Ayah saya menjelajahi dunia dengan membaca Ensiklopedia. Maklum di masa itu tak ada saluran National Georaphy, apalagi YouTube. Walau sudah ada televisi, tapi program acaranya terbatas, belum seperti sekarang ini. Berkat Ensiklopedia, pengetahuan Ayah jadi luas, seolah-olah ia pernah mengunjungi tempat-tempat di berbagai belahan dunia yang ia ceritakan, walau sebenarnya Ayah hanya pernah sekali bepergian ke luar negeri seumur hidupnya. Ia dikirim perusahan tempatnya bekerja ke Kuala Lumpur, Malaysia, untuk mengikuti pelatihan tentang manajemen perkebunan.
Saya pun jadi ikut tertarik membaca Ensiklopedia. Ayah memberi tanda pada bagian Ensiklopedia yang dianggapnya menarik, sehingga saya jadi memperhatikan bagian itu. Alaska salah satu yang diberi tanda di buku itu. Saya mempelajari Alaska: tempat yang indah, negara bagian terbesar di Amerika, tapi letaknya terpisah dari negara bagian Amerika lainnya. Alaska kaya dengan sumber alam, banyak margasatwa hidup bebas di alamnya. Margasatwa yang tahan iklim dingin yang bisa mencapai minus tiga puluh derajat. Alaska pun menjadi tak asing di telinga, ketertarikan akan Alaska dibangun sejak masa kecil.
Cruise
Ketika ada rezeki, saya memutuskan untuk memuaskan keingintahuan tentang Alaska. Waktunya tepat, rencana perjalanan akan dilakukan saat periode libur lebaran. Perjalanan dilakukan di awal bulan Juni, memasuki musim panas, udara Alaska akan lebih bersahabat. Alaska terkenal berhawa dingin, diselimuti salju tebal saat winter.
Agar praktis dan terkoordinir dengan baik, saya dan putri bungsu mengikuti paket yang ditawarkan agen perjalanan: mengunjungi Alaska dengan kapal pesiar (cruise ship). Proses pendaftaran mengikuti cruise semakin mudah dengan adanya visa Amerika di passport saya dan putri bungsu.
Peserta cruise diterbangkan dari Jakarta menuju Seattle dengan Japan Airlines, dan langsung dibawa ke pelabuhan setelah tiba di Seattle. Pengaturan oleh agen perjalanan berjalan rapi. Peserta tur segera diminta mengambil dan menjaga koper masing-masing selama menunggu di pelabuhan.
Waktu tunggu tak lama, sekitar satu jam, lalu diizinkan masuk ke dalam kapal besar yang digunakan untuk cruise. Rombongan tur dari Indonesia segera mencari kamar masing-masing yang disebut cabin. Saya dan putri bungsu langsung merasa nyaman dengan cabin yang disediakan. Pemandangan laut lepas terlihat dari jendela kamar; merasa beruntung mendapat kamar strategis itu. Ada beranda mungil di depan kamar, dengan dua kursi. Saya dan putri bungsu bisa duduk di kursi beranda menghirup udara laut nan segar.
Selama perjalanan dengan kapal pesiar, tirai jendela kamar tak pernah ditutup, memungkinkan pemandangan laut biru terhampar setiap saat masuk kamar atau berada di dalam kamar. Bahkan saat tidur di malam hari, di kala hanya debur ombak yang terdengar, tirai tetap tak dipasang, tidur sambil menikmati pemandangan bintang di langit.
Lebih seru lagi, selama perjalanan dengan kapal pesiar, beberapa kali Paus Orca yang bertubuh besar terlihat melompat di kejauhan laut lepas.
Kapal pesiar itu sungguh besar. Terdiri dari 15 dek, yang bisa mengakomodasi sekitar 3.000 penumpang. Cabin berada di 10 dek, selebihnya dek-dek digunakan untuk berbagai fasilitas: ada kolam renang (yang menurut saya terlalu kecil untuk jumlah penumpang kapal pesiar itu), jogging track, tempat kebugaran (gym), ruang tenis meja, tempat terbuka untuk menari (dance area), toko berbagai dagangan (shopping area), restoran, ruang baca dan permainan (kartu, scrabble, othello), ruang auditorium yang menampilkan pertunjukan setiap malam, dan lain-lain.
Saya mencoba menggunakan treadmill di ruang gym, namun berhenti setelah tiga puluh menit. Kepala pusing akibat ombak besar yang membuat jalan di treadmill tak stabil, serasa jalan mengikuti alunan ombak. Untung ombak tak mengganggu di luar kegiatan gym, tak pernah mabuk laut di kapal pesiar itu.
Penebang Kayu
Selama berpesiar dengan cruise ship, kapal itu berlabuh di beberapa kota. Ketchikan merupakan kota persinggahan pertama.
Saya belum pernah mendengar nama kota Ketchikan sebelumnya. Kota kecil, tapi dikenal sebagai The Salmon Capital of the World, kota tempat pusat pengalengan ikan salmon sejak tahun 1885.
Kapal boat dengan pemandu menawarkan pengalaman memancing ikan salmon, ikan halibut, dan ikan-ikan laut lainnya kepada turis yang turun dari kapal pesiar. Saya dan putri bungsu kurang suka memancing, lebih mencari kegiatan lain di Ketchikan.
Pilihan jatuh pada pertunjukan penebang kayu, Lumberjack Show. Tempat pertunjukannya tak jauh dari area kapal pesiar mangkal, bisa dicapai dengan berjalan kaki. Selama satu jam penonton dihibur para penebang kayu yang mengenakan kemeja khas kotak-kotak berwarna merah hitam. Mereka menunjukkan keahlian memanjat pohon, menggergaji pohon, berjalan dan melakukan kegiatan lain di atas gelondongan kayu yang mengapung, beradu jotos dan kejar-kejaran di atas gelondongan kayu yang berputar. Semuanya dilakukan dengan jenaka, membuat penonton tertawa dan terhibur.
Sambil menunggu waktu kembali ke kapal pesiar, saya dan putri bungsu berjalan-jalan seputar Creek Street. Banyak toko-toko berdiri sepanjang jalan itu, terutama toko cendera mata.
Mendulang Emas
Kapal pesiar itu juga singgah di Skagway. Kota Skagway mengalami masa jayanya ketika perburuan emas di Klondike melanda Alaska.
Emas ditemukan di Klondike, teritori Yukon, tahun 1896. Kabar tanah yang berisi emas membuat orang datang berbondong-bondong untuk menambang emas Klondike. Tapi jalan ke lahan emas itu tidak gampang. Tak ada jalan raya, tak ada moda angkutan yang bisa membawa penambang ke sana, termasuk mengangkut emas yang ditemukan. Orang-orang mencoba mencapai Klondike dengan kuda, namun beribu kuda mati di tengah perjalanan. Kuda-kuda itu bekerja terlalu keras, mungkin mati kecapaian, atau mati tak diberi makan yang memadai.
Sebagian orang-orang pendatang yang menyadari tantangan berat yang dihadapi untuk berburu emas di Klondike, memutuskan untuk membuka bisnis saja bagi penambang emas di lokasi yang bernama Skagway. Mereka membuka toko serba ada, restoran, bar, tempat hiburan, dan rumah bordil. Kehidupan jadi ramai dan bergairah di Skagway. Secara perlahan Skagway menjadi kota tempat singgah para pemburu dan penambang emas.
Dengan semakin banyaknya emas yang ditemukan, pemerintah setempat mulai membangun rel kereta, White Pass dan Yukon Route. Jalur kereta ini direncanakan memudahkan pengangkutan emas dari tempat sulit ke Skagway. Perkembangan itu membuat Skagway menjadi kota terbesar di Alaska tahun 1898. Saat itulah masa jaya-jayanya Skagway dan perburuan emas.
Tahun 1899 penemuan emas berkurang jauh, membuat perburuan menurun, alhasil perekonomian Skagway menurun drastis. Pembangunan rel kereta selesai tahun 1900, tapi hasil mendulang emas sudah jauh menurun. Akhirnya rel kereta itu menjadi kurang berguna, dan sekarang hanya menjadi sarana turisme.
Saya dan rombongan turis dari kapal pesiar dibawa menaiki kereta masa lampau, menelusuri White Pass dan Yukon Route. Walau pemandangan sepanjang perjalanan indah, namun duduk di dalam kereta tua itu kurang nyaman. Kereta dirancang untuk mengangkut penambang emas, bukan untuk perjalanan liburan turis. Kereta tak ber-AC, tempat duduknya sempit, lorong berjalan di antara tempat duduk juga kecil. Jendela kereta yang dibuka kurang membantu, sirkulasi udara dari luar terasa panas. Namun setidaknya saya dan putri bungsu sudah diajak mengenang masa kejayaan perburuan emas Klondike di akhir abad sembilan belas.
Mendekati Paus Orca
Usai menelusuri White Pass dan Yukon Route dengan kereta masa lampau di Skagway, saya dan putri bungsu memilih kegiatan menyaksikan ikan Paus Orca di laut lepas.
Dengan kapal kecilnya, seorang pengemudi perempuan dan asistennya yang juga perempuan, membawa sekitar dua belas orang turis ke area laut yang sepertinya dikhususkan untuk tempat menyaksikan Paus Orca. Pengemudi kapal bertindak sebagai pemandu. Ia menjelaskan berbagai hal tentang hewan laut Alaska, khususnya tentang Paus Orca, melalui loudspeaker yang terpasang di dalam kapal tempat penumpang duduk.
Pemandu itu juga menjelaskan bahwa pemerintah Amerika Serikat sangat menjaga habitat hewan di Alaska. Pemandu dan operasi kapal harus memiliki izin mengarungi laut, termasuk ketentuan jam dan area yang diarungi. Izin operasi kapal akan dicabut jika berani melanggar peraturan yang berlaku.
Terlihat beberapa kapal kecil lain sedang berada di atas laut. Kesemuanya membawa turis yang ingin melihat Paus Orca dari dekat. Ketika kapal sampai di area tertentu, pengemudi kapal memperlambat laju kapal. Tiba-tiba terlihat Paus Orca melompat di jarak yang bisa terlihat kasat mata. Lompatannya cukup tinggi, seluruh tubuh Paus Orca keluar dari laut sehingga bisa terlihat secara keseluruhan.
Ada beberapa ekor Paus Orca yang berada di area laut itu. Kapal-kapal kecil yang membawa para turis mengambil posisi masing-masing, cukup berjauhan, tak menumpuk di satu titik, sehingga tak mengganggu ruang gerak Paus Orca. Beberapa kali Paus Orca terlihat leluasa melompat di atas air laut.
Keseruan melihat Paus Orca memuncak ketika tiba-tiba seekor Paus Orca melompat persis di sebelah kapal kecil yang saya dan putri bungsu tumpangi. Seluruh penumpang kapal mengeluarkan suara takjub dan juga terkejut, Paus Orca itu lumayan besar! Rasa khawatir sempat terlintas, saya khawatir ikan pemangsa itu menggulingkan kapal yang ditumpangi.
Kapal kembali dengan selamat ke dermaga, membuat kesempatan melihat Paus Orca dari dekat menyimpan pengalaman tersendiri.
Kereta Salju
Juneau, ibukota negara bagian Alaska, menjadi tempat persinggahan lainnya selama berlayar dengan kapal pesiar. Sebelum menginjak kaki di Alaska ini, saya belum pernah mendengar nama kota Juneau. Yang saya tahu hanya kota Anchorage, kota terbesar di Alaska. Bahkan sebelumnya saya pikir Anchorage adalah ibukota negara bagian Alaska.
Di kota Juneau saya dan putri bungsu mengikuti kegiatan yang paling menarik selama liburan di Alaska: dog sledding, menaiki kereta salju yang ditarik beberapa anjing. Bukan sembarang anjing, tapi anjing husky yang berbulu tebal, tahan menghadapi udara dingin dan jalanan yang ditutup salju tebal.
Tempat kegiatan dog sledding itu di lembah pegunungan, di Herbert Glacier. Turis dibawa ke sana dengan helikopter. Maka di pagi itu, turis-turis yang mau melakukan kegiatan dog sledding, berkumpul di tempat helikopter akan diterbangkan.
Pengaturan naik helikopter dilakukan dengan rapi. Para turis duduk menunggu panggilan. Petugas memvalidasi data pribadi yang mereka terima sebelumnya secara online. Lalu berat badan turis ditimbang. Kemudian turis diminta mencoba sepatu yang disediakan sesuai ukuran sepatu yang diberikan saat pendaftaran. Sepatu itu sepatu khusus untuk menapak di atas salju, dikenakan selama mengikuti dog sledding.
Cuaca cerah saat itu membantu, tak ada rasa khawatir terbang dengan helikopter. Helikopter diisi tujuh penumpang, termasuk pilot. Saya dan putri sulung beruntung diberi tempat duduk di kursi paling depan, disamping pilot; sehingga bisa menikmati pemandangan tanpa terhalang apapun. Ternyata pendataan berat badan tadi bertujuan untuk pengaturan tempat duduk dalam helikopter. Dijaga keseimbangan sehingga belum tentu pasangan suami istri bisa duduk berdampingan jika keduanya kelebihan berat badan.
Pilot memberi penjelasan tentang pemandangan yang ada di depan mata. Semua penumpang mengenakan headset agar bisa mendengar suara pilot dengan jelas. Suara mesin helikopter memang bisa mengganggu pembicaraan dalam pesawat.
Takjub rasanya memandang gletser yang terlihat jelas dari ketinggian helikopter terbang. Sekelompok anjing husky sudah menunggu saat helikopter mendarat. Petugas segera mengatur turis naik ke kereta salju. Hanya empat orang yang duduk di kereta salju, dua orang di depan dan dua orang di belakang. Bangku-bangku selebihnya dibiarkan kosong, Pemandu kereta salju berdiri di bagian paling belakang, dia mengendalikan tali pengikat anjing-anjing husky.
Anjing-anjing Husky itu terlihat lincah menarik kereta salju. Mereka berlari kencang, seperti sedang main kejar-kejaran. Di satu titik pemandu kereta luncur berteriak mengingatkan, “Watch out, photo snap is coming in a few minutes. Be ready, give your best smile, you are in Alaska with the huskies.”
Untung diingatkan. Semua jadi siap melihat ke arah juru potret. Menjadi kenangan yang tetap hidup dalam gambar yang diabadikan.
Alaska menyimpan keindahan alam yang dijaga keasriannya. Saya merasa beruntung pernah menginjakkan kaki di ‘tanah matahari tengah malam’, the land of midnight sun. Julukan itu diberikan pada Alaska karena sinar matahari tetap ada hingga malam di saat musim panas. Matahari biasanya baru tenggelam sekitar pukul sepuluh atau sebelas malam di musim panas!