Banyak filsuf terkenal dari Yunani yang mengutarakan filosofi yang hingga kini digunakan banyak orang. Heraclitus salah seorang diantaranya. Walau hidup di abad 500 sebelum Masehi, di masa teknologi belum menyentuh kehidupan, Heraclitus mengatakan: perubahan adalah satu-satunya yang menetap dalam hidup ini. Tak ada yang menyangkal apa yang dikatakan Heraclitus, apalagi di zaman kini, dimana kemajuan teknologi membuat perubahan sangat cepat terjadi. Teknologi sudah menghadirkan Artificial Intelligence dengan segala dampaknya; pendekatan dan cara bekerja pun berubah seiring perubahan yang terjadi.
Kriiiing Kriiiing…
Di masa kecil, rasanya senang bila mendengar bel sepeda Pak Pos yang mengantar surat. Walau ada kotak pos di pagar rumah, tetap saja Pak Pos membunyikan bel sepedanya. Dengan ramah Pak Pos melambaikan tangannya bila penghuni keluar rumah dan sempat melihatnya.
Kebutuhan jasa pengiriman surat, dokumen, dan barang sudah dirasakan sejak zaman penjajahan Belanda. Kantor pos pertama didirikan penguasa Belanda di negeri ini tahun 1746, terletak di Pulau Jawa.
Selama beratus tahun masyarakat bergantung pada jasa ‘Pak Pos’ dalam mengirim surat, pos wesel, barang, dan lain-lain. Kantor pos berjasa menghubungkan orang-orang yang berkirim kabar, mengantarkan kiriman barang, atau menyampaikan uang yang ditunggu-tunggu. Tak heran patung Pak Pos didirikan di depan kantor besar PT Pos Indonesia, lambang peranan Pak Pos dalam penyampaian berbagai kiriman, dan bagian dari pelayanan masyarakat.
Kartu Kredit
Citibank yang berkantor pusat di New York, menjadi bank asing pertama yang mengeluarkan kartu kredit ke pasar Indonesia di tahun 1989. Tanggapan pasar terhadap produk kartu kredit Citibank cukup positif, dalam waktu relatif singkat Citibank merayakan jumlah 750.000 nasabah kartu kredit di hotel Shangri-La, Jakarta.
Banyaknya kartu kredit yang diterbitkan Citibank membuat bank itu perlu bekerja sama dengan PT Pos Indonesia, guna memastikan kartu kredit yang telah disetujui dikirimkan ke alamat pemohon dan tiba di tangan pemohon dalam waktu yang tepat.
Bisnis kartu kredit berkembang pesat di tanah air. Bank-bank lain beramai-ramai meluncurkan kartu kredit, dan berlomba mendapatkan nasabah sebanyak mungkin. Proses pengantaran kartu kredit dan pengiriman tagihan pada pemegang kartu kredit pun menjadi penting. Bank-bank itu tak bisa bergantung hanya pada kantor pos.
Peluang bisnis pun muncul. Berbagai perusahaan bidang jasa pengiriman muncul, sering disebut jasa kurir. Dengan jasa kurir, pengiriman kartu kredit dan tagihannya, surat, paket, dan barang lain bisa dilakukan dengan cepat, aman, tepat pada tujuan, bahkan bisa dilacak dengan mudah.
Tak hanya dunia perbankan. Berbagai usaha bisnis lainnya pun memanfaatkan jasa kurir yang dianggap memenuhi harapan dalam target waktu pengiriman. Di masa kini, pedagang online mengandalkan jasa kurir untuk mengirim barang dagangan pada pembelinya.
Jasa kurir memanfaatkan kemajuan teknologi. Pengguna jasa tinggal memilih, ingin pengirimannya sampai pada hari yang sama, atau pada hari-hari berikutnya. Khalayak umum menjadi melihat perbedaan antara pelayanan kurir yang cepat versus pelayanan pengiriman tradisional yang lambat (seperti pengiriman melalui pos).
Kelalaian Proses
Beberapa bulan lalu sebuah dokumen penting yang berada di Amerika, sangat dibutuhkan untuk suatu proses pengadilan di Jakarta. Dokumen itu kemudian dikirimkan melalui jasa pos dengan tarif International Priority dari pos negeri Paman Sam (USPS – United States Postal Service).
Dua puluh hari sejak pengiriman dari Amerika Serikat telah berlalu, namun dokumen penting itu belum tiba juga di alamat tujuan di Jakarta. Untung pelacakan dokumen bisa dilakukan, baik USPS maupun PT Pos Indonesia menyediakan layanan pelacakan secara elektronik. Terlihat dalam data pelacakan, dokumen itu telah tiba di tanah air hari Kamis 27 April 2023 pukul 09.17 pagi. Namun hingga masuk ke minggu berikutnya, dokumen tak terkirim juga ke alamat yang dituju.
Jika pihak yang menunggu menggantungkan harapan pada Pak Pos untuk mengirim dokumen tersebut, tak ada kepastian dokumen akan sampai di tangan sebelum waktu proses pengadilan. Walau ada sarana chat elektronik untuk bertanya kepada pegawai PT Pos Indonesia, namun jawaban yang diterima tidak memuaskan, tak ada kejelasan kapan dokumen akan diterima, hanya janji akan dilakukan pengecekan.
Mau tak mau pelacakan harus dilakukan di kantor besar PT Pos Indonesia, di Jalan Lapangan Banteng Utara Jakarta, dengan cara datang secara fisik ke sana. Dan terbukti… dokumen sudah ada, tapi belum diproses, apalagi dikirim. Jika pelacakan tidak dilakukan dengan datang langsung ke kantor pos besar di Jakarta, dokumen itu mungkin baru akan tiba di tujuan di minggu berikutnya, yang berakibat pihak berkepentingan tak bisa menunjukkan dokumen itu dalam proses pengadilan. Ada proses pengiriman berjenjang dari kantor pos besar ke kantor pos wilayah yang dituju, yang bisa memakan waktu beberapa hari.
Dari standar waktu pengiriman, pihak customer service PT Pos Indonesia mengakui, ada kelalaian proses yang mengakibatkan keterlambatan pengiriman. Situasi ini semakin menguatkan label yang ada dalam pandangan masyarakat, bahwa jasa pelayanan perusahaan negara cenderung lambat dan kurang efisien.
Kompetitif di Era Teknologi
Di masa kini masyarakat kota memilih menggunakan jasa kurir dibandingkan jasa pos. Peluang bisnis jasa pengiriman telah diambil alih pihak swasta. PT Pos Indonesia sulit bersaing dengan perusahaan swasta yang bisa bergerak lincah memanfaatkan teknologi dan sumber daya manusianya.
Walau masyarakat yang tinggal di kota sudah berpaling pada jasa kurir, saat ini PT Pos Indonesia tetap dibutuhkan di daerah-daerah yang tidak dijamah bisnis jasa kurir. Infrastruktur biasanya membuat pihak swasta tidak merambah daerah, volume bisnis jasa pengantaran di kota sudah cukup menarik.
Kemajuan teknologi membuat perubahan model bisnis. Segala perubahan selalu menimbulkan ketidaknyamanan, terutama di awal perubahan. Namun perubahan tak bisa dihindari, perusahaan yang tak mau berubah mengikuti perubahan zaman niscaya akan tergerus oleh perubahan itu. Jika berkeinginan berubah, perusahaan negara bisa belajar dari perusahaan swasta yang harus berjuang sendiri tanpa bantuan dana dari negara. Untuk bertahan hidup, perusahaan swasta itu harus mampu berinovasi, memanfaatkan teknologi, dan menciptakan budaya kerja yang berorientasi pada pelayanan.