Adriani Sukmoro

9/11

Hari ini 11 September. Dua puluh dua tahun lalu, pada tanggal yang sama, sekitar pukul sembilan malam, telepon genggam berdering nyaring. Saya sudah membaringkan badan di tempat tidur, sudah hampir terlelap, tapi lupa mematikan telepon genggam. Suara CEO American Express Bank (Amex), perusahaan tempat saya bekerja saat itu, terdengar di ujung telepon. “Apakah kamu sedang menonton TV?” tanya beliau dalam bahasa Inggris. Ada nada keterkejutan dalam suaranya. Sebelum sempat menjawab, ia menambahkan, “Twin Towers di New York hancur ditabrak pesawat!” Saya yang sudah mengantuk berat dan tidak sedang menonton TV, tak mampu mencerna apa yang dikatakan CEO tersebut pada malam itu.

Rapat Khusus

Pukul delapan pagi keesokan harinya, CEO perusahaan mengumpulkan seluruh direksi. Rapat khusus diadakan menyusul peristiwa rubuhnya Twin Towers di New York. Beliau mengulang kembali apa yang dilihatnya dalam berita televisi: gedung kembar yang berada dalam kompleks World Trade Center (WTC) hancur karena pesawat terbang yang sengaja ditabrakkan ke kedua gedung itu. Gedung kembar sebelah Utara yang biasa disebut North Tower, ditabrak pesawat American Airlines flight 11 pukul 08.46 waktu setempat. Sementara gedung kembar sebelah Selatan yang biasa disebut South Tower, ditabrak pesawat American Airlines flight 175 pukul 09.03 waktu setempat. Dalam waktu kurang dari dua jam, kedua gedung kembar itu rubuh, menimbulkan ribuan korban jiwa. Mereka adalah para pegawai yang berkantor di kedua gedung tersebut, yang tak sempat melarikan diri keluar dari gedung.

CEO Amex Indonesia telah mengikuti conference call dengan kantor regional sebelum rapat khusus direksi pagi itu. Beliau menyampaikan arahan dari kantor regional: penting menjaga kewaspadaan sebagai perusahaan yang berkantor pusat di Amerika Serikat. Tindakan terorisme yang menghancurkan gedung pencakar langit Twin Towers, salah satu lambang kota New York; dan juga usaha penghancuran kantor departemen pertahanan Amerika Serikat di gedung Pentagon pada hari yang sama, membuat semua perusahaan Amerika harus berhati-hati. Walau pemboman di New York cukup jauh, berjarak 16.167 kilometer dari Jakarta, namun bisa saja perusahaan-perusahaan Amerika di mana saja menjadi target tindakan kekerasan terorisme.

Barulah pada saat itu saya mendapatkan gambaran penuh tentang aksi terorisme yang mengguncang Amerika, dan mengubah tata cara pengamanan di seluruh dunia.

Kembali ke Lower Manhattan

Kompleks WTC terletak di pulau Manhattan di New York. Sering disebut sebagai area Lower Manhattan karena letaknya di sebelah Selatan pulau itu. Area ini dikenal sebagai distrik bisnis finansial.

Berbagai kantor perusahaan keuangan berada di Lower Manhattan, termasuk kantor pusat Amex yang bertempat di World Financial Center. Gedung itu letaknya di seberang WTC, cukup berdekatan, bahkan kedua gedung itu dihubungkan oleh jembatan penyeberangan South Bridge, yang memungkinkan orang berjalan kaki dari WTC ke World Financial Center, dan sebaliknya.

Wall Street yang terkenal sebagai pusat broker, juga pusat perusahaan investment banking, dan gedung bursa efek New York, berada di Lower Manhattan ini.

Sekitar 2977 pegawai yang berkantor di Twin Towers menjadi korban tragedi 11 September itu, termasuk sebelas orang pegawai Amex. Gedung-gedung di sekitar WTC pun terkena puing-puing yang terbakar akibat ledakan dahsyat yang ditimbulkan setelah pesawat yang dikuasai pembajak menabrak Twin Towers. Gedung World Financial Center tak luput terkena dampak, membuat kantor pusat Amex yang berada di gedung itu terpaksa ditutup sementara. Kantor pusat Amex pindah ke Jersey City di negara bagian New Jersey selama masa renovasi gedung.

Sekitar Mei 2002, delapan bulan setelah peristiwa itu, pegawai Amex kembali bekerja di kantor mereka di World Financial Center yang telah diperbaiki. Amex menjadi salah satu perusahaan yang memutuskan segera kembali ke kantor di Lower Manhattan.

Berbeda dengan Cantor Fitzgerald, perusahaan yang fokus pada investment banking. Perusahaan itu menempati lantai atas WTC, tepat di atas area yang ditabrak pesawat penyerang WTC. Akibat peristiwa 11 September, perusahaan Cantor Fitzgerald kehilangan 658 pegawai, dua pertiga dari jumlah keseluruhan pegawai perusahaan itu. Jumlah itu merupakan korban jiwa terbesar dari seluruh perusahaan yang berkantor di WTC.

Manajemen Cantor Fitzgerald memindahkan beberapa kegiatan operasionalnya dari New York ke London, sementara kantor pusatnya dipindahkan dari Lower Manhattan ke Midtown Manhattan.

Dua Puluh Satu Tahun Kemudian

Ketika menetap di negeri Paman Sam tahun 1987, saya sempat berlibur ke kota New York. Saat itu ancaman terorisme belum ada, kegiatan turisme berjalan dengan aman dan lancar. Menyempatkan waktu mengunjugi WTC menjadi salah satu kegiatan selama di sana. WTC gedung tertinggi di Amerika Serikat pada saat itu, membuatnya menjadi daya tarik pengunjung kota New York. Pengunjung bisa memasuki South Tower, dan naik ke lantai 107 tempat indoor observation deck. Pengunjung juga bisa naik ke lantai paling atas (rooftop) tempat outdoor observation deck. Dari ketinggian kedua lantai itu, pengunjung menikmati pemandangan New York, kota metropolitan yang padat. Jembatan Brooklyn terlihat kecil dari ketinggian lantai observasi.

Menurut catatan pihak WTC, sejak dibuka bulan Desember 1975 hingga hancurnya WTC akibat serangan pesawat teroris, sebanyak 46.3 juta pengunjung telah naik ke observation deck di South Tower WTC.

Dua puluh dua tahun kemudian, tahun 2009, saya kembali berlibur ke kota New York. Tentu waktu disediakan untuk mengunjungi lokasi tempat WTC dulu berdiri. Twin Towers yang terkenal itu sudah rata dengan tanah, tragedi 11 September 2001 telah berlalu. Kenang-kenangan berfoto di papan nama gedung itu menjadi berharga di masa kini karena Twin Towers sudah tak berwujud lagi. Yang ada tanah kosong yang disebut Ground Zero, ditutup sekelilingnya, sehingga tak bisa mengintip ke dalam.

Bus yang saya tumpangi tidak berhenti di sana, hanya melewati Ground Zero secara perlahan. Menurut pemandu wisata yang membawa rombongan melalui Ground Zero, sedang ada pembangunan yang dilakukan di Ground Zero. Ground Zero menjadi simbol ketangguhan dan persatuan bagi warga Amerika.

Kini, pembangunan Ground Zero, bekas tempat berdirinya Twin Towers di area WTC, telah dilakukan. Sebuah gedung baru dibangun, dinamakan One World Trade Center; sebagian orang menyebutnya Freedom Tower. Beberapa bangunan untuk memperingati peristiwa 11 September juga dibangun di area itu, di antaranya National September 11 Memorial & Museum. Memorial itu dibuka untuk publik pada 11 September 2011, tepat sepuluh tahun setelah kejadian rubuhnya Twin Towers. Ada dua kolam yang dibangun di sana, melambangkan jejak tempat berdirinya Twin Towers. Kolam itu dikelilingi panel perunggu yang bertuliskan nama-nama korban peristiwa 11 September.

Keselamatan dan Keamanan

Dampak peristiwa rubuhnya Twin Towers dirasakan hingga kini. Keamanan di bandara dan penerbangan di seluruh dunia diperketat, mulai dari pemeriksaan barang bagasi, pemeriksaan penumpang secara fisik, peraturan lebih ketat pun diberlakukan untuk tas yang dimasukkan ke dalam kabin.

Pemerintah Amerika membentuk Transportation Security Administration (TSA) yang mengawasi seluruh transportasi di Amerika, termasuk penerbangan yang masuk ke dalam negara itu. Agar koper penumpang gampang diperiksa TSA, penumpang pesawat atau moda transportasi lainnya perlu memakai koper yang memiliki kunci sesuai dengan anjuran TSA. Koper dengan model kunci ala TSA membuat TSA bisa membuka koper untuk memeriksa isinya, dan menutup kembali tanpa perlu merusak koper penumpang tersebut.

Peristiwa 11 September itu juga membuat kerja sama internasional badan inteligensi antar negara. Apalagi pemboman yang mengakibatkan korban jiwa beruntun terjadi di berbagai negara setelah peristiwa 11 September. Kegiatan terorisme pun dikecam, semua bersatu memerangi terorisme (global war on terror).

Walau tak berada di Lower Manhattan New York pada 11 September 2001, namun apa yang terlihat di layar TV bisa membawa siapa pun membayangkan kepanikan, tangis, kesedihan, dan kehilangan yang terjadi akibat tragedi itu. Mereka yang berhasil selamat semakin merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta. Seperti yang dikatakan Stanley Praimnath, salah seorang pegawai yang berhasil menyelamatkan diri dari malapetaka Twin Towers: “I still have the shoes I wore to work that day. The soles are melted and they are caked in ash. I keep them in a showbox with the word “deliverance” written all around it. They are kind of like my ark, a reminder of God’s presence and the life I owe to him.”