Perbedaan generasi sudah dibicarakan sejak tahun 1960an, ketika generasi muda saat itu (yang sekarang dikenal sebagai generasi Baby Boomer), ‘memberontak’ dengan berperilaku yang tak mengikuti generasi sebelumnya. Mereka memiliki nilai-nilai, pandangan politik, hubungan sosial, bahkan selera musik dan cara berpakaian yang berbeda.
Perputaran Karyawan
“Bos saya kolot dan jadul banget. Bingung bagaimana harus berkomunikasi. Sangat hierarki dan banyak basa-basinya.”
Sabtu pagi itu dibuka dengan keluhan di atas, keluhan dari karyawan muda terhadap bosnya, bos dari generasi Baby Boomer.
Sekelompok orang duduk menyimak pembicara yang mengangkat keluhan di atas. Keluhan itu dikutip dari buku Leading Across Generation yang mengulas tentang pendekatan dalam memimpin berbagai generasi, dan mempertanyakan haruskah perbedaan generasi dipertentangkan.
Hari itu sedang diadakan acara bedah buku Leading Across Generation yang baru diluncurkan Penerbit Buku Kompas. Pembicara dan peserta berkumpul di Diskusi Kopi dan Ruang Berbagi di area Guntur, Jakarta Selatan. Buku yang dibahas ditulis tiga belas pimpinan Sumber Daya Manusia (SDM), para praktisi SDM senior yang sudah berpuluh tahun berkecimpung dalam bidangnya.
Dalam pemaparan salah satu pembicara, digambarkan data tingkat perputaran karyawan (employee turnover rate) di suatu perusahaan. Data mengatakan bawah dalam tiga tahun terakhir, mayoritas karyawan yang mengundurkan diri dari perusahaan adalah generasi muda (63% pada 2020, 69% pada 2021, 71% pada semester 1 tahun 2022). Dan generasi muda yang mengundurkan diri itu bekerja kurang dari dua tahun.
Alasan paling banyak disebabkan oleh pekerjaan yang mereka lakukan dan masalah pengembangan karier dalam perusahaan. Gaji bukan alasan utama karyawan mengundurkan diri, walaupun mereka yang pindah ke perusahaan lain mengaku mendapat kenaikan gaji di perusahaan baru.
Pemahaman tentang karakter generasi pun digali. Perlu ditarik benang merah dari pola, kecenderungan, dan fakta yang terjadi antar generasi untuk membangun kondisi kerja yang menarik bagi generasi muda. Jangan sampai perusahaan kehilangan daya saing (competitiveness) karena aspek sumber daya manusia.
Komunitas Pembaca Buku
Lima orang dari tiga belas penulis buku Leading Across Generation hadir dalam kegiatan bedah buku hari itu: Pambudi Sunarsihanto, Josef Bataona, Effendi Ibnoe, Rudy Afandi, dan saya sendiri. Kelima penulis ini menjadi pembicara yang mengajak peserta mendalami tulisan dalam buku.
Peserta yang aktif bertanya membuat sesi bedah buku interaktif, mereka mendapat kesempatan menghubungkan materi yang dibahas dengan situasi di dunia kerja yang dihadapi sehari-hari. Trik-trik sulap yang ditampilkan Pambudi Sunarsihanto menjadi selingan menyegarkan. Tempat acara juga mendukung; tersedia kopi, teh, dan makanan yang bisa dipesan. Peserta pun menyimak sambil menyeruput minuman dan mencicipi makanan.
Kegiatan bedah buku itu diadakan oleh Bookstivator. Sebagian besar pesertanya dari kalangan praktisi SDM. Keinginan mereka untuk mengembangkan wawasan dengan mendengarkan praktisi senior SDM mengesankan, mereka hadir di Sabtu pagi demi mengasah diri.
Tanggapan Peserta
Winda Astuti, salah satu peserta, membagi catatannya dari diskusi buku hari itu di LinkedIn: Setiap generasi unik. Mereka memiliki nilai-nilai, orientasi, dan karakter yang berbeda. Pemimpin perlu belajar tentang hal itu, bukan untuk mengkotak-kotakkan, tapi untuk mengerti lebih baik.
Nasrul Anwar, peserta lainnya, turut berbagi di LinkedIn. Ia tak berhenti hanya menghadiri acara bedah buku, terlihat ia melanjutkan membaca buku Leading Across Generation saat makan siang di kantor.
Agustina Samara, yang juga hadir di acara bedah buku, merasa senang sekali bisa bertemu dengan senior tempatnya bekerja dulu, salah seorang pembicara hari itu. Ia memastikan hadir karena tahu pembicara dalam kegiatan itu memiliki kredibilitas.
Seperti penulisan buku itu sendiri, kegiatan bedah buku tak mungkin terlaksana tanpa kerja sama para penulis. Mereka menjadi pembicara, membicarakan materi yang ditulis dalam buku, menjadi perwujudan berbagi dengan peserta. Seperti yang dikatakan Dalai Lama, sharing knowledge is a way to achieve immortality. Para penulis buku Leading Across Generation berbagi pada generasi penerus, karena berbagi bagian dari keabadian.