Bulan Desember, tanggal 28. Dalam empat hari ke depan, kalendar 2021 tak berlaku lagi. Kalender itu akan berakhir di tempat sampah ketika tahun berganti. Tapi jika mengamati angka-angka yang ada di dalamnya, ada beratus hari yang telah dijalani semua orang. Setiap membalikkan lembar kalendar, berbagai kejadian telah berlangsung. Sebagian melekat kuat dalam ingatan, sebagian lewat menjadi kegiatan rutin dari Januari hingga Desember.
Badai Belum Berlalu
Sudah tiga tahun pandemi Covid-19 melanda dunia. Hingga akhir 2021 ini virus Corona masih belum mau pergi sepenuhnya. Rasa sedih melanda saat membaca berita mereka yang terdampak. Rumah sakit penuh, penderita Covid-19 terkapar di dalam kamar hingga di lorong-lorong rumah sakit karena kekurangan tempat perawatan. Hotel-hotel pun disulap menjadi rumah sakit. Tempat ini juga penuh, menunjukkan tingkat penderita Covid-19 yang tinggi.
Di awal kehadiran pandemi Covid-19, ancaman virus Corona itu disadari, tapi mereka yang terdampak terasa jauh, orang-orang yang tak dikenal secara pribadi. Secara perlahan, ancaman virus Corona menjadi semakin dekat. Berita tentang rekan seprofesi, bekas kolega kantor, teman sekolah, serta keluarga, terkena Covid-19 menyadarkan bahwa saya, kamu, dia, mereka dan semua orang di seputar kita bisa terkena virus itu. Juga menyadarkan bahwa protokol kesehatan (prokes) harus dijalankan oleh siapa pun. Tak boleh bermain-main dengan virus yang mematikan itu.
Pengingat Prokes
Seorang kolega rajin membagi tips kesehatan pencegahan Covid-19 melalui sarana komunikasi grup Whatsapp. Tipsnya bermanfaat. Selain mengingatkan, juga mudah dilakukan. Mulai dari jenis buah-buahan yang patut dimakan untuk menguatkan tubuh, olahraga yang perlu dilakukan di jam-jam matahari pagi bersinar demi meningkatkan vitamin D dalam tubuh, hingga berbagai tips untuk membentuk sistem imun agar lebih kuat melawan infeksi yang ditimbulkan bakteri dan virus.
Ruang kerja kolega itu persis di sebelah ruang kerja saya, hanya dibatasi ruang terbuka tempat tamu bisa duduk menunggu. Di bulan Juni 2021, saya cukup terkejut ketika mendapat berita di grup Whatsapp bahwa beliau sedang dirawat di rumah sakit karena menderita Covid-19. Mengingat kepedulian beliau tentang prokes dan perlunya membangun sistem imun tubuh, reaksi spontan yang keluar mendengar berita itu: “Kok bisa?”
Ancaman virus Corona memang menjadi semakin dekat. Kolega itu kalah dalam perjuangannya melawan Covid-19. Kepergiannya tanggal 1 Juli 2021 lalu membuat rasa kehilangan dan ketidakpercayaan. Setiap kali melangkah ke luar ruang kerja, terlihat pintu ruang kerja kolega yang telah menghadap Ilahi akibat dampak Covid-19. Ruang kerja itu masih kosong, lampu dimatikan hingga saat ini.
Titisan Darah Bapak Bangsa
Rasa hormat terbersit dengan sendirinya saat mendengar nama Soekarno, Bapak Bangsa. Sang Proklamator membuka jalan bagi negeri yang terdiri dari beribu pulau dan beratus juta jiwa penduduk menjadi negara merdeka dan berdaulat.
Hal biasa bagi pejabat negara dan lingkungan seputar kekuasaan untuk kenal Bung Karno dan keluarganya. Bagi rakyat biasa seperti saya, mendapat kesempatan mengenal Rachmawati Soekarnoputri adalah hal luar biasa.
Setiap bulan Juni Ibu Rachma (nama panggilan Rachmawati Soekarnoputri) pasti mengunjungi Blitar untuk kegiatan Haul Bung Karno. Haul Bung Karno adalah acara peringatan wafatnya Bung Karno, dilakukan setiap tanggal 21 Juni di tempat pemakamannya di Blitar. Saya berkesempatan bertemu dengan Ibu Rachma di Surabaya dalam perjalanannya menuju Blitar di bulan Juni tahun 2000an. Sempat juga silaturahmi saat lebaran baik di kediaman lamanya di bekas rumah Ibu Fatmawati Soekarno, maupun di rumah kediaman terakhirnya di Jati Padang.
Ibu Rachma terus memperjuangkan ajaran-ajaran Bung Karno hingga akhir hayatnya. Ia mendirikan Universitas Bung Karno sebagai salah satu perwujudan perjuangannya menyebarkan ajaran Bung Karno pada kaum muda penerus bangsa. Perjalanan panjang ditempuhnya untuk mendapatkan izin pendirian Universitas Bung Karno. Ibu Rachma tak berhasil mendapat izin selama pemerintahan Orde Baru. Barulah pada tahun 1999 Universitas Bung Karno diresmikan oleh Presiden RI ketiga, Prof Dr Ing BJ Habibie.
Setiap anak mempunyai kenangan tersendiri tentang ayahnya. Begitu pula dengan Ibu Rachma. Saya ikut menyaksikan drama panggung tentang perjuangan Bung Karno yang digagas Ibu Rachma. Seluruh bangku di Jakarta Convention Center tempat drama diadakan penuh. Kisah sejarah yang sudah umum bagi rakyat Indonesia itu tetap menarik penonton. Anjasmara berhasil memerankan Bung Karno dengan baik. Pikiran dan hati saya tersentuh ketika menyaksikan simbolisasi gerakan di panggung, saat-saat terakhir Bung Karno, Sang Proklamator pergi setelah diperlakukan seperti tahanan rumah di sisa hidupnya.
Di bulan Maret 2021 lalu saya berkesempatan mampir ke kediaman Ibu Rachma. Tak lupa berfoto bersama putri yang memilih ikut bersama Bung Karno ketika ayah dan ibunya harus berpisah. Ternyata saat itu adalah kesempatan terakhir untuk bertemu dengan Ibu Rachma. Beliau terkena Covid-19 di bulan Juni 2021. Entah akibat perjalanan Haul Bung Karno ke Blitar, entah karena sudah terkena virus itu sebelum perjalanan ke Blitar. Ibu Rachma yang terus aktif memimpin Universitas Bung Karno dan partai politiknya memang sering bertemu dengan banyak orang.
Berita kepergian Ibu Rachma 3 Juli 2021 mengagetkan. Lagi-lagi perasaan bahwa Covid-19 berada dekat dengan kita muncul. Ibu Rachma telah meninggalkan kenangan kuat. Beliau berkenan memberikan beberapa patah kata dalam buku Riverdance, buku perdana yang pernah saya terbitkan. Terima kasih akan selalu terucap saat mengenangnya.
Ada di Mana?
Di pagi hari Jum’at, 24 September 2021, pegawai telah siap di lapangan upacara, di halaman kantor yang luas. Pada hari itu diadakan Upacara Peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional ke-61. Ketika upacara selesai, beberapa pejabat berkumpul di suatu ruang rapat, menghabiskan waktu bersama beberapa saat dalam suasana Hari Agraria dan Tata Ruang. Saya dan Della, rekan kerja yang dulu pernah bersama-sama kerja di suatu perusahaan internasional sebelum akhirnya bertemu lagi dalam pengabdian di lembaga pemerintah, ikut dalam silaturahmi di ruang rapat itu. Pembicaraan ringan, diselingi senda gurau.
Usai silaturahmi, saya kembali ke ruang kerja untuk memulai pekerjaan pada hari itu. “Ada dimana?” pertanyaan singkat muncul di jaringan pribadi telepon genggam. Pertanyaan dari Della. “Aku ke tempatmu ya sekarang,” Della menulis ketika tahu saya telah kembali ke ruang kerja.
Selama satu jam lebih ia menghabiskan waktu bercerita tentang pekerjaannya, keinginannya, tantangannya. Saya lebih banyak mendengarkan. Pembicaraan terpaksa dihentikan karena tiba saatnya sholat Jum’at. “Sampai ketemu lagi ya,” Della melambaikan tangan saat melangkah keluar ruang kerja saya dan menutup pintu.
Ternyata lambaian tangan teman kerja yang sudah kenal lama itu menjadi salam perpisahannya. Hari Minggu 26 September 2021 berita tentang keadaannya yang dirawat di rumah sakit akibat stroke dikabarkan. Terkejut dan ketidakpercayaan melanda pikiran, terlebih ketika Della akhirnya pergi selamanya beberapa hari kemudian. Sangat tersentuh mengingat almarhum mampir ke ruang kerja di hari terakhirnya di kantor.
2021 akan berlalu. Tulisan ini dipersembahkan untuk Ibu Rachmawati Soekarnoputri, kolega kerja, teman sekolah, serta keluarga yang dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa di tahun 2021. Selamat jalan.