Cerita rakyat Bawang Merah dan Bawang Putih berasal dari Riau. Digambarkan dalam cerita rakyat itu, Bawang Putih seorang yang baik hati, sementara saudara tirinya Bawang Merah selalu cemburu pada Bawang Putih. Suatu hari seorang nenek sihir memberi sebuah labu berisi emas pada Bawang Putih. Bawang Merah merasa iri dan serakah, tak mau kalah. Ia pun meminta hal yang sama pada nenek sihir. Namun ular berbisa yang didapatkannya, sebagai balasan dari rasa iri dan keserakahannya.
Genetik? Pengaruh Lingkungan?
Cerita rakyat di atas menggambarkan dua karakter manusia: karakter baik dan karakter buruk. Ada beberapa cerita rakyat nusantara lainnya yang menggambarkan karakter manusia: Lutung Kasarung dan Jaka Tarub dari Jawa Tengah, Batu Menangis dari Kalimantan Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Malin Kundang dari Sumatra Barat, dan lain-lain.
Membicarakan karakter tak lepas dari pertanyaan: apakah karakter seseorang itu karena faktor genetik, atau karena pengaruh lingkungan dimana ia berada? Hal itu menjadi perdebatan para ahli genetika, psikolog dan ahli saraf. Walau tak ada ahli yang berpendapat bahwa faktor genetik menjadi satu-satunya penentu karakter seseorang, namun para peneliti menyediakan waktu untuk mempelajari peran genetik dalam pembentukan karakter, kepribadian, dan perilaku seseorang.
Setiap individu memiliki kecenderungan perilaku tertentu. Sebagian peneliti berpendapat, kecenderungan terhadap respon emosional tertentu mungkin didasari faktor genetik, seperti misalnya orang yang pemalu atau orang yang lebih extrovert dibandingkan teman-temannya. Para peneliti itu juga mengamati kecenderungan terhadap risiko, ketahanan terhadap stress, dan perilaku impulsif. Hal-hal tersebut mereka kaitkan dengan gen yang dimiliki orang-orang dengan kecenderungan tersebut.
Beberapa peneliti lainnya menekankan pengaruh lingkungan terhadap karakter manusia. Pengalaman masa kanak-kanak, pola asuh, nilai-nilai yang ditanamkan dalam keluarga, pendidikan, budaya, interaksi sosial, dan pengalaman pribadi dapat memiliki dampak besar pada pembentukan karakter seseorang.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli umumnya berpendapat, interaksi antara faktor genetik, lingkungan, dan pengalaman hidup membentuk perkembangan karakter seseorang. Faktor genetik dapat memberikan kerangka dasar, tetapi interaksi dengan lingkungan dan pengalaman hidup berperan dalam membentuk, mengubah, dan mengembangkan karakter seseorang seiring waktu.
Sekolah Karakter
Di area Cimanggis, Depok dan di Tapos, Depok terdapat Sekolah Karakter. Dari nama sekolah itu, orang bisa menduga, pendidikan yang diajarkan di sekolah itu bertujuan untuk membangun karakter anak didik.
Keberadaan sekolah itu menarik, terutama karena saya setuju dengan pendapat para ahli tentang pengaruh lingkungan pada pembangunan karakter seseorang. Pendidikan dijalani seseorang dari Taman Kanak-kanak hingga perguruan tinggi; lebih dari dua belas tahun dalam hidupnya seseorang berada dalam dunia pendidikan. Selama dalam dunia pendidikan, ia berkembang dalam lingkungan sekolah. Peran sekolah dan pendidikan yang diajarkan pun menjadi penting.
Saya beruntung pernah bekerja di bawah kepemimpinan Bapak Sofyan Djalil, ketika beliau menjabat sebagai Menteri Agraria & Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Dalam suatu kesempatan, saya diperkenalkan pada Sekolah Karakter. Sekolah itu dikembangkan tahun 2000 oleh Indonesia Heritage Foundation (IHF), yang didirikan Bapak Sofyan Djalil dan istrinya, Ibu Ratna Megawangi.
Pada awalnya pertanyaan muncul di benak kepala. Bagaimana kurikulum yang tepat untuk membangun karakter anak didik yang baik?
Kesempatan mengenal Sekolah Karakter lebih dekat membuat saya memaklumi, Sekolah Karakter yang dikembangkan IHF itu menerapkan model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter (PHBK). PHBK memegang filosofi pendidikan tentang manusia yang dapat menjadi insan berkarakter, cerdas, kreatif, pembelajar sejati; serta dapat menemukan identitas, makna, dan tujuan hidupnya.
Hal itu digambarkan melalui misi Sekolah Karakter:
- Berkarakter dan bermanfaat: memiliki akhlak mulia sesuai dengan 9 pilar karakter sehingga selalu beramal shaleh dan memberikan nilai tambah kepada lingkungannya.
- Pembelajar sejati: memiliki rasa ingin tahu tinggi, minat baca tinggi, dan aktif.
- Berpikir kreatif dan terbuka: kritis, analitis, reflektif, berpikir divergen, melihat berbagai sudut pandang, berpikir tingkat tinggi, dan berorientasi pada solusi.
- Menguasai ketrampilan hidup: komunikator yang efektif, mudah berdaptasi, mampu bersosialisasi.
- Bersemangat/etos kerja tinggi: Antusias, mampu menghadapi tantangan, dan berani mengambil risiko.
Sembilan Pilar
Sekolah Karakter di Cimanggis dan Tapos berkembang sejak pendiriannya. Anak didiknya mencapai 1.200-an, dengan lulusan sekitar 7.800, mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, hingga Sekolah Menengah Atas.
Sekolah itu menggunakan sembilan pilar pada proses kegiatan belajar anak didiknya. Pilar sebagai struktur penyangga, merupakan elemen kunci dalam menjaga stabilitas dan membangun kekuatan suatu struktur. Kesembilan pilar yang digunakan dalam PHBK bertujuan untuk membangun karakter yang kuat, yang membuat anak didik menjadi kokoh dan stabil. Kesembilan pilar yang ingin dicapai meliputi:
- Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
- Mandiri, disiplin, dan tanggung jawab
- Jujur, Amanah, dan berkata bijak
- Hormat, santun, dan pendengar yang baik
- Dermawan, suka menolong, dan kerja sama
- Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah
- Pemimpin yang baik dan adil
- Baik dan rendah hati
- Toleran, cinta damai, dan bersatu
Teladan
Mendirikan sekolah memiliki dampak jangka panjang yang luas, tidak hanya bagi individu yang mendapatkan pendidikan, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya sekolah, masyarakat dapat tumbuh, berkembang dalam berbagai aspek kehidupan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Mendirikan Sekolah Karakter tak lepas dari kontribusi pada masyarakat dan pembangunan bangsa. Ada yang bertanya, siapa pemilik Sekolah Karakter itu; apakah karakter pemiliknya menunjukkan teladan seperti yang diajarkan kepada anak didik? Pertanyaan kritis dan relevan. Jika ingin mengajarkan karakter positif, pendiri sekolah dan para pengajarnya diharapkan menunjukkan karakter seperti yang diajarkan.
Orang yang belum mengenal pendiri Sekolah Karakter tentu bisa menggali dari berbagai sumber. Bapak Sofyan Djalil, salah seorang pendirinya, menjadi pemimpin yang paling berpengalaman menjabat sebagai Menteri di kabinet pemerintahan. Berlatar dari kalangan profesional, beliau pernah memimpin di lima kementerian berbeda: Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Agraria & Tata Ruang.
Selama bekerja di bawah kepemimpinan Bapak Sofyan Djalil ketika beliau menjabat sebagai Menteri Agraria & Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), saya berkesempatan mengamati karakter kepemimpinannya. Beliau memiliki pemahaman mendalam tentang ekonomi, pemerintahan, kebijakan publik, serta menunjukkan komitmen terhadap pelayanan publik. Profesionalismenya semakin lengkap dengan kemampuan diplomatiknya dalam berurusan dengan berbagai pihak. Beliau juga seorang komunikator yang efektif seperti terlihat saat menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari pihak berkepentingan (wartawan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan lain-lain).
Sekolah Karakter merupakan perwujudan keteladanan pendirinya, Bapak Sofyan Djalil dan Ibu Ratna Megawangi. Kesembilan pilar dalam model PHBK yang dicetuskan pendirinya diharapkan melahirkan generasi bangsa yang luhur dan menjadikan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Eleanor Roosevelt, aktivis dan diplomat yang juga dikenal sebagai istri Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt, mengatakan, pembangunan karakter dimulai dari sejak bayi hingga seseorang meninggal dunia. Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16, menggambarkan karakter sebagai pohon, sementara reputasi adalah bayangan pohon. Manusia seharusnya fokus pada karakter dirinya (pohon), bukan sibuk memikirkan reputasi yang ingin dilihat orang (bayangan pohon). Bapak Sofyan Djalil mengatakan, individu yang baik adalah orang yang mampu memberi nilai tambah di manapun ia berada. Nilai tambah setiap individu itulah yang akan memberi banyak manfaat kepada sesama maupun kepada bangsa. Bapak Sofyan Djalil telah menerapkannya dalam kehidupan sosialnya, diantaranya dengan mendirikan Sekolah Karakter bersama Ibu Ratna Megawangi.
Hari ini, 23 September 2023, Bapak Sofyan Djalil merayakan hari kelahiran ke-70. Selamat ulang tahun Pak, semoga tetap sehat, tetap rajin olahraga jalan kaki, dan terus memberi nilai tambah pada masyarakat dan bangsa!