Adriani Sukmoro

Perempuan Berdaya

Dari tenaga fisik, perempuan tak sekuat laki-laki. Tubuh perempuan tak berotot, tak kekar, tak mampu mengangkat beban seberat angkatan laki-laki. Ada gambaran yang mengatakan perempuan mahluk lemah yang perlu dilindungi.

Di balik kekurangannya dalam hal tenaga fisik, perempuan mempunyai kekuatannya sendiri. Dengan kodrat kewanitaannya, banyak perempuan memberdayakan diri, mengelola sumber daya untuk mempertahankan roda kehidupan. Perempuan-perempuan ini berkontribusi dalam perekonominan keluarga, mulai dari mencukupi diri sendiri, membantu sebagian biaya ekonomi keluarga, hingga menjadi sumber utama dalam ekonomi keluarga. Kontribusi ini tidak jarang menjangkau kehidupan lebih luas lagi, kontribusi pada masyarakat di sekitarnya.

Perempuan Saling Mendukung

Ketika saya bekerja di suatu perusahaan asing, perusahaan tersebut mendukung penuh kegiatan Women’s Network secara global. Mulai dari kantor pusat di Amerika Serikat, hingga ke cabang-cabang perusahaan yang berada di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dana dianggarkan setiap tahun untuk berbagai kegiatan karyawan perempuan dalam wadah Women’s Network ini. Kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kompetensi, keahlian, kepemimpinan, dan mengembangkan jaringan hubungan profesional karyawan perempuan. Mereka bisa saling berkomunikasi lintas negara untuk alih pengetahuan, saling mendorong, dan memotivasi pengembangan diri, sesuai minat dan bidang masing-masing.

Ketika saya ditunjuk untuk mewakili cabang Indonesia dalam Asia Female Talent Forum yang diadakan perusahaan di Tokyo, banyak pembelajaran yang dipetik. Wawasan menjadi lebih kaya, motivasi dibangun, kreativitas berkarya dipupuk. Pembelajaran ini dibawa peserta forum ke tanah air masing-masing, diteruskan ke karyawan perempuan lainnya. Women’s Network menjadi kekuatan untuk memberdayakan perempuan dalam lingkup profesional di perusahaan global tersebut.

Banyak korporasi seperti perusahaan di atas, yang memberi ruang khusus untuk pemberdayaan perempuan. Tidak melulu terpusat pada pengembangan internal karyawan perempuan, korporasi-korporasi itu juga menjangkau perempuan dalam masyarakat. Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai perwujudan tanggung jawab korporasi terhadap komunitas dan lingkungan, disalurkan melalui program pemberdayaan perempuan. Sebagian mengadakan program literasi keuangan kepada ibu-ibu rumah tangga, agar mereka mampu membuat keputusan keuangan yang baik. Ada juga yang membuat program bijak dana untuk membimbing ibu-ibu rumah tangga membuka usaha industri rumah tangga dan UMKM, serta melatih pengelolaan keuangan dalam usahanya.

Kompetensi vs Kuota

Di beberapa perusahaan, jumlah tenaga kerja perempuan menjadi salah satu target pengembangan. Dikatakan bahwa, diperlukan pimpinan perempuan untuk mewakili suara perempuan dalam pembuatan keputusan organisasi. Lalu ada yang bertanya, apakah perlu sedemikian, memberi kesempatan lebih kepada karyawan perempuan untuk mencapai posisi tertentu? Apakah kompetensi seseorang tidak lebih penting daripada kuota mendudukkan pimpinan perempuan dalam organisasi?

Pertanyaan seperti di atas menjadi tantangan bagi karyawan perempuan. Mereka perlu mengembangkan kompetensi agar peluang yang ada sejalan dengan kompetensi yang dimiliki. Jangan sampai pertanyaan tentang kuota di atas berbuntut panjang, memunculkan anggapan bahwa karyawan perempuan diperlakukan seperti penyandang disabilitas, mereka memiliki keterbatasan sehingga membutuhkan perlakuan khusus.

Kesempatan Yang Sama

Secara umum perempuan Indonesia mendapat kesempatan mengecap pendidikan. Kesempatan pun terbuka untuk bekerja sesuai bidang yang dipilih. Berdasarkan data Kementerian PANRB 2017-2020, terdapat 48% jumlah ASN laki-laki dan 52% jumlah ASN perempuan. Hal yang sama juga terjadi di perusahaan tempat saya bekerja dulu, perusahaan yang bergerak di sektor finansial. Terjadi   keseimbangan persentase jumlah karyawan laki-laki dan karyawan perempuan di dalam organisasi. Hal ini mencerminkan kesetaraan kesempatan kerja.

Ketika saya memberi pelatihan pada pimpinan eksekutif di suatu perusahaan lokal besar yang mempunyai berpuluh ribu karyawan dan banyak cabang di seluruh provinsi, beberapa peserta mengajukan pertanyaan yang sama: bagaimana menghadapi tantangan dalam rotasi dan mutasi karyawan? Secara umum bisa dikatakan, bahwa setiap karyawan telah menandatangani pernyataan tentang kesediaannya ditempatkan di mana saja sesuai kebutuhan perusahaan. Namun dalam praktiknya tak segampang itu. Perusahaan tersebut mempunyai tantangan tersendiri. Kesempatan terbuka dalam perekrutan ternyata menghasilkan jumlah karyawan perempuan yang lebih banyak daripada karyawan laki-laki. Karyawan perempuan cenderung tidak bersedia ditempatkan di luar domisilinya. Akibatnya karyawan laki-laki yang selalu ditempatkan di luar domisili, termasuk ditempatkan di pulau-pulau yang jauh dari domisili asal.

Ketidakadilan dalam rotasi dan mutasi karyawan menjadi isu dalam perusahaan tersebut. Pola karier pun tak berjalan mulus dan menjadi isu lainnya. Walau berdampak pada pengalaman yang tidak berkembang dan karier yang lambat, karyawan perempuan cenderung memilih bertahan dalam pekerjaannya demi menghindari pindah tugas ke lokasi lain. Hal ini bisa mengakibatkan iklim kerja yang tidak sehat, proses belajar karyawan perempuan tersebut menjadi terhenti.

Beberapa pimpinan eksekutif dalam pelatihan itu menjadi bertambah pusing saat menghadapi alasan umum yang dikemukakan karyawan perempuan. Alasan keluarga, suami dan anak-anak, menjadi alasan untuk tidak bisa mengikuti rotasi atau mutasi. Akibatnya perusahaan terpaksa memilih karyawan laki-laki untuk proses rotasi atau mutasi, sehingga ketidakpuasan terdengar di sana sini.

Situasi ini perlu direnungkan bagi perempuan yang menuntut untuk mendapat kesempatan yang sama dalam berkarier, pengembangan diri, dan program kesejahteraan karyawan. Jangan sampai ada anggapan, perempuan ingin mendapat kesempatan yang sama, tetapi meminta pengecualian pada hal-hal yang kurang nyaman baginya.

Perempuan Berdaya

Perempuan menjadi berdaya jika ia mandiri dan bisa mengambil keputusan yang menyangkut kehidupannya. Kesempatan mendapatkan pendidikan menjadi salah satu jalan untuk memberdayakan diri. Perempuan yang berpengetahuan diharapkan akan mampu mendidik anak-anaknya. Mereka juga diharapkan akan mampu menggunakan pengetahuannya untuk membantu perekonomian keluarga. Berbagai profesi terbuka luas untuk perempuan, minat dan kemauan yang membawa langkah perempuan menuju profesi itu. Saat roda ekonomi keluarga telah berjalan, dengan sendirinya akan mendorong perekonomian masyarakat dan negara.