Adriani Sukmoro

Percaya Diri

Seorang pegawai tingkat menengah yang mengepalai Sales Academy, bagian yang bertanggung jawab terhadap pelatihan dan pengembangan tenaga penjual produk, dipanggil menghadap Direktur Distribusi. Atasannya tersebut memberitahukan, bahwa ia diminta memaparkan analisa kinerja penjualan dan desain program pelatihan yang dilaksanakan dalam satu tahun terakhir di depan Dewan Direksi.

Kesempatan Mendapatkan Exposure

Kepala Bagian Sales Academy itu merasakan kecemasan dalam dirinya. Ia belum pernah mendampingi atasannya, Direktur Distribusi, dalam rapat rutin Dewan Direksi. Apalagi diminta memaparkan analisa kinerja yang berhubungan dengan bidang pekerjaannya. Ia khawatir ada kritik terhadap kinerja Sales Academy yang membuat Dewan Direksi ingin mendengar langsung pemaparannya.

Kegalauan itu tercermin di wajahnya, membuat Direktur Distribusi menenangkannya. “Jangan khawatir. Yang penting kamu siapkan semua data yang diperlukan. Nanti kamu menghadap saya setelah bahan pemaparanmu selesai. Jika saya mengerti apa yang kamu bicarakan dalam materi pemaparan itu, jajaran Direksi lainnya pasti akan mengerti.”

Kepala Bagian Sales Academy itu segera bergerak cepat. Ia mengambil data dari dashboard penjualan, dashboard pelatihan, dan beberapa data keuangan lainnya dari Departemen Keuangan. Ia hanya punya waktu satu minggu menyiapkan data. Ia bekerja lembur, tak ingin ada cacat dalam pemaparannya.

Direktur Distribusi cukup puas dengan persiapannya, hanya sedikit masukan tambahan yang diberikan guna menyempurnakan materi pemaparan. Dalam waktu satu jam yang diberikan dalam rapat rutin Dewan Direksi, Kepala Bagian Sales Academy berhasil menjelaskan hal-hal yang menjadi perhatian para Direksi. Persiapannya membuat ia bisa menjawab pertanyaan dengan baik.

Kepala Bagian Sales Academy keluar dari ruang rapat Dewan Direksi dengan lega. Waktu satu jam berada di ruang meeting tadi serasa satu hari penuh. Kerja keras yang dikebut selama seminggu membuahkan hasil. Atasannya memberitahu, jajaran Direksi terkesan dengan pemaparannya. Ia memang sengaja diminta memberi pemaparan karena Dewan Direksi ingin mengenal Kepala Bagian Sales Academy lebih jauh. Umpan balik dari tenaga penjual yang didengar Direksi, serta data penjualan yang mendukung, membawa Kepala Bagian Sales Academy itu mendapatkan exposure di hadapan Dewan Direksi.

Membangun Percaya Diri

Rasa cemas dan kekhawatiran tentu timbul bila berada dalam situasi seperti Kepala Bagian Sales Academy di atas. Tampil di depan jajaran pimpinan untuk pertama kali bukan hal yang biasa. Produksi adrenalin di dalam tubuh pasti meningkat, pikiran dan raga merasakan ada “ancaman” terhadap kenyamanan diri.

Ada pepatah yang mengatakan, maturity comes with age, kematangan timbul sejalan dengan bertambahnya usia. Bisa dimaklumi, semakin bertambah usia, semakin banyak pengalaman yang diperoleh. Termasuk di antaranya kesempatan berhadapan dengan pemimpin perusahaan yang berada pada tingkat lebih tinggi, dan mungkin berdampak pada kesempatan menaiki tangga karier.

Bisa dipastikan, rasa percaya diri Kepala Bagian Sales Academy itu meningkat mendengar masukan positif dari atasannya dan jajaran Direksi. Rasa percaya diri membantu setiap orang untuk melangkah maju, dan mengambil kesempatan yang ada. Sebaliknya, orang yang kurang percaya diri mungkin akan menarik diri, dan takut mencoba hal-hal baru. Ia merasa lebih nyaman melakukan hal-hal yang sudah dikenalnya dengan baik, karena itu tantangan untuk pindah bagian dan mengerjakan tugas baru akan ditolak atau dihindari.

Percaya diri berkaitan erat dengan keterampilan dan kemampuan seseorang. Jika orang lain percaya pada kemampuannya dan ia tahu hal-hal yang perlu dikembangkan dalam dirinya, orang itu akan membuat target pencapaian pribadi. Sebaliknya, seseorang yang kurang percaya diri, akan memiliki keraguan, cenderung menjadi pendengar atau pengamat yang membiarkan orang lain mengambil kesempatan yang ada.

Dalam beberapa hal, rasa kurang percaya diri timbul akibat persepsi pribadi. Orang itu sebenarnya memiliki keterampilan dan kemampuan, tapi meragukan diri sendiri. Persepsi yang salah ini mungkin disebabkan tuntutan pada diri sendiri yang terlalu tinggi, merasa ada banyak orang lain yang lebih mampu dari dirinya. Mungkin juga disebabkan lingkungan kerja yang kritis, kurang memberi dukungan, atau latar belakang keluarga yang tidak terbiasa memberikan pujian pada pencapaian anggota keluarganya.

Overconfidence

Berbeda dengan orang yang kurang percaya diri, kadang kita juga menemukan orang yang mempunyai rasa percaya diri yang sangat kuat. Saking kuatnya, orang tersebut menjadi berlebihan, percaya diri di luar batas kemampuannya. Istilah overconfidence diberikan kepada orang yang terlalu percaya diri.

Kata “terlalu” menunjukkan segala sesuatu yang berlebihan, melampaui batas kewajaran, melebihi porsinya. Biasanya orang yang percaya diri secara berlebihan memiliki persepsi diri bahwa ia sangat berbakat (talented), mahir secara sosial, dan mempunyai keterampilan hebat daripada kemampuannya yang sesungguhnya. Hal ini bisa terjadi jika seseorang mencapai status sosial tertentu, atau menduduki posisi tinggi di perusahaan. Orang tersebut menjadi percaya, bahwa keberhasilannya mencapai karier yang tinggi membuktikan bahwa ia seorang yang pintar dan mampu.

Percaya diri yang berlebihan bisa menimbulkan masalah. Bisa saja kita menemukan seseorang menjadi narasumber dalam seminar atau webinar untuk bidang yang tidak dikuasainya. Atau mengeluarkan pendapat yang lebih berdasarkan asumsi, tidak disertai data-data pendukung yang dikaji secara mendalam.

Percaya diri yang berlebihan bisa juga mengakibatkan keangkuhan. Seorang pegawai yang terlihat lebih pintar dari rekan-rekan kerja lainnya, menjadi terlalu percaya diri dan kurang mau bekerja sama dengan anggota tim. Orang tersebut mungkin saja mengabaikan masukan atau pendapat orang lain, sehingga hasil kerjanya kurang sempurna. Ia lupa akan pentingnya mendengar masukan. Pemikiran akan bertambah kaya jika berbagai pandangan yang berbeda dirangkum dan dikembangkan.

Melihat sisi buruk dari percaya diri yang berlebihan, perlu untuk menyeimbangkan diri kita dengan:

  • kemampuan untuk mendengar masukan yang membangun dari orang lain
  • memahami keterampilan dan kemampuan yang dimiliki agar tidak melangkah di luar batas
  • memikirkan konsekuensi dari keputusan yang diambil
  • menjadi diri sendiri, tidak meniru orang lain yang dianggap berhasil dan hebat
  • bersikap rendah hati karena pujian dan pengakuan diberikan orang lain sejalan dengan pencapaian atau prestasi seseorang yang terlihat nyata