalu, perempuan-perempuan berkebaya menjejali jalan Thamrin, jalan protokol ibukota. Perempuan-perempuan itu sedang terlibat dalam Parade Kebudayaan Nusantara. Car free day yang berlaku dari pukul 6.00 hingga pukul 10.00 pagi, memungkinkan barisan perempuan berkebaya memenuhi jalan tanpa hambatan kendaraan bermotor. Pemandangan yang mengingatkan, kebaya adalah bagian dari busana nasional perempuan Indonesia.

Perempuan Pelestari Busana Nasional?

Dalam perayaan Hari Kartini di bulan April, dan perayaan Hari Ibu di bulan Desember, sudah lumrah melihat perempuan berkebaya, terutama bagi mereka yang bekerja di instansi pemerintah dan merayakannya. Juga tak luput ibu-ibu istri pegawai pemerintah yang tergabung dalam berbagai persatuan istri karyawan.

Dalam kegiatan pernikahan anak, orangtua dan sanak keluarga banyak yang mengenakan kebaya. Pengantin perempuan pun tak luput dari berkebaya. Kenangan akan hari pernikahan pun diwarnai dengan kebaya meriah, yang dijahit secara khusus untuk acara tersebut.

Acara wisuda pun tak luput menghadirkan para sarjana baru perempuan berkebaya. Tak peduli kebaya nantinya ditutupi oleh toga, sleber, dan baju toga; sarjana baru perempuan tampil anggun dengan kebaya di hari kelulusannya itu.

Tak heran ada yang mengatakan, perempuan adalah pelestari busana nasional. Secara tidak langsung, penampilan kebaya dalam peringatan hari-hari penting perempuan di atas, mengingatkan kita akan jati diri perempuan Indonesia.

Kebaya memang sudah menjadi bagian dari perempuan Indonesia sejak zaman Kerajaan Majapahit, sekitar tahun 1350-an. Masyarakat tanah Jawa, tempat Kerajaan Majapahit berada, terbiasa menggunakan kebaya, terutama para permaisuri dan selir raja. Dalam perkembangannya, kebaya secara umum dipakai di Jawa, Sunda, dan Bali; sebelum akhirnya menyebar ke kepulauan lain di tanah air, dan kemudian dijadikan busana nasional.

Anggun dan Percaya Diri

Perempuan berkebaya biasanya tampil dengan dandanan yang lebih dari penampilan sehari-hari. Mengapa demikian? Karena mengenakan kebaya menjadi kegiatan yang spesial, ada makna tertentu dalam kegiatan yang dilakukan. Kebaya pun jadi mempercantik perempuan Indonesia.

Kebaya mengandung nilai filosofis. Kesabaran dan lemah lembut merupakan makna yang tersimpan dalam kebaya; seperti yang saya rasakan setiap kali berkebaya. Saya menjadi lebih luwes dalam gerakan, lebih teratur dalam sikap duduk, lebih sabar dalam melangkahkan kaki, tak sembarangan. Sikap yang sama dialami perempuan berkebaya lainnya. Keadaan ini memberi kesan bahwa perempuan berkebaya lebih anggun, ada unsur feminitas dan kerapian yang terlihat. Bahkan ada yang mengatakan, perempuan berkebaya terlihat lebih percaya diri. Sikap yang lebih terjaga mungkin mencerminkan seseorang yang tahu apa yang harus dilakukan.

Kebaya Cerminan Negeri

Selain Indonesia, kebaya bisa ditemui di negara tetangga. Tak heran kebaya dijadikan sebagai seragam maskapai penerbangan negara-negara Asia Tenggara. Garuda Indonesia, Singapore Airlines, Malaysia Airlines, dan Royal Brunei Airlines memilih kebaya sebagai busana pramugari maskapai tersebut.

Ibu Negara Indonesia selalu mengenakan busana kebaya saat berkunjung ke negara lain, maupun saat menerima kunjungan kenegaraan. Sementara Ibu Negara Malaysia kerap mengenakan baju kurung, dan Ibu Negara Singapura sering mengenakan baju berpotongan busana cina atau baju kurung. Di sisi lain, seorang kolega dari Singapura mengenakan blus merah dan rok putih dalam acara ramah tamah konferensi internasional kantor di Miami, Florida. Saat itu seluruh peserta konferensi diminta mengenakan busana nasional negara masing-masing. Kolega Singapura itu mengatakan, tak ada busana nasional Singapura, sehingga ia memutuskan mengenakan baju biasa berwarna bendera negaranya.

Situasi di atas menjadi dasar pertanyaan yang ada di benak kepala. Mengapa kebaya, yang sangat identik dengan Indonesia, dan dikenakan perempuan Indonesia secara umum dalam berbagai acara penting; malah akan diajukan oleh Singapore’s National Heritage Board (NHB) kepada UNESCO sebagai Intagible Cultural Heritage (warisan budaya tak benda) dari negara-negara yang mendukung usulan itu (Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand)?

Generasi muda perlu turut berpartisipasi melestarikan budaya negeri. Perempuan muda perlu mempertahankan tradisi berkebaya di hari perayaaan perempuan, maupun hari istimewa lainnya. Seperti pepatah yang mengatakan, preserve cultural heritage, it defines the national identity of a country. Mempertahankan warisan budaya akan melestarikan identitas nasional negara.