Adriani Sukmoro

Pelestari Budaya

Ibu saya rajin mengikuti berbagai kegiatan Dharma Wanita ketika Ayah masih aktif bekerja sebagai pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal itu menurun pada saya yang juga menikah dengan seorang pegawai pemerintah. Namun kesibukan sebagai perempuan bekerja membuat saya menjadi anggota pasif Dharma Wanita.

Ketika suami diangkat menjadi pimpinan salah satu instansi pemerintah, saya pun diangkat menjadi Ketua Umum Dharma Wanita instansi tersebut. Mau tak mau saya menjadi mengikuti kegiatan organisasi tersebut.

Busana Kebaya

Instansi tempat suami bekerja menyangkut transportasi publik, berhubungan dengan Kementerian Perhubungan. Beberapa kali saya mendapat undangan mengikuti kegiatan Dharma Wanita Kementerian Perhubungan.

Dari berbagai kegiatan Dharma Wanita tersebut, acara yang mengusung tema budaya menjadi kegiatan yang paling berkesan bagi saya. Biasanya para istri pegawai BUMN yang diundang hadir, diminta mengenakan busana kebaya yang sesuai dengan tema.

Busana kebaya bukan hanya sekadar pakaian, kebaya sarat dengan nilai-nilai sejarah dan estetika, menjadi simbol budaya negeri ini. Kehadiran para perempuan berkebaya di acara kegiatan Dharma Wanita tersebut terlihat spesial, mereka tampak anggun dan cantik dengan dandanan masing-masing.

Mengenakan busana kebaya memang membuat para perempuan yang mengenakannya menjaga sikap, mulai dari cara berjalan yang tak sembarangan karena tubuh dibalut sarung hingga ke mata kaki, cara memalingkan wajah yang anggun karena sanggul atau konde yang melekat di kepala, cara berbicara yang tertata karena ada sentuhan kelembutan yang ‘dibawa’ busana kebaya.

Perempuan dan Budaya

Kegiatan Dharma Wanita yang mengusung tema budaya seperti di atas menjadi bagian dari usaha melestarikan budaya. Jika dilakukan secara terus menerus, tak ayal kegiatan sedemikian akan menjadi alat mewariskan budaya kepada generasi selanjutnya. Hal itu menunjukkan, perempuan dapat berperan sebagai pilar utama dalam melestarikan dan mewariskan budaya.

Berbagai seni dan kerajinan tradisional mencerminkan kekayaan budaya sepanjang nusantara, dari Sabang hingga Merauke. Perempuan seringkali menjadi ahli dalam seni-seni ini, seperti tenun, merajut, anyaman, bordir, lukisan tradisional, ukiran, pahatan, dan lain-lain. Dengan terus melestarikan dan mengembangkan keterampilan ini, perempuan mempertahankan warisan leluhur. Bahkan perempuan juga menciptakan lapangan pekerjaan dan mengangkat taraf hidup komunitas mereka dengan menjadi ahli dalam berbagai seni budaya tersebut.

Perubahan Sosial

Perubahan sosial sering kali menjadi tantangan besar dalam mempertahankan warisan budaya. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat mengalami transformasi dalam berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk nilai-nilai, kebiasaan, dan teknologi. Perubahan ini dapat mengancam kelangsungan warisan budaya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Di tengah tantangan ini, berbagai upaya dapat dilakukan untuk mempertahankan warisan budaya. Melalui program pendidikan, masyarakat (termasuk generasi muda) dapat diberi pemahaman tentang warisan budaya, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, dan pentingnya mempertahankan tradisi budaya tersebut.

Kemajuan teknologi, seperti media sosial, dapat digunakan sebagai alat dalam mempromosikan dan mempertahankan warisan budaya. Apalagi jika generasi muda dilibatkan sebagai agen penyebar informasi warisan budaya. Melalui media sosial, para pelestari kebaya dapat membagi pengetahuan tentang sejarah kebaya, makna kebaya dalam tradisi negeri ini, serta menunjukkan indahnya perempuan berbusana kebaya. Demikian pula warisan budaya lainnya, dapat dihidupkan terus melalui media sosial.

Hari ini 21 April, peringatan hari Kartini dirayakan di berbagai tempat. Tak jarang perayaan diikuti dengan tampilan perempuan berbusana kebaya. Perempuan memegang peranan penting dalam mempertahankan keberlanjutan tradisi berkebaya, menjadi pelestari warisan budaya.