Dalam suatu rapat manajemen yang disebut Corporate Leadership Team Meeting, seorang pegawai yang sudah berada di jajaran lapis dua Departemen Pemasaran dan Komunikasi, memaparkan rencana strategis bidang pemasaran (marketing). Meeting manajemen itu rutin dilakukan, membicarakan segala hal yang menyangkut strategi, perencanaan, dan eksekusi bisnis.
Anggota Tim Atau Pegawai
Setelah pegawai tersebut selesai memaparkan materinya, CEO perusahaan bertanya tentang beberapa hal. Di tengah proses tanya-jawab itu, Direktur Pemasaran dan Komunikasi ikut bertanya. Akhirnya proses tanya-jawab beralih menjadi antara Direktur Pemasaran dan Komunikasi dengan pegawai tersebut. Pertanyaan bertubi-tubi yang diajukan membuat pegawai tersebut menjadi tersudut dan lebih banyak diam mendengarkan. CEO menutup diskusi topik rencana strategi bidang pemasaran dengan meminta pegawai tersebut lebih mematangkan konsep dan akan ditelaah lagi nanti.
Apakah ada yang mengganggu pemikiran atau pengamatan dalam meeting manajemen itu? Iya, cukup mengganggu. Proses tanya-jawab yang menyudutkan tadi terjadi antara Direktur Departemen Pemasaran dan Komunikasi dengan anak buahnya sendiri, seorang pegawai yang melapor langsung pada sang direktur. Ketika berbicara tentang rencana strategi bidang pemasaran, rencana penting tersebut tentunya telah dimatangkan dalam proses internal departemen yang bersangkutan. Direktur Pemasaran dan Komunikasi, pemimpin utama dalam departemen itu, pasti dilibatkan dalam proses pematangan rencana strategis.
Keadaan itu membawa ke pertanyaan berikutnya. Mengapa pimpinan Departemen Pemasaran dan Komunikasi tidak membantu pegawai yang bertugas memaparkan tadi dalam menangani pertanyaan, tapi malah mempertanyakan berbagai hal yang dipaparkan? Situasi itu menunjukkan perbedaan antara pemimpin yang memperlakukan anggota tim sebagai bagian dari tim (pemimpin ikut bertanggung jawab atas rencana strategi), dan pemimpin yang memperlakukan anggota tim sebagai pegawai (pegawai itu yang bertanggung jawab atas rencana strategi). Pemimpin departemen tersebut tidak menempatkan diri sebagai pimpinan departemen, tapi menempatkan diri sebagai manajemen yang akan membuat keputusan untuk berbagai rencana strategis perusahaan. Atau mungkin pemimpin departemen tersebut tidak memiliki ownership atas ketidaksempurnaan rencana strategi bidang pemasaran, mengalihkan kekurangan rencana strategi itu pada anak buahnya.
Bos Atau Pemimpin?
Sering kita mendengar istilah “Bos” dan “Pemimpin” untuk pejabat di kantor. Bos biasanya memerintah anak buah untuk melakukan tugas tertentu, sehingga ada istilah “bossy” untuk orang yang gemar menyuruh orang lain. Sedangkan pemimpin biasanya mengajak anggota timnya melangkah bersama dengan misi yang sama untuk mencapai tujuan perusahaan.
Bos biasanya mendudukkan diri lebih tinggi dari anak buahnya, sehingga terjadi jarak antara bos dan anggota timnya. Sementara pemimpin biasanya membangun hubungan sejajar, mau mendengarkan usulan anggota tim, bahkan acap kali mengajak berdiskusi untuk melihat peluang dalam skala lebih luas.
Dalam proses belajar menjadi pejabat pimpinan, patut merenungkan, apakah ingin menjadi “Bos” atau “Pemimpin”? Anak buah mungkin akan takut menemui Bos di dalam ruangannya, karena jarak hubungan yang tercipta: beliau atasan, saya bawahan. Anak buah juga mungkin takut menemui Bos, karena Bos akan mengkritik hasil kerja, bukan membimbing. Sementara seorang Pemimpin tak sungkan untuk bertanya pada anggota timnya, apakah ada hal-hal yang terlewatkan. Atau sekadar mengatakan “well done” untuk hasil kerja yang disampaikan, walaupun masih perlu disempurnakan lagi.
Membawa Tim Dalam Pencapaian Bersama
Seorang pemimpin tidak bisa bekerja sendiri untuk merealisasikan rencana-rencana bisnis. Tim yang berada di bawah kepemimpinannya bertugas untuk mendukung sang pemimpin, dinamika kerja tim di bawah pemimpin tersebut akan membawa mereka mencapai target yang telah ditetapkan.
Pemimpin seyogianya tidak hanya mengharapkan dukungan dari timnya. Ia juga patut mendukung setiap anggota timnya dalam proses pencapaian target bisnis:
- Percaya bahwa anggota tim itu mempunyai kompetensi dan kemauan
- Mengembangkan kompetensi anggota tim yang dianggap masih perlu ditingkatkan
- Memberi dorongan dan motivasi bagi anggota tim yang kurang percaya diri, atau kurang melihat kesempatan yang ada
- Memberi kesempatan pada anggota tim untuk mendapatkan exposure atas hasil kerjanya
- Merayakan keberhasilan bersama tim dan menciptakan atmosfir bahwa kesuksesan yang diraih adalah hasil kerja tim