Suatu hari undangan workshop sehari beserta agendanya diedarkan di suatu perusahaan lokal. Perusahaan lokal itu menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi internalnya, namun kadang-kadang ada istilah bahasa Inggris yang diselipkan. Agenda workshop memaparkan detail kegiatan. Beberapa peserta yang mendapat undangan workshop tersenyum sendiri ketika ada seorang pembaca undangan berkomentar di grup WhatsApp, “Ini ‘season 1’ dan ‘season 2’ kira-kira musim apa ya? Musim panas? Musim dingin?”
Cek dan Ricek
Mengapa undangan workshop itu memancing tawa? Apa yang salah?
Ternyata terjadi kesalahan pengertian kata. Kata ‘season 1’ dan ‘season 2’ yang tertulis dalam undangan, seharusnya tertulis sebagai ‘session 1’ dan ‘session 2’. Sekilas mirip, tapi pengertiannya jauh berbeda. Jika undangan itu ditulis dalam bahasa Indonesia, akan terlihat nyata perbedaan pengertiannya: ‘musim 1’ dan ‘musim 2’ vs ‘sesi 1’ dan ‘sesi 2’.
Keadaan di atas terjadi ketika Tanto, Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan Produk, mau mengadakan workshop untuk karyawan beberapa departemen terkait. Tanto mendelegasikan tugas administrasi pada Ahmad, bawahannya. Tugas administrasi itu antara lain membuat undangan kepada para peserta workshop. Ahmad mendelegasikan lagi tugas administrasi itu pada Novi, bawahannya. Bawahannya ini tak punya bawahan lagi, ia tenaga kontrak di perusahaan itu. Novi pun mengerjakan tugas pembuatan undangan workshop.
Tak ada yang salah dalam proses pendelegasian tugas yang bersifat administratif itu. Tugas administrasi menjadi lingkup pekerjaan di tingkat bawah, tingkat kompleksitasnya lebih rendah dari pekerjaan yang membutuhkan analisa, pemikiran teknis, dan yang sifatnya strategis.
Jika delegasi tugas berjalan dari atas ke bawah, maka penyelesaian tugas yang didelegasikan itu berjalan dari bawah ke atas. Setelah Novi selesai membuat undangan, ia menyerahkan dokumen undangan pada Ahmad, dan selanjutnya Ahmad akan menyerahkan dokumen tersebut pada Tanto. Undangan workshop pun ditandatangani Tanto, Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan Produk, yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan workshop.
Kesalahan yang terjadi adalah ketika Ahmad tak memeriksa lagi dokumen yang dikerjakan Novi. Dan kesalahan semakin terjadi ketika Tanto pun tak memeriksa dokumen yang ditandatanganinya. Walau kesalahan terlihat sederhana, hanya kesalahan penggunaan bahasa Inggris, tapi kesalahan itu cukup mengusik (dalam hal ini menjadi bahan tertawaan). Mungkin ada yang melihatnya sebagai keteledoran yang mengurangi nilai kualitas kerja departemen.
Kesalahan seperti di atas umum terjadi dalam pendelegasian tugas. Beberapa faktor penyebabnya:
- Terlalu percaya bahwa anak buah yang didelegasikan tugas mengerjakan tugas itu dengan sempurna, cek dan ricek tidak dilakukan secara berjenjang.
- Tugas administratif dianggap ringan sehingga sering membuat karyawan alpa untuk memeriksa detail.
- Kesempurnaan penyelesaian tugas menjadi tanggung jawab semua karyawan yang terlibat dalam jalur pendelegasian. Dalam situasi di atas, Novi bertanggung jawab membuat undangan yang sempurna, Ahmad bertanggung jawab memastikan undangan workshop telah dibuat sebagaimana mestinya, dan Tanto bertanggung jawab memastikan undangan telah dibuat sesuai arahannya dan bisa dimengerti oleh para pembacanya. Seyogianya Tanto tidak menandatangani dokumen undangan itu jika ada detail yang salah.
Messanger
Sekelompok anak buah di suatu departemen menggerutu. Seperti biasa Ratih, pimpinan departemen mereka, mendelegasikan tugas. Sangatlah wajar terjadi jika pimpinan departemen mendelegasikan tugas pada bawahan, khususnya tugas rutin, berulang, administratif, laporan, dan lain-lain. Pimpinan perlu mengerjakan hal-hal strategis, dan membina kolaborasi dengan semua stakeholder.
Jadi, mengapa sekelompok anak buah itu menggerutu ketika Ratih mendelegasikan berbagai tugas?
Karyawan departemen itu bukan hanya terbiasa menerima pendelegasian tugas dari Ratih, tapi juga terbiasa menerima pengulangan pendelegasian tugas. Ketika mereka menyelesaikan tugas dan mengirimkan pada Ratih, Ratih akan langsung mengirim hasil pekerjaan itu pada pimpinan atau bagian yang meminta tugas itu dilakukan. Ketika ada pertanyaan dari pimpinan atau bagian yang meminta tugas, Ratih akan mengirim pertanyaan itu pada anak buah, yang kemudian melanjutkan jawaban atau penjelasan yang dibuat anak buah kepada pimpinan atau bagian tadi. Ketika ada keluhan atas hasil kerja itu, Ratih akan menegur anggota timnya, menyalahkan karena ada keluhan atas hasil kerja.
Situasi di atas memberi kesan pada anggota tim departemen yang dipimpin Ratih, bahwa Ratih hanya menjadi messanger, bukan pimpinan mereka. Pertanyaan, permintaan, dan tugas lain dari CEO, pimpinan departemen, dan bagian lainnya didelegasikan pada anak buah, tanpa ia menyumbang pemikiran, bahkan tak memeriksa hasil pekerjaan anak buah. Ratih baru memeriksa hasil pekerjaan anak buah ketika pimpinan atau bagian lain tidak puas atau mengeluh.
Situasi di atas menjadi salah satu tantangan dalam mendelegasikan tugas. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan agar pimpinan atau atasan tidak menjadi messanger dalam delegasi tugas:
- Pimpinan perlu memberi arahan bagaimana menyelesaikan tugas yang didelegasikan itu, terutama untuk tugas-tugas yang tidak rutin.
- Pimpinan perlu memberi pemikirannya terhadap tugas yang didelegasikan, karena pemikiran anak buah biasanya tak seluas pemikiran pimpinan yang lebih berpengalaman dan mempunyai akses lebih luas.
- Pimpinan perlu menampilkan nama anak buah yang melakukan tugas dalam komunikasinya dengan pimpinan lain atau bagian lain. Hal ini menjadi bagian dari apresiasi pimpinan terhadap hasil kerja anak buah, walau tidak disebutkan secara spesifik. Jika komunikasi dilakukan melalui surel, biasanya nama anak buah itu ditampilkan dalam kolum Cc (carbon copy). Anak buah akan mendapat tembusan surel, mengetahui bahwa ia dilibatkan dalam tugas itu, sense of ownership anak buah pun menjadi diperkuat. Di pihak penerima surel, mereka akan mengetahui bahwa anak buah itu terlibat dalam pengerjaan tugas, dan kemungkinan besar adalah pelaku penyelesaian tugas.
Let Go
Ketika seseorang memasuki dunia kerja, ia menjadi anak buah. Ia bekerja sendiri, penyelesaian tugas ada di tangannya. Ia bisa mengatur tempo, memikirkan bagaimana menyelesaikan tugas, dan selalu bisa meminta bantuan superivisi dari atasan.
Namun ketika karyawan itu dipromosi ke tingkat supervisor, ia akan mempunyai anak buah yang perlu disupervisi dalam mengerjakan tugas. Posisi yang berubah ini bisa menjadi tantangan tersendiri; ia harus berubah dari bekerja sendiri menjadi bekerja melalui anak buah dan bersama anak buah.
Situasi akan semakin menantang jika karyawan itu dipromosikan lagi menjadi manajer; ia kini tak lagi hanya memimpin satu unit, tapi beberapa unit. Ada beberapa Kepala Unit yang melapor padanya, dan masing-masing Kepala Unit mempunyai anak buah.
Karyawan tadi yang sudah berubah posisinya ke tingkat lebih tinggi dan mempunyai anak buah, bisa saja menemui tantangan dalam mendelegasikan tugas pada bawahan. Supervisor atau manajer yang tidak nyaman dengan pendelegasian tugas, bisa berakibat ia sendiri akhirnya mengerjakan tugas itu. Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor:
- Merasa khawatir anak buahnya tak bisa mengerjakan tugas sesempurna hasil kerjanya. Dalam hal ini unsur percaya pada kemampuan anak buah belum tercipta.
- Merasa khawatir anak buah kurang peduli akan waktu, jangan-jangan nanti tak menyelesaikan tugas dalam tenggat waktu yang ditetapkan. Kekhawatiran ini sering kali membuat karyawan itu mencek anak buahnya terus-menerus, memastikan tugas diselesaikan. Pengecekan yang terus-menerus itu bisa membuat anak buah kesal dan terganggu.
- Merasa khawatir kualitas kerja anak buahnya tak sesuai dengan yang diharapkan.
- Merasa khawatir jika ia membiarkan anak buahnya melakukan tugas itu, ia akan kehilangan kendali.
Kekhawatiran seperti di atas bisa menjerumuskan supervisor atau manajer menjadi pemimpin yang menerapkan micromanagement. Padahal delegasi harus memiliki unsur kepercayaan terhadap kemampuan anak buah, membangkitkan motivasi, serta pemberdayaan anak buah demi pengembangan mereka.
Supervisor atau manajer harus melatih diri untuk memberikan keleluasaan bagi anggota tim untuk mengembangkan kreativitas berpikir (let go). Yang penting diingat adalah supervisor atau manajer memeriksa hasil kerja anak buah guna memastikan kualitasnya.
Dalam mendelegasikan tugas perlu diperhatikan bahwa:
- Anak buah mendapat kejelasan tentang tugas, tujuannya, dan manfaat hasil tugas bagi organisasi atau bagi bagian yang membutuhkannya.
- Ciptakan sense of ownership terhadap tugas itu dengan melibatkan anak buah dalam proses, komunikasi dengan pihak terkait, dan apresiasi.
- Hindari gaya micromanagement yang akan menghambat kreativitas dan menurunkan rasa percaya diri anak buah.
- Pelajari kapabilitas skill, waktu yang tersedia, dan cara kerja masing-masing anggota tim. Lalu delegasikan tugas pada anak buah yang paling cocok untuk mengerjakan tugas itu berdasarkan kapabilitas skill, tempo kerja dan cara kerja.