Adriani Sukmoro

Etika

Ketika memasuki dunia korporasi, perusahaan pertama tempat saya bergabung memberi beberapa buku panduan, salah satu di antaranya berjudul Ethics. Tak lama kemudian saya mendapat undangan mengikuti Induction Program, program orientasi bagi karyawan baru. Program itu mengenalkan sejarah berdirinya perusahaan, ruang lingkup bisnis, cerita kesuksesan dan inovasi, hingga nilai-nilai perusahaan (corporate values). Namun ada satu sesi yang membahas Etika, mengingatkan saya akan buku Ethics yang dibagikan di hari pertama bekerja.

Etika Profesional

Etika bukan kata asing bagi saya. Namun pentingnya etika bagi perusahaan menjadi hal baru saat memasuki dunia korporasi. Saat itu saya berpikir, etika ada dalam diri seseorang, karena sudah diajarkan dalam keluarga dan di sekolah. Sehingga saya sempat berpikir, mengapa perusahaan itu harus membuat buku panduan khusus tentang etika, dan memasukkannya dalam program orientasi karyawan baru?

Jika ditilik secara etimologi, etika berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani, yang artinya sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan akan sesuatu. Aristoteles, filsuf Yunani kenamaan, menggunakan kata itu untuk menunjukkan moral, perilaku manusia yang berkaitan dengan hidup.

Etika yang diperkenalkan perusahaan itu membantu pengertian tentang Etika Profesional. Keselarasan perilaku karyawan dengan nilai-nilai perusahaan (corporate values) perlu terjadi, karena keberadaan karyawan di dalam organisasi adalah untuk mendukung visi dan misi perusahaan sepenuhnya. Ada unsur kepatuhan dalam Etika Profesional, di mana konsekuensi terhadap perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai perusahaan diberlakukan. Karyawan bisa belajar tentang perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai perusahaan dari contoh sehari-hari, bagaimana manajemen, pimpinan perusahaan, dan rekan kerja melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Suatu hari, laporan masuk ke meja CEO perusahaan. Laporan itu mengatakan, salah seorang karyawan perusahaan yang menduduki posisi tinggi, memberi pelatihan di perusahaan lain. Pelatihan itu dilakukan di luar jam kantor. Namun isu etika muncul karena pelatihan tersebut dilakukan di perusahaan lain yang bergerak di bisnis sejenis, yang berarti salah satu kompetitor perusahaan. Konsekuensi pun terjadi, karyawan tersebut terpaksa meninggalkan perusahaan, dianggap melanggar etika profesional.

Etika Pribadi

Walau tak bekerja di korporasi dan diajarkan tentang etika profesional, etika sudah terbentuk dalam diri seseorang saat ia dibesarkan dalam keluarga. Etika juga diajarkan melalui lingkungan tempat tinggal, pertemanan, para pendidik sekolah, dan agama. Ada hal-hal yang berkaitan dengan moral dan prinsip-prinsip tertentu yang diajarkan lingkungan di atas. Etika ini tidak tertulis, tapi melekat dalam diri seseorang karena berlaku secara umum di lingkungannya.

Etika yang ditanamkan di daerah tertentu bisa berbeda dengan tempat lain. Sendawa bukan sesuatu hal tabu di negara-negara Asia, bahkan di Cina dan Taiwan sendawa menunjukkan seseorang menyukai makanan yang disantap, suatu kehormatan bagi orang yang memasak makanan tersebut. Di negara-negara Barat, sendawa termasuk kebiasaan yang dihindari sewaktu makan. Dianggap tidak etis dalam tata krama makan dan minum.

Etika menjadi penting dalam kehidupan sosial. Etika berisi konsep pemikiran sifat kebenaran atau kebaikan dari tindakan sosial berdasarkan kebiasaan yang dipahami seseorang. Menghormati orangtua dan guru, menghargai bantuan yang diterima, membalas sapaan orang lain, jujur dalam perkataan dan perbuatan, menghargai perbedaan pendapat, dan berbagai perilaku baik lainnya adalah etika umum yang berlaku.

Seseorang mempertanyakan, apakah orang yang berada dalam satu kelompok kerja sama, dalam waktu bersamaan melakukan pekerjaan sejenis dengan kelompok kerja sama yang berbeda, dikatakan berbuat salah? Tidak, jika kelompok kerja sama itu bukan organisasi laba (profit organization). Organisasi laba memberlakukan peraturan yang mengikat, peraturan tertulis tentang etika profesional. Kelompok kerja sama yang sifatnya kolaborasi bersama, tidak memiliki peraturan tertulis dan mengikat.

Namun, ada yang mempertanyakan, apakah pantas melakukan hal seperti di atas dalam berkolaborasi? Pertanyaan tersebut erat kaitannya dengan etika pribadi, sifatnya individual. Bagi orang yang melakukan tindakan tersebut, mungkin menganggap hal itu pantas dan tak menjadi masalah bekerja untuk hal yang sama dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Bagi sebagian lainnya, hal itu bisa dianggap tak pantas, kurang memiliki etika pribadi yang tinggi. Pendapat ini berlandaskan pemikiran, seyogianya seseorang fokus mengangkat kelompok kerjanya agar pikirannya tidak terpecah belah, apalagi terbentur pada pengenalan hasil kerja pada publik.

Alexander Solzhenitsyn, seorang sejarawan dan penulis novel Rusia yang memenangkan penghargaan Nobel di bidang kesusteraan tahun 1970, mengatakan: Even the most rational approach to ethics is defenceless if there is not the will to do what is right. Beliau menunjuk pada etika pribadi: melakukan sesuatu yang benar atau tepat berasal dari keinginan atau prinsip pribadi, bukan melalui pendekatan rasional.