Adriani Sukmoro

White House

oct-31-white-house

Kesempatan pertama saya mengunjungi White House terjadi ketika Ronald Reagan menjadi Presiden Amerika Serikat. Sungguh beruntung, kala itu belum ada aksi terorisme yang mengorbankan jiwa manusia. Belum ada pemboman, belum ada ancaman keselamatan yang membuat penumpang pesawat terbang tidak boleh lagi membawa cairan ke dalam pesawat, belum ada keharusan orang melewati mesin detektor di pusat perbelanjaan, bahkan juga di gedung perkantoran. Dunia masih nyaman dan bersahabat saat itu. Pengunjung White House diperbolehkan masuk ke dalam istana Presiden ini, melihat-lihat berbagai ruang di dalamnya.

Tur Istana

Kunjungan ke Washington DC kala itu memang sengaja mengagendakan tur ke istana negara adikuasa Amerika Serikat. Tur terbuka untuk umum, termasuk warga asing atau turis, tinggal mendaftar saja. Tidak perlu mengeluarkan uang untuk masuk ke White House, gratis. Sangat mudah bukan? Sementara sekarang, setelah peristiwa 11 September 2001, tur semacam itu harus melalui jalur izin dari Anggota Kongres dan Koordinator Tur di Kongres.

Tur istana kediaman resmi Presiden yang sekaligus kantor kepresidenan itu baru dibuka pukul delapan pagi. Namun banyak yang tak mau antri panjang, berlomba datang pagi. Apalagi tur White House berakhir pukul 12.30 siang dan jumlah pengunjung dalam sehari dibatasi. Saya dan suami rela antri di depan Gedung Putih dari sejak pukul tujuh pagi. Kala itu bulan Desember, udara Washington DC sudah dingin. Baju hangat tebal dan topi pun dikenakan untuk menahan dingin.

Berjuta orang tercatat mengunjungi White House setiap tahun. Selain menjadi atraksi turisme terkenal di negeri Paman Sam, gedung putih itu pusat berbagai keputusan yang bisa mempengaruhi seluruh dunia. Tak heran produser televisi membuat seri drama politik The West Wing, dibintangi Martin Sheen, Rob Lowe, dan aktor/artis Hollywood lainnya. Film layar lebar juga mengangkat White House: White House Down yang dibintangi Jamie Foxx, Channing Tatum, Maggie Gyllenhaal; dan Olympus Has Fallen yang dibintangi Gerard Butler, Morgan Freeman, Angela Bassett, Ashley Judd. Seri drama TV dan kedua film layar lebar di atas menarik penonton, mendapatkan rating bagus. Hal ini menunjukkan minat dan keingintahuan khalayak umum tentang kegiatan petinggi dan lika liku politik di White House.

Menelusuri Ruangan

Tidak semua ruangan dapat dijenguk pengunjung umum, beberapa ditutup demi keamanan, seperti ruang kerja Presiden yang terletak di sayap barat White House, ruang makan keluarga, kamar pribadi keluarga Presiden.

Selama tur Gedung Putih, saya melihat ruang perpustakaan di lantai bawah yang ditata secara sempurna. Beberapa lukisan tampak di sana, ada lukisan seorang kaki tangan suku Indian yang mengunjungi White House tahun 1821. Ada juga lukisan George Washington. Ruang perpustakaan itu suasananya santai dan tenteram, pantas untuk jadi ruang baca keluarga.

Masih di lantai bawah, saya melihat China Room. Segala macam benda porselen dan koleksi berharga dari Cina dipajang di sini. Saat Presiden atau Ibu Negara mau menjamu di China Room, semua peralatan dari Cina ini langsung dikeluarkan dan dipakai.

Dari lantai bawah iring-iringan pengunjung naik ke lantai satu. Ada ruang berwarna serba biru, Blue Room. Bentuknya oval, benda-benda dalam ruang ini banyak yang didatangkan dari Perancis. Ruang ini menjadi ruang kesayangan beberapa Presiden, dulu sering digunakan untuk acara resepsi.

Dari ruang serba biru, pengunjung beranjak ke ruang serba merah, Red Room. Dinding ruangannya diberi bahan penutup berwarna merah, dipadukan dengan langit-langit berwarna putih. Benda-benda dalam ruang ini juga berasal dari Perancis. Pada masa Presiden Theodore Roosevelt, ruang merah ini sering digunakan sebagai ruang musik. Sementara Presiden lainnya sering menggunakannya untuk resepsi.

Dari warna merah pengunjung beralih ke warna hijau, Green Room. Fungsinya sama seperti ruangan berwarna lain. Jika mau menjamu tamu, Presiden dan Ibu Negara tinggal memilih, ruangan mana yang mau dipakai.

Iring-iringan pengunjung terus jalan naik ke lantai dua. Ada satu kamar tidur di WhiteHouse itu yang disebut Lincoln Bedroom. Lucunya, pada masa pemerintahan Abraham Lincoln, ruang itu ia gunakan sebagai ruang kerja dan ruang pertemuan anggota kabinet, bukan kamar tidur. Malahan Presiden lain, Presiden Woodrow Wilson dan Presiden Theodore Roosevelt yang pernah menggunakannya sebagai kamar tidur. Presiden Harry S. Truman yang memberi nama ruangan itu sebagai Lincoln Bedroom. Fungsinya untuk kamar penginapan kerabat atau tamu Presiden yang menginap di White House.

Di sebelah Lincoln Bedroom ada Lincoln Sitting Room. Ruangan yang relatif lebih kecil tapi multi fungsi. Bisa dijadikan tempat kerja, atau tempat duduk-duduk sambil berpikir, atau tempat beristirahat dan membaca sambil minum teh.

Ronald Reagan dan Nancy Reagan

Tak bisa berlama-lama dalam istana. Pengunjung digiring untuk terus bergerak, pengawas ada di mana-mana, mereka memerintahkan iring-iringan pengunjung jalan. Alhasil keberadaan dalam White House hanya sekitar empat puluh lima menit.

Ketika telah berada di luar istana, terlihat foto Presiden Ronald Reagan dan Ibu Negara Nancy Reagan yang berukuran besar, terbuat dari karton khusus sehingga foto itu bisa berdiri tegak. Foto itu terlihat seperti asli, pedagang yang menyewakannya sungguh kreatif. Beberapa pengunjung White House, termasuk saya, rela membayar demi berfoto dengan Ronald Reagan dan Nancy Reagan palsu.

Kursi Presiden

Ketika kedua putri dalam keluarga kuliah di negeri Paman Sam, summer break digunakan untuk liburan keluarga ke Washington DC. Saya pun berkesempatan mengunjungi ibukota negara Amerika Serikat itu untuk kedua kali.

Kesempatan ketiga datang ketika saya mendampingi suami mengunjungi Washington DC lagi untuk urusan pekerjaan bulan Oktober 2015. Jika dalam kunjungan pertama kami hanya mampu menginap di hotel sederhana di Washington DC, kunjungan ketiga mendapatkan kesempatan menginap di hotel berbintang di area Lafayette Square, yang letaknya tak jauh dari White House, hanya sekitar empat ratus meter.

Pejalan kaki biasanya melihat White House dari arah Utara, dari Pennsylvania Street. Dari sana pemandangannya cukup menarik, tapi menurut informasi, pemandangannya kalah bagus jika dilihat dari arah Selatan, terutama di sore hari saat balkon istana disinari cahaya matahari.

Keruwetan mengurus izin masuk ke dalam White House melalui Anggota Kongres dan Koordinator Tur di Kongres, membuat saya dan suami cukup puas menikmati pemandangan White House dari luar pagar dalam kunjungan kedua. Tak ada yang berani melompati pagar tinggi yang mengelilingi Gedung Putih itu, petugas ada di mana-mana, dengan mata awas dan tajam. Peristiwa penabrakan pesawat yang menghancurkan World Trade Center oleh teroris membekas, membuat pengawalan ketat seputar Gedung Putih.

White House pun jadi terlihat kecil dalam foto kenang-kenangan. Rasa kecewa tak bisa masuk gedung putih dihibur dengan membeli berbagai cendera mata dari toko souvenir yang tersedia di area strategis turisme dekat Gedung Putih. Lebih terhibur lagi ketika masuk ke dalam toko yang menyewakan tempat berfoto dengan meja dan kursi kepresidenan. Bentuk meja, warna meja, warna karpet, kursi, serta tempat bendera Amerika diletakkkan, dibuat sedemikian rupa agar menyerupai ruang kerja Presiden negara itu. Saya pun tak melewatkan kesempatan untuk duduk di kursi Presiden Amerika!

Di sudut lainnya, toko itu menyediakan podium ala The Press Briefing Room, tempat Presiden Amerika biasanya memberi informasi di hadapan wartawan. Ruang konferensi pers White House dinamakan James S. Brady Press Briefing Room, untuk menghargai James Brady, mantan juru bicara gedung putih yang tewas ditembak saat upaya pembunuhan Presiden Ronald Reagan tahun 1981. Saya pun segera berpose, berdiri di podium konferensi pers Presiden Amerika!

Ibu Negara Amerika Serikat pasti pernah tinggal di White House selama masa pemerintahan suaminya, sang Kepala Negara. Mereka mempunyai kenangan tersendiri tentang White House. Nancy Reagan, istri Ronald Reagan, Presiden Amerika Serikat ke empat puluh, mengatakan: White House milik seluruh warga Amerika, sudah sepantasnya kita bangga dengan gedung putih itu. Sementara Jackie Kennedy, istri John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat ke tiga puluh lima mengatakan: White House bukan hanya kantor Presiden dan kediamannya, Gedung Putih itu adalah tujuan setiap warga Amerika yang berkunjung ke Washington DC karena gedung itu bernilai sejarah, budaya, dan seni; hal yang patut menjadi kebanggaan nasional.