Adriani Sukmoro

Kampus Ideal

Memasuki semester akhir Sekolah Menengah Atas (SMA), sebagian siswa memutuskan akan kuliah di perguruan tinggi. Pertanyaan muncul di benak mereka: mau kuliah jurusan apa?

Ada yang mendiskusikan pertanyaan itu bersama teman. Ada yang membicarakannya dengan orangtua atau anggota keluarga. Tapi ada juga yang membicarakannya dengan diri sendiri, membahas di dalam pikiran sendiri.

Memilih Jurusan

Orang mengatakan, memilih jurusan pendidikan adalah keputusan penting yang dapat memengaruhi masa depan seseorang. Karena itu diperlukan pemikiran dan pertimbangan yang matang sebelum memutuskan jurusan bidang studi.

Idealnya, jurusan yang dipilih sesuai dengan minat dan bakat seseorang. Sebagian siswa tahu apa minatnya. Namun ada juga siswa yang memerlukan bantuan untuk mengetahui minat dan bakatnya. Mereka dapat mengikuti tes minat dan bakat, tes tersebut dirancang untuk memberi gambaran tentang bidang studi yang cocok berdasarkan karakteristik pribadi, kekuatan, kemampuan dan preferensi siswa. Selain bantuan tes minat dan bakat, siswa juga bisa berkonsultasi dengan guru yang umumnya mengetahui kemampuan dan bakat murid.

Dalam beberapa situasi, orangtua menganjurkan anak untuk mengambil jurusan yang dianggap memiliki prospek karier yang baik, seperti misalnya jurusan akuntansi dan manajemen. Atau anak dianjurkan mengambil jurusan sesuai bidang profesi orangtuanya, seperti misalnya arsitek, dokter, dan lain-lain. Pandangan orangtua itu pasti bertujuan baik, namun menjadi tidak baik jika dipaksakan: anak dipaksa mengambil jurusan yang tidak diminatinya, atau tidak sesuai dengan kemampuan intelektualnya.

Keadaan di atas bisa berdampak negatif pada siswa: motivasi belajar rendah, tekanan mental, stress, hubungan dengan orangtua terganggu, kurang percaya diri, pengembangan diri tidak maksimal karena minat dan bakat yang sesungguhnya terpendam. Akibat paling ekstrem adalah siswa gagal di tengah jalan, tak menyelesaikan kuliahnya, karena ketidakmampuan atau karena memilih meninggalkan jurusan yang tak disukainya.

Memilih Universitas

Mengapa siswa berlomba-lomba masuk ke perguruan tinggi populer? Perguruan tinggi yang memiliki peringkat tinggi di antara universitas lainnya? Alasan utama yang sering terdengar: lulus dari universitas peringkat tinggi akan memudahkan sarjana baru mendapat pekerjaan.

Anggapan itu terbukti ketika saya menjadi Recruitment Officer suatu bank asing. Bank yang berkantor pusat di New York itu merekrut Management Trainee dari universitas terkemuka dalam negeri dan Amerika Serikat. Untuk lulusan lokal, bank asing tersebut fokus pada sarjana lulusan Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Kedua universitas itu dianggap sebagai universitas terbaik dalam negeri.

Informasi tentang universitas peringkat tinggi tersebar luas. Apalagi di era digital, siswa dengan gampang bisa melakukan penelitian tentang universitas yang dipertimbangkan. Selain peringkat universitas, siswa juga bisa mempelajari program akademik, biaya, dan lokasi universitas tersebut.

Ada yang mengatakan, keputusan pemilihan universitas adalah langkah awal menuju masa depan yang penuh peluang karier. Pertemanan di kampus juga bisa membantu membangun jaringan profesional di masa depan.

Bahkan ada yang memasukkan putrinya ke universitas tertentu agar mendapat jodoh dari kalangan terpandang. Seperti kisah Meteor Garden, drama televisi Taiwan; orangtuanya sengaja menyekolahkan putri tunggalnya di universitas yang dipenuhi anak-anak orang kaya. Atau kisah The Crown, drama seri sejarah keluarga Kerajaan Inggris. Ibu Kate Middleton dikisahkan sengaja menunda putrinya itu masuk ke perguruan tinggi agar ia masuk dalam tahun yang sama (seangkatan) dengan Prince William. Kate Middleton dimasukkan ke University of St Andrews, setelah ibunya mendengar di radio, bahwa Prince William akan kuliah di universitas tersebut.

Wawasan

Saya duduk di kelas Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sebagian teman-teman di kelas tahu mau mengambil jurusan apa di perguruan tinggi. Ada yang memilih Pertanian (meniru orangtuanya yang lulus dari IPB, Institut Pertanian Bogor), sebagian lainnya memilih Teknik. Jika tidak diterima di jurusan IPA, sebagian memilih cadangan jurusan Ekonomi.

Saya termasuk orang yang membicarakan jurusan kuliah dan universitas yang akan dipilih dengan diri sendiri. Orangtua tak terlibat, begitu pula anggota keluarga lainnya. Saya memegang kendali penuh dan bertanggung jawab atas pilihan yang akan dibuat.

Kuliah di luar negeri tak pernah terlintas dalam pikiran. Keuangan keluarga tak mendukung. Fokus pikiran sepenuhnya pada universitas negeri di dalam negeri.

Di keluarga saya belum ada yang berprofesi dokter. Ketertarikan pada Ilmu Kedokteran muncul. Kebiasaan membaca membuat wawasan menjadi luas, saya bisa mendapat referensi. Saya menjadi tahu, Fakultas Kedokteran tertua dan terbaik di negeri ini ada di Universitas Indonesia (UI). UI itu sendiri institusi pendidikan tinggi tertua di Indonesia.

Saat waktu pendaftaran tiba, saya memberanikan diri memilih Universitas Indonesia (UI), jurusan Kedokteran.

Pada saat bersamaan, rasa waswas muncul. Persaingan menembus UI pasti ketat, banyak siswa yang berniat sama, ingin kuliah di UI. Jurusan Kedokteran yang dipilih pun mengandung persaingan tersendiri. Pelajar terbaik di negeri ini, yang bercita-cita menjadi dokter, pasti ingin kuliah di Fakultas Kedokteran UI.

Antisipasi persaingan ketat membuat saya mengikuti ujian jurusan bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Jurusan Psikologi UI menjadi pilihan. Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hubungan antar manusia. Setidaknya jurusan Psikologi bersinggungan dengan Kedokteran, khususnya Ilmu Psikiatri. Keduanya cabang ilmu yang berguna dalam membantu pengidap gangguan kesehatan mental atau tekanan psikologis. Catatan penting lainnya, Ilmu Psikologi di negeri ini pertama kali didirikan di UI. Fakultas Psikologi UI paling berpengalaman dalam bidang ini.

Rasa waswas lainnya: saya akan meninggalkan kenyamanan. UI berada di ibukota, kota yang jauh dari tempat saya dibesarkan. Saya sengaja tak memilih universitas negeri yang ada di kota tempat tinggal, di Pulau Sumatra. Tekad sudah bulat, ingin berada di antara mahasiswa pilihan, yang bisa menembus UI.

Jaket Kuning

Akhirnya hasil seleksi masuk perguruan tinggi negeri diumumkan ke seluruh pelosok negeri. Nama saya tercantum di daftar mahasiswa Universitas Indonesia, Fakultas Psikologi!

Ada tiga siswa sekolah saya yang diterima di UI, tapi tak satu pun di antara mereka yang mengambil jurusan Psikologi. Maka, saya memulai kehidupan kampus dengan segala hal serba baru: teman baru, tinggal di kota baru (Jakarta), belajar menaiki kendaraan umum di ibukota, belajar menghilangkan aksen kota asal agar tak ditertawakan mahasiswa yang umumnya dari Jakarta, dan yang paling menantang: belajar hidup mandiri, jauh dari orangtua dan keluarga.

Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) yang dijalani mahasiswa baru selama seminggu, diakhiri dengan upacara penerimaan resmi mahasiswa baru di lapangan kampus UI Salemba. Balon-balon yang dilepaskan ke udara dan pemakaian jaket kuning menandakan saya dan para mahasiswa baru lainnya telah resmi menjadi bagian dari universitas tertua di negeri ini. Jaket kuning menyatukan, menjadi identitas mahasiswa dan para lulusan Universitas Indonesia. Ada prestise dan kebanggaan tersendiri mengenakan jaket kuning di berbagai kegiatan mahasiswa.

Peluang Karier

Saya mengalami sendiri apa yang dikatakan orang tentang pemilihan universitas sebagai langkah awal menuju masa depan yang penuh peluang karier. Lulus sebagai sarjana Universitas Indonesia membuat saya diterima bekerja di bank asing. Diploma dari UI seolah menjadi jaminan pendidikan berkualitas.

Tanpa disadari, saya melakukan hal-hal yang membuat langkah melompat: kuliah di universitas tertua di tanah air, merantau di ibukota yang mempercepat kemandirian, bekerja dalam dunia perbankan, mengembangkan karier di perusahaan asing.

Kesemuanya itu didasari kebiasaan membaca. Membaca membuat saya menjadi tahu akan hal-hal di luar lingkungan diri, menjangkau pengetahuan tentang apa yang bisa diraih dalam kesempatan yang ada. Keputusan mendaftar di Universitas Indonesia dan memilih jurusan Psikologi menjadi landasan kokoh untuk siap terbang dalam perjalanan karier. Bagi saya pribadi, UI adalah kampus ideal.

Hari ini Fakultas Psikologi Universitas Indonesia merayakan ulang tahun ke-64. Terima kasih kepada Prof. Dr. Slamet Iman Santoso yang memelopori pendirian Fakultas Psikologi di tahun 1960. Selamat ulang tahun almamater!