Adriani Sukmoro

Estafet

Atletik dianggap sebagai salah satu olahraga tertua di dunia. Atletik sudah ada sebelum prasejarah, zaman saat manusia masih menggunakan perkakas batu sekitar 3,3 juta tahun silam. Zaman itu sistem tulis belum diciptakan. Olahraga tua atletik diperlombakan sejak olimpiade pertama di Athena, Yunani, pada April 1896, seratus dua puluh enam tahun lalu.

Postur Tubuh

Olahraga jalan, lari, melompat rintangan, dan melempar alat merupakan bagian dari cabang olahraga atletik. Khusus untuk olahraga lari, kecepatan berlari menjadi kunci keberhasilan seseorang memenangkan perlombaan. Kecepatan berlari ini bisa ditingkatkan dengan melatih harmonisasi antara irama langkah dan panjang langkah.

Pelari bertubuh tinggi dengan kaki panjang mungkin mempunyai keuntungan tersendiri dalam lomba lari. Kaki panjang membantu pelari itu mencapai jarak langkah yang lebih panjang ketika menjejakkan kaki di tanah atau lapangan. Walau tentu saja teknik berlari cepat secara keseluruhan menjadi hal penting untuk menjadi pelari tercepat.

Pelari-pelari dari benua Amerika dan Eropa biasanya mempunyai postur tubuh tinggi dan kaki panjang. Lomba lari tingkat internasional selalu didominasi pelari dari benua Amerika dan Eropa, seperti lomba lari kejuaraan dunia atletik dan olimpiade.

Kerja Sama Empat Orang

Lomba lari estafet menjadi salah satu nomor yang selalu dipertandingkan dalam kejuaraan atletik. Lomba lari estafet itu sendiri terbagi dalam dua kategori:

  • estafet 400 meter yang melibatkan empat orang pelari, di mana masing-masing pelari harus berlari sejauh seratus meter (4×100 meter).
  • estafet 1600 meter yang melibatkan empat orang pelari, di mana masing-masing pelari harus berlari sejauh empat ratus meter (4×400 meter).

Lomba lari estafet sering dianggap sebagai lomba lari paling sulit dalam atletik. Dibutuhkan kerja sama empat orang atlet untuk mencapai garis finish paling cepat dari semua peserta lomba. Tantangan yang dihadapi atlet lomba lari estafet bukan hanya kecepatan berlari dan mengatur irama langkah. Pelari harus mengoper tongkat dengan mulus ke pelari berikutnya. Pengoperan tongkat harus terjadi di dalam 20 meter boks pengoperan yang telah ditentukan. Boks 20 meter ini berada 10 meter sebelum leg 100 meter dimulai, dan 10 meter setelah leg 100 meter dimulai. Sering kali proses pengoperan tongkat ini menjadi kendala, membuat tim estafet gagal memenangkan lomba. Bahkan bisa kena diskualifikasi jika pengoperan tongkat terjadi di luar boks 20 meter yang ditetapkan.

Lomba lari estafet 4×100 meter dianggap lebih sulit dari lari estafet 4×400 meter. Pengoperan tongkat harus cepat, jangan sampai jatuh, jangan sampai terkena diskualifisi. Ditambah lagi setiap pelari dalam tim estafet harus berlari sekuat tenaga menyelesaikan lari 100 meter bagiannya. Jarak 100 meter terlalu pendek, sulit untuk mengejar ketinggalan akibat ketidakmulusan pengoperan tongkat, atau akibat ada pelari yang lebih lambat dari pesaing. Sementara jarak 400 meter, masih memungkinkan setiap pelari mengejar ketinggalan dari pesaing lainnya.

Jika salah seorang pelari dari empat orang dalam tim estafet berlari di bawah kecepatan rata-ratanya, hasil pelari itu akan merugikan tim, mengurangi target kecepatan lari mereka yang telah dilatih selama persiapan pertandingan.

Penempatan Pelari

Pelatih memilih anggota tim pelari estafet 4×100 meter berdasarkan rekor lari mereka. Biasanya pelatih menempatkan pelari tercepat kedua sebagai pelari pertama, mungkin untuk menyemangati tim karena kekuatan larinya bisa menjadi standar awal posisi tim dalam perlombaan. Pelari tercepat ketiga biasanya menjadi pelari kedua, sementara pelari yang rekornya paling lambat dari keempat anggota tim estafet menjadi pelari ketiga. Pelari terakhir disebut sebagai anchor, posisinya memainkan peranan penting, biasanya dipilih pelari dengan rekor lari tercepat.

Adrenalin sudah terpompa sejak awal lomba lari estafet dimulai. Namun adrenalin semakin memuncak saat anchor meraih tongkat dan fokus menyelesaikan tugasnya di etape terakhir. Anchor harus mampu memanfaatkan kecepatan larinya untuk mengalahkan semua pelari lain.

Tim Matahari Terbit

Kejuaraan olimpiade sangat terpandang, baik di mata atlet maupun masyarakat biasa. Semua atlet yang bisa masuk kualifikasi olimpiade bangga akan prestasinya, karena berhasil masuk kualifikasi itu saja sudah merupakan pencapaian. Mereka berhasil melampaui standar pengukuran atau ranking atlet dari beratus negara peserta olimpiade, mendapat tiket untuk berlomba dalam kejuaraan olimpiade.

Memenangkan kejuaraan olimpiade menjadi impian atlet, ada yang beranggapan meraih medali emas olimpiade adalah impian terbesar dalam hidup seorang atlet.

Sangat jarang melihat atlet Asia meraih medali dalam kejuaraan lari olimpiade, baik itu medali emas, perak, atau perunggu. Sulit menembus dominasi pelari benua Amerika dan Eropa.

Dalam lomba lari estafet 4×100 meter pria olimpiade 2016, dua negara Asia, Cina dan Jepang, berhasil masuk kualifikasi olimpiade, dan melewati babak semifinal. Tim pelari Cina dan Jepang harus bersaing dengan tim 6 negara lainnya yang berhasil lolos ke final: Amerika Serikat yang diunggulkan karena telah sering memenangkan medali emas dalam perlombaan lari estafet olimpiade, Jamaika yang juga diunggulkan karena telah menjadi peraih medali emas di olimpiade 2012, Kanada, Trinidad & Tobago, Inggris, dan Brazil.

Saat bunyi tembakan penanda perlombaan estafet dimulai, para pelari melesat seperti anak panah yang dilepaskan dari busurnya. Tak ada yang bisa dihentikan, semuanya harus berlari dan berlari. Tanpa diduga tim pelari negeri matahari terbit, Jepang, berhasil menyamai langkah finalis lainnya. Bahkan Aska Cambridge, sang anchor Jepang di etape lari terakhir, sempat lari berdampingan dengan Usain Bolt, pelari Jamaika yang dijuluki sebagai pelari halilintar. Tiga rekor dunia lari 100 meter dalam satu dekade terakhir semuanya dicetak oleh Usain Bolt. Bisa dibayangkan kecepatan larinya yang luar biasa.

Akhirnya Jamaika keluar sebagai pemenang, meraih medali emas olimpiade. Namun Jepang, tim yang tidak diunggulkan di mata pengamat, berhasil meraih medali perak. Ketika tim pelari Jepang menaiki podium untuk menerima medali olimpiade, mereka telah mewakili benua Asia untuk mendapat penghormatan di cabang olahraga yang jarang bisa ditembus negara-negara Asia.

Kunci Kesuksesan

Pengamat olahraga langsung mengamati kunci kesuksesan tim Jepang yang tak diunggulkan itu. Bagaimana mereka bisa berhasil meraih medali perak olimpiade?

Beberapa hal yang dianggap pengamat olahraga atletik sebagai kunci keberhasilan tim estafet Jepang:

  • Kemampuan berlari dan susunan pelari:
    • Ryota Yamagata, pelari 100 meter yang telah memenangkan berbagai kejuaraan lari. Ia masuk dalam tim estafet 4×100 meter Jepang dalam pesta olahraga Asian Games tahun 2014, dan berhasil mendapatkan medali perak. Ia dipilih sebagai pelari pertama dalam tim estafet Jepang di kejuaraan olimpiade 2016.
    • Shota Lizuka, pelari 200 meter yang memenangkan berbagai kejuaraan. Seperti Ryota Yamagata, ia masuk dalam tim estafet 4×100 meter Jepang di Asian Games tahun 2014, mengantongi medali perak. Ia juga terpilih masuk dalam tim lari estafet 4×400 meter Jepang dalam Asian Games 2014, membawa pulang medali emas. Ia menjadi pelari kedua dalam tim estafet Jepang di kejuaraan olimpiade 2016.
    • Yoshihide Kiryu, pelari 100 meter, memenangkan beberapa kejuaraan lari skala nasional. Ia dipilih menjadi pelari ketiga dalam tim estafet Jepang di kejuaraan olimpiade 2016.
    • Asuka Cambridge (Aska) yang berdarah campuran Jamaika (ayah) dan Jepang (ibu), mengkhususkan diri sebagai pelari 100 meter. Ia memenangkan berbagai kejuaraan lari, dipilih menjadi pelari terakhir (anchor) dalam tim estafet Jepang di kejuaraan olimpiade 2016.
  • Latihan dan latihan – tim estafet Jepang ini berlatih secara intensif setiap hari saat persiapan menuju olimpiade 2016. Teknik lari dan pengoperan tongkat terus disempurnakan. Dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi muscle memory, terbentuk kemampuan untuk mereproduksi gerakan tertentu tanpa pikiran sadar akibat pengulangan gerakan secara terus menerus.
  • Menghormati kemampuan masing-masing pelari – latihan bersama, tinggal bersama di pusat pelatihan, dan melakukan hal-hal sehari-hari di luar latihan secara bersama-sama, membuat anggota tim mengenal satu sama lain. Tercipta rasa nyaman, setiap individu percaya atas kemampuan masing-masing, dan timbul rasa saling menghormati. Tak ada yang perlu menonjolkan diri lebih dari yang lain, karena yang dilihat adalah hasil kerja lari mereka secara keseluruhan, bukan kecepatan lari individu dalam tim.
  • Kemulusan pengoperan tongkat – latihan pengoperan tongkat memakan porsi paling banyak dalam latihan lari estafet. Pelari perlu mengenal ritme pelari berikutnya yang akan mengambil alih tongkat. Penerima tongkat akan menjulurkan lengan ke bagian belakang tubuh dengan ketinggian tertentu, telapak tangan terbuka untuk siap menerima tongkat. Pengoperan tongkat harus dilakukan saat berlari, karena setiap detik yang terbuang menjadi celah bagi pelari lain untuk meraih kemenangan. Dibutuhkan konsentrasi, penerima tongkat tak bisa menoleh ke belakang, harus percaya penuh pelari sebelumnya akan menyerahkan tongkat dengan mulus ke tangannya.

Tim estafet Jepang mendapat pujian pengamat, dikatakan pengoperan tongkat yang mulus antar pelari dalam tim membawa mereka ke peraihan medali.

  • Mindset – tekanan untuk menang pasti ada dalam setiap pertandingan, apalagi dalam kejuaraan olimpiade. Tekanan dari dalam diri sendiri, dari tim, dari pelatih, dari masyarakat negeri, dan dari pemerintah yang telah memdanai segala kegiatan atlet nasional. Tim Jepang dibekali dengan latihan membangun kepercayaan diri, fokus pada meningkatkan kecepatan lari rata-rata setiap individu.

Kerja Sama Tim Mengalahkan Talenta

Seluruh atlet yang dipilih dalam tim estafet negara yang masuk final telah melalui seleksi. Berbeda dengan tim negara lain yang berhasil masuk final, tak satu pun dari anggota tim estafet Jepang yang berhasil masuk final dalam lari perorangan 100 meter. Padahal lari estafet 4×100 meter itu membutuhkan kecepatan lari setiap individu dalam jarak 100 meter.

Di samping itu, catatan kecepatan lari perorangan anggota tim Jepang tak menyamai rekor lari internasional. Kecepatan rata-rata setiap individu tim Jepang jika dikombinasikan sekitar 10.12 detik, sehingga jika diambil sebagai dasar asumsi, mereka akan menghabiskan waktu 40.48 detik untuk menyelesaikan estafet 4×100 meter. Lama waktu sedemikian tak akan menempatkan mereka meraih medali, bahkan mungkin tak lolos ke final karena kecepatan tim yang masuk final semuanya di bawah 40 detik.

Di sinilah letak kehebatan tim estafet Jepang. Para pengamat menilai kerja sama tim Jepang sangat menonjol, mengalahkan talenta pelari lainnya yang jelas lebih kuat.

Komentator perlombaan lari estafet 4×100 meter olimpiade 2016 memusatkan perhatiannya pada tim Amerika Serikat. Komentator itu mengatakan, tim Amerika Serikat melakukan start lari yang gemilang (flying start). Finalis lain yang dikomentarinya selain Amerika Serikat hanya Jamaika, Trinidad & Tobago, dan Kanada. Ia tak memperhatikan pelari Jepang sama sekali.

Hingga akhirnya ketika anchor, pelari terakhir, mempertaruhkan segala tenaga mereka mencapai garis finish, barulah komentator itu mengatakan, “Japan got a surprise silver medal. And the US finishes third.”