Adriani Sukmoro

Chef

Kegiatan memasak di layar kaca televisi ternyata bisa mengasyikkan untuk ditonton. Lihat saja kegiatan memasak yang diramu dalam perlombaan US Masterchef. Serial TV itu berhasil menyita perhatian jutaan pemirsa. Gordon Ramsay, juri yang sangat kritis, membantu membuat suasana lomba memasak menjadi kompetitif.

Mau Kemana?

Suatu hari, pimpinan departemen di suatu perusahaan mengirim surel kepada seluruh pegawai departemennya. Isinya menyatakan, hari Kamis mendatang, akan diadakan kegiatan bersama di luar kantor, kegiatan tim. Tidak dijelaskan apa kegiatannya dan di mana tempatnya.

Pegawai departemen pun mulai bertanya-tanya, saling menebak. Tak ada pengumuman kelanjutan selain informasi yang dikirim dalam surel tadi. “Tunggu saja”, hanya itu jawaban pimpinan departemen ketika ada pegawai departemennya yang bertanya.

Sehari sebelum hari H, pimpinan departemen mengeluarkan alamat yang dituju. Suatu tempat yang tidak familiar di daerah Jakarta Selatan. Tak ada nama tempat itu, hanya alamat beserta peta lokasi.

Menu Utama dan Hidangan Penutup

Semua sudah siap berkumpul pukul 8.00 pagi di alamat yang ditetapkan. Mereka menemukan rumah biasa, rumah besar tak bertingkat.

Semua dipersilakan duduk berkumpul di suatu ruang. Tak lama kemudian pimpinan departemen menjelaskan, kegiatan hari itu memasak. Bukan sembarang memasak, hari itu akan diadakan lomba memasak dengan menu makanan lokal.

Reaksi kebingungan terlihat di beberapa wajah pegawai laki-laki. Seakan bertanya: apa iya, hari itu ia harus memasak? Mereka tak pernah memasak seumur hidupnya. Tapi tak ada pilihan lain, tugas kelompok itu harus dilaksanakan.

Briefing singkat dilakukan. Pegawai yang hadir dibagi dalam dua tim. Mereka diberi tugas yang sama: memasak menu utama (main course) dan hidangan penutup (dessert). Ada elemen risiko dalam kegiatan itu. Hasil memasak tim akan menjadi santapan makan siang bersama hari itu. Karena itu tim diminta memasak makanan selezat mungkin. Dan akan ada pemenang lomba memasak antar kedua tim.

Berbagi Tugas

Kedua tim dibawa masuk ke dalam ruang lomba memasak. Ruangan besar yang dilengkapi peralatan memasak. Bahan masakan sudah tersedia lengkap di dalam ruang itu. Suasananya menjadi seperti lomba Masterchef di serial TV.

Kedua tim diberi waktu untuk membicarakan rencana memasak, termasuk memilih ketua tim mereka. Dengan suara bulat anggota tim memilih sosok yang sudah biasa memasak menjadi ketua mereka. Pembagian tugas pun dilakukan: memotong-motong bahan makanan, meramu kaldu, menumis, memanggang satai, dan lain-lain.

Sebelum kegiatan memasak dilakukan, dilakukan pemanasan kerja sama tim. Kedua tim diminta menampilkan yel-yel; boleh dalam gerak, dalam lagu, dalam tarian, atau kombinasi kesemuanya. Setelah itu ada team game untuk semakin mendekatkan anggota tim yang baru dibentuk.

Selama sembilan puluh menit kedua tim dan anggotanya bekerja bersama, memastikan masakan mereka terhidang dalam waktu yang ditetapkan. Anggota tim berusaha kreatif dalam menghias tampilan masakan. Suara musik yang diputar membantu membuat suasana menjadi rileks saat memasak walau berkejaran dengan waktu. Ruang memasak dipenuhi aroma masakan, membangkitkan rasa lapar menuju waktu makan siang.

Pemenangnya adalah…

Tentu ada pemenang dalam setiap lomba. Sebelum pemenang diumumkan, seorang fasilitator menggiring peserta lomba masak menceritakan pengalaman masing-masing, dan pelajaran apa yang diperoleh dari proses kerja sama dalam tim memasak. Elaborasi pemikiran membantu tim itu menyadari, teamwork menghasilkan karya bersama, bukan perorangan.

Tampilan hasil masakan kedua tim menarik. Juri memberi nilai seimbang untuk tampilan penyajian dan ketepatan waktu memasak kedua tim.

Semua berpikir, cita rasa menjadi penentu lomba masak kedua tim, yang mana yang paling memenuhi selera juri. Ternyata ada aspek lainnya. Kebersihan dinilai oleh juri. Bukan hanya kebersihan saat memasak, tapi juga kebersihan peralatan setelah memasak. Semua peralatan harus dalam keadaan bersih setelah selesai memasak, dan dikembalikan ke tempatnya semula.

Aspek lain yang dinilai adalah kekompakan bekerja. Juri mengamati bagaimana tim berkomunikasi, menyampaikan pesan, memeriksa kualitas masakan, dan membantu anggota tim yang kewalahan. Juri juga mengamati apakah ada anggota tim yang menggantungkan diri pada hasil kerja temannya, kurang berkontribusi.

Tim yang menjadi pemenang tentu senang mendapatkan hadiah lomba.

Employee Engagement

Kejutan muncul setelah pemenang lomba masak merayakan kemenangannya. Oke Hastiawan, salah satu anggota tim, berulang tahun. Muncullah kue ulang tahun, ulang tahun Oke pun dirayakan dalam suasana berbeda.

Kegiatan hari itu diakhiri dengan makan siang bersama. Hasil masakan kedua tim menjadi menu makan siang, langsung saja kedua tim saling bertukar makanan untuk mencicipi cita rasa hasil karya tim lawan.

Kegiatan lomba memasak yang fun itu membantu mempererat kekompakan tim. Semua terbebaskan dari tuntutan kerja kantor untuk sehari, setiap individu diingatkan akan pentingnya kolaborasi dan rasa kepemilikan dalam tim.

Pengalaman lomba memasak itu berhasil mengajarkan beberapa hal dalam membangun kerja sama tim:

  • Kredibilitas – sosok yang dianggap mahir memasak dipilih menjadi ketua tim. Hal ini juga terjadi dalam organisasi. Mereka yang mendapat promosi ke jenjang lebih tinggi adalah pegawai yang telah membangun kredibilitasnya melalui kinerja baik dan potensi diri. Sangat penting membangun kredibilitas guna membuka kesempatan untuk menapaki jenjang karier ke posisi lebih tinggi.
  • Saling percaya – bekerja dalam tim membutuhkan rasa saling percaya. Mungkin saja ada anggota tim yang masih kurang kompetensinya karena tidak terlatih, seperti pegawai laki-laki yang tak pernah memasak seumur hidupnya. Namun anggota tim itu diberi kesempatan berkontribusi dengan mengerjakan pekerjaan yang dapat dilakukannya. Sama halnya dengan pengelolaan pegawai dalam perusahaan, pegawai perlu diberi pelatihan dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensinya.
  • Saling menghormati dan mendukung – dinamika tim terlihat dari bagaimana anggota tim berinteraksi dalam mengerjakan tugas. Menghormati sesama rekan kerja berdampak pada kekuatan tim menghadapi tugas. Jika dalam proses memasak dalam lomba di atas ada yang mempermalukan teman dalam tim atas ketidakmampuannya mengolah bahan makanan, berbagai reaksi bisa muncul. Mungkin ada yang tersinggung dan menarik diri, mungkin ada yang memilih tak bicara sama sekali, dan reaksi lainnya yang menimbulkan keretakan kerja sama tim.
  • Komunikasi – tugas memasak harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Selain pentingnya pembagian tugas, komunikasi dalam tim sangat penting. Ketua tim harus mampu melihat jalannya proses penyelesaian tugas, mengkomunikasikan hal-hal yang perlu dipercepat atau diperbaiki, serta memberi masukan untuk membuat hasil masakan lebih baik lagi. Hal yang sama berlaku dalam organisasi. Pimpinan tak hanya mendelegasikan tugas. Pimpinan perlu memastikan tim melakukan tugasnya dengan baik sehingga kualitas pekerjaan terjamin. Komunikasi memperlancar pelaksanaan tugas sehari-hari dalam roda operasional perusahaan.
  • Melatih, mengajari – proses mengajari anggota tim yang belum terbiasa mengerjakan tugasnya terjadi dalam lomba memasak. Pelatihan terhadap pegawai pun dilakukan dalam organisasi, mulai dari saat ketika pegawai masuk dalam perusahaan, hingga proses belajar yang tak pernah berhenti di dalam karier pegawai tersebut dalam perusahaan.
  • Berkontribusi – untuk menghasilkan karya bersama, setiap anggota tim perlu memainkan perannya. Walaupun ada anggota tim yang tugas utamanya memotong bahan-bahan masakan dan tidak diberi tugas yang lebih kompleks karena keterbatasan kemampuannnya, tetap saja hasil anggota tim itu membantu proses memasak selanjutnya. Dalam organisasi, sekecil apa pun tugas pegawai dalam tim, tugas itu tetap penting, karena itu tugas tersebut ada/eksis dalam organisasi. Setiap pegawai dalam perusahaan perlu melakukan tugasnya dengan baik, sehingga kontribusi setiap individu menjadi kekuatan kinerja departemen dan perusahaan.