Adriani Sukmoro

Kreativitas Yang Terancam

Seorang teman menerbitkan buku tentang kreativitas dan bisnis kreatif. Beliau memang bekerja di bidang kreatif, mendirikan perusahaan konsultan komunikasi pemasaran (marketing communication). Untuk mencapai kesuksesan dalam komunikasi pemasaran, kreativitas menjadi aspek kunci dalam mengembangkan strategi yang efektif dan membedakan merek dari pesaing. Dengan menggabungkan kreativitas dan pengetahuan yang mendalam tentang target pasar dan tujuan pemasaran, tim pemasaran dapat menciptakan kampanye yang menarik dan berdampak tinggi.

Bakat Bawaan?

Respek terhadap mereka yang bekerja di bidang komunikasi pemasaran ada karena tak semua orang memiliki bakat untuk merancang ide-ide dan konsep-konsep yang menarik dan unik untuk kampanye pemasaran. Ide-ide kreatif membantu membedakan produk atau layanan dari pesaing dan memikat perhatian calon pelanggan. Sering kali kampanye pemasaran berisi pesan pemasaran yang menggugah emosi, sehingga menghubungkan pelanggan dengan merek secara lebih mendalam. Pesan yang emosional itu cenderung lebih diingat dan dapat membangun hubungan yang lebih kuat antara merek dan pelanggan.

Respek juga ada terhadap para penulis yang berhasil menerbitkan buku-buku yang bagus, yang memberi manfaat bagi banyak orang. Bagi saya pribadi, penulis buku fiksi yang luar biasa isinya mendapat tempat tersendiri. Kreativitas adalah landasan utama bagi penulis untuk menciptakan karya tulis yang unik, bermakna, dan menginspirasi. Kemampuan untuk berpikir kreatif memungkinkan penulis untuk menghasilkan karya-karya yang menonjol dan memberikan kontribusi berharga dalam dunia sastra, termasuk karya penulis film layar lebar. Para penulis itu menggunakan imajinasi tinggi untuk melahirkan cerita yang tak hanya menarik untuk dibaca atau ditonton, namun tetap tinggal dalam ingatan.

Mengapa sebagian orang diterima bekerja di bagian komunikasi pemasaran, sementara yang lainnya diterima bekerja di bagian Kepatuhan yang fokus pada peraturan-peraturan yang berlaku? Mengapa sebagian orang bisa menulis dan menghasilkan karya tulis yang bagus, sementara yang lainnya tak memiliki kemampuan seperti itu?

Pertanyaan itu membawa orang pada pertanyaan selanjutnya: apakah kreativitas itu bawaan sejak lahir atau kemampuan yang dapat dikembangkan melalui berbagai cara?

James C. Kaufman, seorang psikolog Amerika Serikat, mengadakan penelitian tentang kreativitas dan intelegensi. Ia tak menyangkal pengaruh faktor lingkungan dalam pengembangan kreativitas, namun ia berpendapat bahwa daya kognitif dan ciri-ciri kepribadian bisa mempengaruhi potensi kreativitas seseorang sejak usia dini.

Sementara Ellen Winner, seorang psikolog dan profesor di Boston College, mengadakan penelitian tentang bakat dan kreativitas. Ia berpendapat bahwa struktur kognitif seseorang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif dan artistik. Namun demikian, ia menekankan bahwa pendidikan, latihan, dan kesempatan berperan dalam pengembangan kreativitas. Semakin sering seseorang melatih imajinasinya, melatih pemecahan masalah, dan mengembangkan ketrampilan artistik atau konseptual, semakin besar peluang untuk mengembangkan kreativitas.

Artificial Intelligence

Pekerjaan tertentu di berbagai industri membutuhkan kreativitas: Perancang Grafis, Copywriter Iklan, Sutradara Film/Pertunjukan, Ilustrator, Animator, Penulis, Perancang Busana, Arsitek, Perancang Interior, Komposer Musik, Perancang Komunikasi Pemasaran, Perancang Produk, Perancang Game, Manajer Inovasi, Koreografer, Perencana Acara, dan berbagai profesi lainnya.

Mereka yang bekerja di posisi di atas bisa saja memiliki bakat sejak lahir, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut melalui pembelajaran (formal atau informal). Namun kehadiran Artificial Intelligence (AI), menggoyang kenyamanan mereka yang bekerja di dunia kreatif. Beberapa pengamat teknologi mengatakan, AI dapat mengambil alih fungsi kreativitas berbagai pekerjaan.

AI dapat menghasilkan template dan layout, elemen-elemen rancangan (ilustrasi, pola, icon), logo, visualisasi data, infografis, pengeditan dan manipulasi foto, content, musik, data musik yang gratis (tak ada keharusan membayar royalti pada pengarang musik), ide-ide gerakan tari, animasi tari; dan masih banyak lagi yang bisa dilakukan oleh AI yang selama ini dikerjakan oleh manusia dengan menggunakan kreativitasnya.

Mogok Kerja

Pertengahan tahun ini, berita berembus dari Hollywood, pusat industri film tertua dan terbesar di dunia. Para pekerja film Hollywood melakukan mogok kerja. Dimulai dari mogok kerja yang dilakukan Writers Guild of America (WGA) 2 Mei 2023 lalu. WGA merupakan Serikat Pekerja para penulis naskah film, televisi, radio dan media online lainnya. Kemudian mogok kerja itu diikuti The Screen Actors Guild-American Federation of Television and Radio Artists (SAG-AFTRA) pada13 Juli 2023.

Kedua asosiasi pekerja film itu melakukan pemogokan karena perubahan yang terjadi sejalan dengan perkembangan teknologi. Mereka menuntut peraturan mengenai penggunaan AI oleh perusahaan film Hollywood, dan pengupahan yang adil dengan munculnya perusahaan-perusahaan streaming seperti Netflix, Disney, Apple, Warner Bros, Hulu, Amazon, Paramount, YouTube.

Mogok kerja para pekerja industri film Hollywood itu akan mengganggu produksi film televisi dan film layar lebar. Para aktor dan artis juga tak bisa mempromosikan film terbarunya, termasuk menghadiri peluncuran film dengan karpet merah. Promosi memainkan peranan penting dalam pengenalan film, tentu saja ketiadaan promosi oleh para aktor dan artis pemeran film menjadi kendala besar.

Sentuhan Manusia

Tidak dapat disangkal AI semakin canggih. Sudah wajar jika ada kekhawatiran akan AI menggantikan manusia di berbagai bidang pekerjaan, terutama pekerjaan yang berulang, rutin, dan proses data dalam skala besar. Pekerjaan-pekerjaan tersebut dapat diotomatisasi.

Namun banyak yang berpendapat, AI tak bisa menggantikan manusia sepenuhnya. Sentuhan manusia tak dapat diambil alih AI. Hasil karya seseorang biasanya unik karena melibatkan emosi, pikiran kreatif tersendiri; sementara AI hanya menghasilkan “karya” seperti buatan manusia, tetapi sesungguhnya hasil itu kurang memiliki pemahaman yang benar, tak melibatkan emosi dalam penulisannya, dan tak ada kesadaran. AI bekerja berdasarkan pola dari data yang tersedia, tanpa memiliki pemahaman atau kesadaran. Akibatnya AI bisa saja menghasilkan informasi bias, atau informasi yang bertentangan dengan etika.

Sarah Jeong, seorang lulusan Harvard University bidang hukum, dan bekerja sebagai wartawan Amerika di bidang hukum teknologi informatika, mengatakan, AI hanyalah alat baru yang bisa digunakan untuk tujuan baik atau tujuan jahat, alat baru yang datang bersama risiko baru dan sisi negatif lainnya. Kita tahu bahwa walaupun machine learning memiliki potensi besar, sekumpulan data yang berisi bias akan memproduksi hasil yang bias juga – garbage in, garbage out.