Adriani Sukmoro

Kegiatan Luar Kantor

Seorang karyawan menghubungi mantan atasannya, menanyakan keberadaan atasannya yang sekarang. Situasi itu tak lazim: anak buah mencari tahu keberadaan atasan pada orang lain. Idealnya, sang atasan memberitahu timnya jika harus ke luar kantor, lengkap dengan tujuan beliau meninggalkan kantor. Informasi itu membantu anggota tim menjelaskan kepada siapa pun yang mencari atasan tersebut di kantor, dan anggota tim memaklumi bahwa alasan ke luar kantor itu memang berhubungan dengan tugas kantor.

Missing In Action

Karyawan di atas menghubungi bekas atasannya karena ia tahu atasannya tergabung dalam forum profesional yang sama dengan bekas atasannya. Karyawan itu menduga, atasannya ke luar kantor untuk menghadiri forum tersebut. Ternyata tidak ada kegiatan forum profesional yang dimaksud pada hari itu.

Karyawan itu menjadi berkeluh kesah tentang atasannya. Ia mengomel karena diminta sang atasan untuk mewakilinya menghadiri suatu rapat pada hari itu, permintaan yang dilakukan secara mendadak. Karyawan itu tak pernah dilibatkan membahas isu yang akan dibicarakan dalam rapat, sehingga ia kebingungan.

Ternyata kejadian yang sama sudah berulang beberapa kali. Sang atasan sering mendelegasikan tugas pada anggota tim secara mendadak. Apa penyebabnya? Ternyata karena sang atasan  mempunyai banyak kegiatan di luar kantor, yang membuat ia kerap harus ke luar kantor.

Keberadaan atasan yang dipertanyakan itu bersumber dari tidak adanya informasi yang diberikan pada anggota tim. Diperparah lagi dengan kondisi sang atasan tidak dapat dihubungi, nomor telepon genggamnya sering dalam keadaan mati saat ia ke luar kantor. Kondisi ini membuat anggota timnya curiga, apakah ada hal-hal yang ditutupi sehubungan dengan kebutuhan ke luar kantor? Anak buah pun menjadi penasaran, mereka berusaha mencari tahu keberadaan sang atasan.

Hingga di suatu saat, anggota tim menemukan keberadaan sang atasan berkat media sosial. Ternyata sang atasan menjadi pembicara tamu dalam kegiatan perusahaan lain, yang tak ada hubungannya dengan perusahaan tempatnya bekerja. Anggota tim pun beramai-ramai membicarakan kepemimpinan atasan mereka yang dianggap tidak adil dan tidak efektif. Tidak adil karena sang atasan banyak menghabiskan waktu di luar kantor untuk hal-hal pribadi walau berhubungan dengan bidang profesinya, dan kurang fokus dalam membimbing dan mengembangkan anak buah. Tidak efektif karena atasan cenderung mendelegasikan tugas tanpa bimbingan dan kejelasan tujuan tugas yang harus dicapai. Anak buah pun memberi label missing in action (MIA) setiap kali sang atasan ‘menyelinap’ ke luar kantor.

Eksis

Kemajuan teknologi membuat sebagian karyawan cenderung menunjukkan kegiatan yang ia lakukan. Hal ini tak terbatas hanya pada karyawan biasa. Sebagian pemimpin dan manajer ikut memanfaatkan media sosial sebagai wadah untuk menampilkan diri dan kegiatannya. Tak hanya kegiatan di dalam perusahaan (internal event), kegiatan sosial di luar kantor pun ditampilkan; seperti makan malam bersama berbagai kelompok pertemanan, hang out bersama rekan kerja dari perusahaan lama, dan lain-lain.

Seorang pimpinan di suatu perusahaan swasta, sangat aktif bersosialisasi. Hadir dalam seminar, workshop, diskusi, tergabung dalam asosiasi dan komunitas, dan menjadi tamu pembicara di berbagai acara. Seluruh kegiatan itu ditampilkan di jaringan media sosial, menunjukkan eksistensinya di kalangan profesional.

Perusahaan tempatnya bekerja tidak keberatan atas penggunaan waktu kantor untuk berbagai kegiatan tersebut. Sang pimpinan mampu mengemukakan alasan yang jitu: kegiatannya mewakili perusahaan, mengangkat nama perusahaan di dunia luar.

Anggota tim pun menjadi rajin mengikuti tampilan media sosial sang pemimpin. Mereka ingin tahu apa saja kegiatan atasan mereka sehingga tak berada di kantor. Bukan pujian atau kekaguman yang muncul dalam pembicaraan anggota tim. Mereka justru membicarakan tentang kebutuhan eksis sang pimpinan, pemimpin mereka terlihat ‘ada di mana-mana’.

Waktu kantor yang banyak digunakan untuk kegiatan di luar kantor membuat atasan tersebut kurang melakukan bimbingan pada anggota tim. Yang terjadi justru pendelegasian tugas secara total. Alhasil anak buah melihat atasan seperti messanger: tugas-tugas yang masuk ke departemen didelegasikan pada anak buah, anak buah mengerjakan tugas, namun sang atasan yang nantinya menyerahkan tugas pada pihak yang membutuhkan.

Satu per satu anggota tim pun memilih keluar dari perusahaan ketika ada tawaran kerja yang menarik.

Keberadaan pimpinan di antara anggota tim dibutuhkan. Kepemimpinan berhubungan dengan arahan, bimbingan, supervisi; serta pembangkit motivasi kerja dan disiplin kerja. Seperti yang dikatakan John C. Maxwell, penulis dan pembicara asal Amerika: “A leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way.”

Anggota tim bisa membaca kebiasaan ‘hilang’ dari kantor jika atasan kerap melakukannya. Respek terhadap pimpinan akan memudar sejalan dengan kebiasaannya berada di luar kantor untuk hal-hal yang dianggap tak bermanfaat bagi departemen maupun anggota tim.