Adriani Sukmoro

Auburn

Auburn kota kecil dibandingkan Surabaya, Bandung, Medan, atau Jakarta. Letaknya di negara bagian Washington, di ujung Amerika Serikat bagian barat. Letaknya tak jauh dari perbatasan Amerika dan Kanada, membuat warga Auburn bisa menyeberang dengan kendaraan ke kota Vancouver di negara tetangga Kanada hanya dalam waktu dua setengah jam. Auburn yang berpenduduk sekitar 85.699 orang ini tak pernah masuk dalam radar perhatian. Karena itu saya tak menyangka, langkah kaki ini bisa sampai di Auburn.

Strategi Menghemat

Ketika putri sulung duduk di tahun terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA), ia mengutarakan keinginannya melanjutkan sekolah ke negeri Paman Sam. Keinginan itu tak masuk dalam rencana anggaran keluarga. Kuliah di Amerika pasti mahal.

Ternyata putri sulung menghadiri wejangan seorang pembicara yang dihadirkan sekolahnya. Sekolahnya memang sengaja mengundang beberapa pembicara berlatar belakang pendidikan, para pembicara undangan itu membagi pengalaman dan pandangan mereka tentang pendidikan kesarjanaan. Salah seorang di antaranya mengatakan, jika mempunyai dana, pergilah menuntut ilmu ke negeri Paman Sam. Pendidikan terbaik ada di sana, katanya.

Putri sulung pun tergerak mengumpulkan brosur saat pameran pendidikan lanjutan di sekolahnya, dan menghadiri presentasi beberapa perguruan tinggi, khususnya yang berbasis di Amerika. Salah satu peserta pameran, wakil dari Green River Community College, terlihat sangat membantu dalam presentasinya. Pemapar mengajak murid-murid yang hadir untuk menghitung biaya yang dibutuhkan jika kuliah di institusi mereka.

Dari hasil kalkulasi terlihat, biaya kuliah bisa ditekan jika memasuki community college (kampus komunitas) di Amerika Serikat, tidak langsung masuk ke universitas di sana. Community college mengeluarkan Associate, menyerupai sekolah untuk mendapat gelar diploma di Indonesia. Dibutuhkan minimum dua tahun kuliah untuk mendapatkan gelar Associate, gelar ini bisa menjadi batu loncatan untuk mendapatkan gelar sarjana (bachelor degree) di universitas. Penghematan bisa mencapai lima puluh persen selama dua tahun itu, karena biaya kuliah di community college jauh lebih rendah dari universitas. Tinggal membayar mahal sisa dua tahun lagi untuk mendapat gelar sarjana dari universitas di Amerika Serikat.

Pengetahuan tentang strategi menghemat di atas sangat bermanfaat, putri sulung pun mendapat restu melanjutkan sekolah ke Amerika Serikat.

Green River Community College

Keputusan putri sulung untuk kuliah di Green River Community College (GRCC), menjadi jalan mengenal Auburn. GRCC yang terletak di Auburn bisa dicapai melalui penerbangan internasional dari Jakarta ke Seattle, ibukota negara bagian Washington, lalu dilanjutkan dengan berkendaraan selama tiga puluh menit ke Auburn.

Langsung terasa perbedaannya, dari kota Seattle yang padat dan sibuk, masuk ke Auburn yang lebih rileks. Walaupun disebut sebagai kota ke empat belas terbesar di negara bagian Washington, tetap saja warga Auburn tak terlihat tergesa-gesa. Saat itu masih di awal September, tapi setiap orang memakai jaket, melindungi diri dari udara yang agak dingin.

Kampus utama GRCC terletak di Lea Hill. Putri sulung memilih tinggal di apartemen mahasiswa (student housing) yang disediakan GRCC, memudahkannya untuk mencapai kampus dengan berjalan kaki. Setiap apartemen dihuni empat mahasiswa. Ketika putri sulung memasuki apartemennya, selembar kertas besar berisi pesan yang ditulis dengan spidol hitam terletak di atas meja. Pesan dari penghuni apartemen yang lebih senior, mahasiswa dari Jepang, yang sudah menempati apartemen itu setahun lamanya. Inti pesannya: jaga kebersihan! Apartemen itu memang terlihat sangat bersih, mahasiswa Jepang tadi cukup tegas mengatur penghuni baru agar bersama-sama merawat apartemen.

Salah Arah

Saya membantu putri sulung membeli berbagai perlengkapan yang dibutuhkan untuk apartemennya dan perkuliahannya. Kesibukan belanja membuat lupa waktu, hari mulai gelap. Saya dan putri sulung pun segera bergegas menumpang bus menuju hotel tempat menginap sementara di Auburn.

Hari sudah gelap, hanya terlihat lampu-lampu bangunan dari kaca bus. Setelah beberapa waktu lamanya, mulai bertanya-tanya, mengapa tempat tujuan tidak disebutkan supir bus dari tadi? Mengapa perjalanan dari tempat belanja lebih lama dari biasanya? Akhirnya bertanya pada sesama penumpang bus. Ternyata bus yang saya dan putri sulung naiki berada di jalur yang berbeda, bukan di jalur menuju hotel tempat menginap. Kesalahannya terletak di halte saat berdiri menunggu bus. Seharusnya tadi berdiri di halte di seberang jalan.

Saya dan putri sulung terpaksa turun di halte terdekat, lalu menyeberang jalan mencari halte untuk bus ke arah sebaliknya. Membutuhkan beberapa menit menunggu di halte itu, sementara malam gelap, udara semakin dingin. Ada seorang pria kulit putih yang datang, menunggu di halte yang sama. Tiga orang pria kulit hitam tiba-tiba muncul di halte, mendekati pria kulit putih tadi. Mereka meminta uang dan rokok. Pria kulit putih itu diam saja, mengacuhkan, walau terus diganggu oleh ketiga pria kulit hitam. Jantung saya terasa berdebar kencang menyaksikan adegan itu, terjadi sangat dekat dengan tempat saya dan putri sulung duduk di halte. Rasa takut menyelinap, khawatir akan terjadi perkelahian di depan mata, dan dampaknya bisa melibatkan saya dan putri sulung. Akhirnya ketiga pria kulit hitam itu pergi begitu saja, tak ada korban kekerasan.

Mobil Patroli

Beberapa kali saya melihat mobil patroli polisi di kampus GRCC, bahkan ada mobil polisi yang parkir di halaman kampus, berpindah-pindah tempat. Keberadaan mobil polisi itu menimbulkan pertanyaan di kepala, apakah Auburn kota yang tidak aman?

Setelah menelusuri berita, baru menyadari bahwa tingkat kriminalitas di Auburn melebihi angka rata-rata nasional. Kasus kriminal yang terjadi umumnya tindak kekerasan dan pencurian. Dikatakan bahwa rasio kemungkinan menjadi korban kekerasan atau pencurian di Auburn adalah satu di antara dua puluh satu.

Rasanya beruntung tak terjadi apa-apa saat salah menaiki bus; dua orang perempuan asing menunggu di halte bus yang sepi di malam hari. Saya dan putri sulung pendatang di kota Auburn, tak tahu harus ke mana meminta bantuan jika mengalami tindak kekerasan.

Mencintai Pekerjaan

Auburn dilalui dua sungai, White River dan Green River. Pemandangan sungai itu bisa dinikmati penumpang bus saat bepergian ke berbagai jurusan. Namun perhatian saya justru tertarik pada supir bus yang ramah. Pria kulit hitam setengah baya dengan tubuh agak gemuk dan berperut, yang selalu mengemudikan bus melintasi hotel tempat saya menginap selama di Auburn. Beberapa kali saya menaiki busnya, sehingga bisa memperhatikan keramahannya pada penumpang. Ia menyapa setiap penumpang, bersemangat bicara pada penumpang yang mengajaknya bicara. Sepertinya para penumpang sudah mengenalnya, mereka dengan leluasa mengajak supir itu bercengkerama.

Di hari terakhir keberadaan di Auburn, saat saya berjalan kaki di halaman hotel, terdengar bunyi klakson bus. Supir kulit hitam setengah baya itu lewat dengan busnya, melambaikan tangan dengan ramahnya. Luar biasa, ia mengenali penumpangnya, padahal saya hanya pendatang sementara. Energi positif yang ditunjukkan supir bus itu pasti menyebar ke penumpangnya, membuat Auburn tak seperti kota dengan tingkat kriminalitas tinggi.